Mohon tunggu...
DewantoArt
DewantoArt Mohon Tunggu... Tentara - Seniman

Melestariakan Seni Pewayangan Jawa

Selanjutnya

Tutup

Seni

Kumbakarna Gugur

18 November 2024   13:18 Diperbarui: 18 November 2024   13:32 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : Proses menggambar Kumbakarna gugur DewantoArt

Prabu Dasamuka menjelaskan pertanyaan Kumbakarna.
  "Ngertenono Kumbakarna, anakmu kui wis dadi korbaning munyuk-munyuke Ramawijaya, anakmu gugur naliko dadi senopati Alengka". ("Mengertilah Kumbakarna, anakmu sudah menjadi korbannya monyet-monyetnya Ramawijaya, anak kamu mati pada saat menjadi senapati Alengka").
Ucapan Prabu Dasamuka membuat badan Kumbakarna bergetar. Tetapi dalam hatinya Kumbakarna tidak percaya dengan hal itu
  "Aku ora percoyo kakang, ojo ngarang cerito sing ora bener kakang". ("Aku tidak percaya kakak, jangan mengarang cerita yang tidak benar kakak").
Kumbakarna masih tidak percaya. Akhirnya Prabu Dasamuka perintahkan Indrajit bersama pasukannya agar mengambil jasadnya Kumba-kumba dan Aswani kumba untuk di bawa kehadapan Kumbakarna.

Kedatangan Indrajit bersama pasukan Alengka yang membawa jasadnya Kumba-kumba dan Aswani kumba membuat Kumbakarna semakin tidak berdaya dan  meteskan air mata. Kumbakarna yang di selimuti rasa berduka akhirnya ia meralakan dirinya untuk pergi ke medan pertempuran untuk membalas dendamkan kematian anaknya dan membela tanah air tercintanya, bukan karena membela kakaknya Prabu Dasamuka yang angkara murka.

Kumbakarna berapakaian seorang brahmana serba putih, telah bersiap memasuki medan pertempuran. Prabu Dasamuka dan Indrajit pun kembali ke Kerajaan Alengka, sedangkan Teja Mantri Togog dan Sarwita pulang ke Patogogan.

Dari kejahuan Wibisana melihat kedatangan kakaknya Kumbakarna yang di iringi pasukan Alengka. Ia segera menghampiri dan menghadangnya.
  "Kakang Kumbakarna, sakniki kakang ingkang dados senopatine Alengka, kakang. Ilingo ya kakang kedadeane perang iki mergo ulahe kakang Rahwana ingkang duratmaka garwane Prabu Ramawijaya. Opo yo pantes manungso ingkang mekaten di belani kakang?".("Kakak Kumbakarana, sekarang kakak yang menjadi senapatinya Alengka, kakak. Ingat ya kakak terjadinya perang ini karena ulahnya kakak Rahwana yang menculik istri Prabu Ramawijaya. Apa pantas orang seperti itu di bela kakak ?" )

Kumbakarna "Duh adiku ngger Wibisana, ngertenono kakangmu iki yo ngger cah bagus. Aku maju ono ing palagan dudu mergo aku mbelani marang kakang Dasamuka. Aku mung pingin mertahanke kamardikane Alengkadireja, negaraku, tanah wutah getihku, yo bumi kelahiranku. Aku ora pingin perang nangin aku yo ra pingin masi negaraku di gawe iyak-iyakan marang mungsuh, aku rapingin negaraku di jajah negara liya ngger cah bagus". ("Duh adikku Wibisana, mengertilah kakakmu ini ya anak baik. Aku maju di medan pertempuran bukan karna membela kaka Dasamuka. Aku hanya ingin mempertahankan kemerdekaan Alengkadireja, negaraku, tanah tumpah darahku, iya bumi kelahiranku. Aku tidak ingin perang tapi aku juga tidak ingin melihan negaraku di injak-injak sama musuh, akj tidak ingin negaraku di jajah oleh negara lain anak baik").

