Mohon tunggu...
Ade Chairil Anwar
Ade Chairil Anwar Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, pernah mengikuti OJT (on the job training) di Sekolah Mutiara Bunda Bandung-Jabar, kemudian bekerja di Sekolah Mutiara Bunda Cilegon-Banten dan Sekolah Alam Natur Islam Bekasi-Jabar, sekarang sebagai Sekretaris Yayasan An-Nuur Sukakarya Kota Sukabumi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Idealis Vs Guru Realis

25 Mei 2012   23:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:47 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, mereka bukan merupakan bagian dari stakeholder lembaga-lembaga pendidikan yang terdapat di tanah kelahirannya. Sehingga mereka tidak memiliki akses untuk bergabung dengan lembaga pendidikan tersebut, karena sudah barang tentu mereka akan kalah bersaing dengan orang dalam (putera mahkota dalam konteks guru realis di atas), atau saudara-saudara terdekat pemiliki (owner) lembaga itu. Namun, tak dapat dipungkiri, ada beberapa guru yang merupakan ‘pewaris tahta’ lembaga pendidikan di kampungnya, terlebih dahulu berkarya di perkotaan sebagai ajang edukasi atau menambah wawasan, sehingga mereka dapat belajar bagaimana regulasi sistem persekolahan di perkotaan berlangsung, mulai dari marketing sekolah, administrasi, dan model pengembangan kurikulum dilaksanakan. Dan pada saatnya nanti, mereka mengimplementasikannya di lembaga pendidikan di kampung halamannya.

Ketiga, di samping bukan merupakan pewaris tahta sekolah di kampungnya, mereka rata-rata berasal dari keluarga dengan ekonomi yang berkecukupan, sehingga mereka membutuhkan suntikan dana untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, dan salah satu langkahnya adalah dengan menjadi guru di kota besar, yang secara ekonomi lebih baik dari pada di desa. Motivasi ini cukup wajar, karena bila dibandingkan antara honor tenaga pendidik antara perkotaan dan pedesaan, terdapat prosentase yang cukup signifikan. Honorarium guru idealis lebih kecil dari pada guru realis, jika dipresentasikan honor mereka berkisar antra 10 s/d 25% dari guru idealis, dengan asumsi keduanya mengajar pada satu sekolah saja.

Keempat, kemampuan atau kompetensi guru-guru yang mengajar di sekolah-sekolah mahal tersebut cenderung memiliki kompetensi yang mumpuni. Baik secara kepribadian, profesional, pedagogik, dan sosial. Fakta ini tidak begitu mengherankan, karena untuk dapat menjadi guru di sekolah favorit tersebut, seorang guru harus melalui tahapan seleksi laiknya pegawai di instansi-instansi lain misalnya Bank, Perusahaan, dan komisi-komisi yang berada dalam naungan pemerintah. Bahkan lebih sulit dari sekedar tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang masih sarat dengan ketidakjujuran, kecurangan, dan aneka cara haram lainnya.

Di samping itu, kompetensi tersebut ternyata memberikan dampak positif pada loyalitas dan berujung pada persaingan sekolah di perkotaan yang semakin hari terus mengalami perubahan yang cukup signifikan terutama dalam memberikan pelayanan kepada peserta didik. Tak ayal nilai Ujian Nasioanal anak-anak di perkotaan selalu lebih tinggi dari mereka yang di pedesaan. Sebab, selain sarana pembelajaran yang lengkap, serta aksestabilitas publik yang mendukung, dorongan kuat orang tua dibarengi dengan semangat guru yang tinggi dalam memberikan pelajaran menjadi faktor penentu keberhasilan tersebut.

Bila dilihat dari perspektif sosial, guru realis ini tidak ‘sehebat’ guru idealis, sebab kedudukan mereka di perkotaan dengan jam kerja yang sama dengan karyawan di perusahaan, bedanya guru mengurusi benda hidup berupa siswa, sehingga bebannya cukup berat dibanding dengan para karyawan, meskipun jam kerjanya sama. Selain itu, guru dianggap sebagai sebuah profesi laiknya profesi-perofesi lainnya. Bahkan terkadang profesi ini dianggap sebagai profesi ‘pinggiran’. Karena rata-rata orang yang hidup di perkotaan, sudah banyak yang bertitel sarjana, magister, dan doktor. Mata pencaharian mereka pun cukup heterogen mulai dari dokter, dosen, arsitek, bankir, dan pengusaha. Dan disinilah sebenarnya, guru realis harus mampu menunjukkan taringnya sebagai icon pendidikan Indonesia. Sudah saatnya guru di perkotaan mensinergikan kepribadian dan keprofesionalannya dalam konteks sosial masyarakat metropolitan.

Namun demikian, berpijak dari dua realitas empirik antara guru idealis dengan guru realis di atas, setidaknya kita bisa mengambil hikmah bahwa keberadaan guru sebagai tenaga pendidik, pengajar, pembimbing sekaligus motivator bagi anak-anak Indonesia ini harus diapresiasi dengan prestise berdasarkan prestasinya, terlepas mereka yang memilih kota maupun desa sebagai medan pengabdiannya. Karena keputusan itu selaras dengan panggilan hati seorang guru untuk berkarya dimanapun mereka berkiprah saat ini, atau bahkan telah jauh-jauh hari diniatkan dalam dirinya untuk menjadi bagian dari komunitas tertentu dalam dunia pendidikan di tanah air.

Terakhir, satu kata sebagai penutup tulisan ini, pengorbanan adalah kata kunci utama dari dinamika dan realitas objektif di atas, keinginan seorang guru untuk menjadi spiral of silence merupakan sebuah refleksi atau sikap kritis mereka yang mengharapkan adanya perubahan yang lebih baik dari kualitas bangsa ini, dengan kompetensi yang dianugerahkan Tuhan padanya, di pinggir pantai mereka berjuang, dari atas gunung mereka berjuang, dan dari arah manapun mereka berjuang. Mereka curahkan tenaga dan pikirannya dalam rangka mengisi kemerdekaan Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun