Sementara, pada saat Patih Sengkuni keluar dari pintu belakang istana matanya terasa gatal melihat Styaki sedang duduk petingkarangan di atas Kereta Jaladara yang sedang menunggu Prabu Kresna, akhirnya ia memanggil Arya Burisrawa yang kebetulan sedang melintas di depannya. Sengkuni perintahkan Burisrawa menghajar Styaki yang tidak punya unggah ungguh dalam bertamu.
"He, Bungkek ..... Turun kamu dari kereta....kurang ajar kamu, derajadmu hanya sebagai kusir, tapi gak punya sopan santun. Suasana istana lagi tidak enak, kamu malah petangkringan di atas kereta.. Turun...!!!".
Styaki hanya pura-pura gila mendengar ocehan Burisrawa.
" Wah... Keparaaaat.. Menyepelekan Burisrawa kamu, iya lihat aja!". Tiba-tiba Burisrawa melompat di atas kreta dan memaksa turun Styaki, dan terjadilah perkelahian antara keduanya, tetapi Arya Burisrawa berhasil dihajar habis-habisan oleh Styaki.
Patih Sengkuni semakin kesal dengan hal itu. Tak sengaja ia melihat Sri Kresna keluar dari istana menuju ke Kereta Jaladara yang di tinggalkan oleh Styaki. Sengkuni segera perintahkan Aswatama mengumpulkan pasukan Kurawa.
Setelah pasukan lengkap Patih sengkuni langsung perintahkan Kurawa mengroyok Kresna. Tak di sangka oleh Sri Kresna bahwa dirinya akan dikepung oleh pasukan Kurawa. Sorak gembira pasukan Kurawa, Sengkuni "Mati kamu Kresna", Dursasana "Jadi bangkai", Aswatama " Lebur kau jadi abu Kresna". Kresna tak bisa lagi membendung amarah pada dirinya. "He.. Para Kurawa. Apa masih ada yang kurang? Kalau kau mau seluruh Astinapura suruh mengroyok Kresna." Tampak matanya bersinar tanda amarahnya telah memuncak. Prabu Kresna bertriwikrama, berubah wujud menjadi Brahala, makluk Raksasa yang sangat besar sebanding seribu kali Raksasa biasa, wajahnya mengerikan, rambutnya bagaikan api neraka yang berkobar. Triwikrama Sri Kresna membuat seluruh Astina gemapar dan ketakutan. Para Kurawa terpental dan berlarian kesana kemari  mencari tempat persembunyian. Dengan amarah yang tidak bisa di kendaliakan Triwikrama berniat menelan habis Astinapura dan seluruh isinya.
Triwikrama titisan sang Wisnu juga membuat gempar Kayangan Suralaya. Para Dewa bingung bagimana cara menghentikan Triwikrama Sri Kresana. Akhirnya Bhatara Narada memberanikan diri untuk mendekati Raksasa Brahala itu. "Grrr.... Jangan mendekat Narada, jika kau tak mau ku cabik-cabik tubuhmu"
Bathara Narada, " Ngger, ngger, ngger Kresna, sadar ya ngger sadar. Apa sesakti itukah Para Kurawa? Sehingga perlu di hancurkan oleh Twikrama?. Ingat ya ngger ingat bahwa jika Kurawa di hancurkan oleh Triwikrama, ini akan membuat malu bagi seluruh Dewata. Apakah Para Pandawa tak dapat membela diri mereka sendiri, sehingga  memerlukan bantuan Dewata? Coba perhitungkan lagi ngger, tindakan ini akan mencoreng muka seluruh Dewata dan juga memalukan Pandawa ngger. Emang sudah takdirnya mau tidak mau perang suci Baratayudha harus terjadi ngger, semua sudah kehendak Dewa, coba pertimbangkan kembali ngger....".
Mendengar penuturan Batara Narada, dalam sekejap Wujud Triwikrama itu menghilang dan kembali menjadi Sri Kresna yang semula. Lalu Sri Kresna kembali ke Kereta, yang di situ sudah ada Setyaki keringatnya bercucuran.
"Styaki? Kenapa kamu berkeringat seperti orang di kejar setan aja?" tanya Kresna.
"Siap kaka Prabu, tadi saya pas lagi menunggu diatas kereta, saya di ganggu sama Burisrawa. Tidak pakai lama Burisrawa langsung saya hajar kaka Parabu" Jawab Setyaki.
"Ohhh begitu Styaki. Iya udah sekarang sudahi dulu perkelahianmu ya di. Besok lanjutkan di waktu perang Baratayudha di.."
Styaki, "Lohhh... Kaka Prabu, Berarti Perang Baratayudha benar-benar terjadi kaka Prabu?.
"Iya di, Baratayudha Jaya Binangun sudah pasti terjadi, maka dari itu kita siapkan ya di!!  yaudah sekarang kita kembali, akan ku sampaikan keputusan  pesan ini kepada saudaraku Padawa".
Sebelum kembali Sri Kresna melihat jejak roda Kereta,tetapi bukan Kereta Jaladara. Lalu Ia meminta Styaki untuk mengikuti jejak tersebut. Dan ternyata itu jejak Kereta Basukarna. Styaki pun menambah kecepatannya untuk menghampiri Karna. kedua keretapun berhenti, Karna pun turun dari kereta dan memberi hormat kepada Sri Kresna,
"Mohon ijin Kaka Prabu Dwarawati ada maksud apa, mengikuti  laju kereta saya?.. Tanya Basukarna.
"Karna adikku, Perang Baratayudha akan terjadi sebentar lagi, aku minta kamu ikut ke pihak saudaramu Pandawa ya di !". Ajakan Sri Kresna.
"Aku ikut senang kaka Prabu, Perang Baratayuda lah yang saya inginkan, tetapi maaf saya tidak bisa bergabung bersama adikku Para Pandawa, Saya akan menetapi darma baktiku sebagai kesatria. Aku akan menggunakan seluruh tenagaku untuk membela Astina, karena sejak kecil Prabu Duryudana lah yang memberiku Kehidupan dan tahta hingga aku menjadi raja di Awangga.
Â
Kresna," Ohh begitu?.. Berarti kamu akan melawan saudaramu Pandwa Lima?"
Karna, " Iya tentu aku akan melawan adikku Pandawa Lima, khusunya Harjuna. Yang dulu sering meremehkanku kaka Prabu. Aku selalu dihina oleh adikku sendiri, bahwa anak kusir tidak diperbolehkan mengikuti pertandingan memanah di kerajaan, kaka Prabu.
Kresna, "Berarti kamu tega melawan Saudaramu sendiri di, betapa sedihnya Bibi Kunti melihat salah satu anaknya yang gugur. Apa kamu tega?
Karna, "Kaka Prabu, Pandawa itu jumlahnya ada lima, ada aku tetap lima, tidak ada aku ya tetap lima".
Prabu Kresna bingung dengan ucapannya, ia menanyakan apa maksud ucapan tersebut.
Karna, "Kaka Prabu, maksud dari perkataan tadi, semisal Basukarna gugur Pandawa tetap ada lima, dan sebaliknya jika Harjuna yang gugur Pandawa juga tetap lima. Berarti tinggal menunggu takdir Kaka Prabu, siapa nanti yang melengkapi Pandawa Lima.
Kresna. "Duh adiku, Berarti kamu tidak sayang kepada Bibi Kunti, dan saudara-saudaramu?"