Mendengar perkataan kakanya Wibisana terdiam dan Kumbakarna melanjutkan bicaranya.
  "Nanging aku janji, aku ora bakal Nyirnakne sopo-sopo. Aku loro ati wis akeh satria Alengka sing dadi tumbale paperangan iki. Ugo anakku Kumba-kumba lan Aswani kumba yo wis gugur di ngger. Sing tak jaluk Prabu Ramawijaya sak wadyabalane bali ono Pancawati...Wibisana. Minggir cah bagus, ben kakang nemoni Prabu Ramawijaya, tak njaluk supoyo mboyong wadyabalane bali marang pancawati ngger Wibisana". ("Tetapi aku janji, aku tidak akan membunuh siapa-siapa. Aku sakit hati karena sudah banyak satria Alengka yang menjadi tumbal perang ini. Begitu juga anakku Kumba-kumba dan Aswani kumba ya gugur di. Aku cuma minta Prabu Ramawijaya sam balatentaranya kembali ke Pancawati....Wibisana. Minggir anak baik, biar kakakmu ini bertemu sama Prabu Ramawijaya, tak minta agar membawa balatentaranya kembali ke Pancawati adikku Wibisana").
 
Kumbakarna meminta untuk membuka jalan tetapi Wibisana tetap menghalanginya, memberontaklah sang Kumbakarna dan memasuki wilayah pertahanan Prabu Ramawijaya, betemulah seekor kera raksasa narpati Sugriwa yang berdiri tegak mengahalangi jalannya. Akhirnya keduanya saling adu kekuatan, tetapi tetap saja Sugriwa bukan tandingannya Kumbakarna.

Menyaksikan narpati Sugriwa yang tidak berdaya, pasukan kera langsung menyerbu Kumbakarna. Lengan sampai bahu sudah ratusan kera yang menungganginya, mencakar dan menggit, tetapi Kumbakarna tetap terdiam. Semakin lama bukan hanya lengan dan bahunya saja tetapi ratusan kera yang baru datang juga naik ke kepala, muka, leher, punggung, perut, paha dan kakinya, tidak ada bagian tubuh Kumbakarna yang terlewatkan, mereka berusaha merobek-robek kulit Kumbakarna. Dalam waktu sekejap seolah olah Kumbakarna menjelma menjadi gunung kera.

Walaupun Kumbakarna merasa dirinya kesakitan, tetapi dalam hatinya masih berpegang teguh bada janjinya, Ia tidak akan melukai siapapun. Tetapi tetap saja tanpa sengaja banyak yang terinjak kaki Kumbakarna.

Kumbakarna akhirnya mengibaskan kedua tangannya, dan rontoklah semua pasukan kera yang ada di sekujur tubuhnya. Para senapati kera, Sugriwa, Anoman, Anggada, dan Anila tetap berusaha mencegah Kumbakarna agar tidak mendekati Prabu Ramawijaya. Mereka memegangi kedua kaki Kumbakarna agar tidak melangkah, tetapi keempat kera tersebut tidak berdaya meraka terpental dan jatuh ketanah, dan hampir saja terinjak oleh kaki Kumbakarna.

Kumbakarna pun berhasil bertatap muka dengan Prabu Ramawijaya, kemudian ia meminta kepada Prabu Ramawijaya agar membawa pasukannya kembali ke Pancawati, tapi sebaliknya Prabu Ramawijaya meminta Kumbakarna yang kembali ke istana Alengka. Akhirnya terjadilah perang antara keduanya. Kumbakarna dengan badannya yang besar serta tenaganya yang kuat, Ia menghentakkan kakinya ke tanah sangat keras higa terjadi hembusan angin yang sangat kencang yang membuat Prabu Ramawijaya tak bisa mengendalikan raganya dan terseret oleh angin tersebut.


Prabu Ramawijaya tak terima dengan perbuatan Kumbakarna, akhirnya ia melepaskn panahnya Guwawijaya kepada Kumbakarna. Panah pertama mengenai bahu sebelah kiri hingga putus. Banyak pasukan kera yang tewas  tertimpa lengan Kumbakarna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun