Tuhan itu tidak mungkin terkalahkan siang dan malam, Tuhan tidak  mungkin berdalih dan beralasan atas keadaannya. Karena Allah itu, kata Candra Malik di bukunya yang berjudul Layla, ada sebelum ada apa-apa; Allah itu ada sebelum apa-apa ada; Allah itu ada sebelum ada itu ada.
Di bait selanjutnya, Letto menceritakan tentang Ibrahim yang telah fiks menemukan Tuhannya yang sejati.
Lembaran putih telah terpilih
Dan demi cinta ...
Ku tepiskan semua keraguan jiwa
Dan ku ganti dengan kepastian
Hatiku ini yang mulai mengerti
Dan berani tuk menyambut janji
Lembaran putih di lirik itu, menurut saya adalah suhuf yang diberikan kepada beberapa Nabi dan Rasul saja, termasuk Ibrahim. Lalu kemudian, demi menyambut kecintaannya pada Tuhan, akhirnya Ibrahim menerbitkan keberanian di dalam hatinya untuk 'mendebat' raja Namrud yang mengklaim dirinya sebagai tuhan karena bisa menghidupkan dan mematikan, tapi akhirnya kalah oleh argumen Ibrahim--lebih tepatnya tantangan- agar Namrud menerbitkan matahari dari barat. Bisa dibaca di surat Al-Baqarah ayat 258.
Setelahnya kita semua tahu, Ibrahim membegal berhala-berhala yang disembah kaumnya dengan sebilah kapak, lalu mengalengkan kapak tersebut di patung yang paling besar. Lantas dia berkata, ketika dituduh sebagai biang penghacuran rezim lewat jalur agama, "Sebenarnya berhala besar itu yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara." Bisa dibaca di surat Al-Anbiya ayat 63.
Berani. Cerdik. Cerdas. Berakal. Entah, kalau di zaman sekarang beliau akan pake tagar ganti-ganti itu gak, ya? #GantiNamrud
Di bait yang terakhir, barulah Letto menceritakan Muhammad. Tentang bagaimana pertama kali beliau mendapatkan wahyu dan seterusnya (salah satu jalan wahyu diturunkan adalah lewat mimpi). Perjalanan kisah cinta abadi tiga arah; kalau bahasa masyarakat maiyah yaitu cinta segitiga. Antara Hamba, Muhammad, dan Tuhan.
Kisah cinta yang abadi
Takkan ada jika tak kau cari
Sering juga hanya mimpi
Yang membuatku bertahan di sini
Muhammad menemukan cinta yang selama ini sudah ada di dalam hatinya. Dia memang mencari, tapi mencari ke kedalaman hati dengan semadi di Gua Hira. Mengingkari latta, uza, hubal, manat, dan yang lainnya.
Wahyu Tuhan menjadi surat cinta yang membuat Muhammad tegar dalam setiap cobaan. Dikata-katai orang gila, dilempar batu, ditumpahi jeroan unta, geus teu kaitung, lur! Namun dia hanya berkata, ketika salah satu Malaikat menawarkan jasa penghancuran kepada para pencelanya, "Jangan. Mereka hanya belum mengerti. Mudah-mudahan dari mereka lahir generasi yang mencintai Islam."
Dia bertahan dengan semua ketauladanannya. Dengan kelemah-lembutan hatinya. Kesabaran dalam menghadapi oposisi dan rezim yang berkuasa. Mendebat dengan lebih dahulu berbaik sangka. Tahap demi tahap hingga tersisa jalan yang paling dibencinya: kekerasan dan perang.