Awi Suryadi kembali dengan horor terbarunya berjudul Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul. Film Pocong Gundul ini berhasil menunjukkan kemajuan Awi pasca KKN di Desa Penari yang mengecewakan. Walau film ini tetap memiliki beberapa kekurangan yang menonjol.
Dari segi cerita, saya akui bahwa Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul mempunyai keunggulan yakni membawakan tema mengenai retrokognisi, yaitu kemampuan melihat masa lalu seseorang dengan memegang benda yang mempunyai keterkaitan dengan orang tersebut. Tema ini jarang sekali diangkat dalam film horor lokal.Â
Ide cerita yang fresh ini juga didukung dengan aspek naratif yang cukup solid walau semakin kendor menuju akhir. Ya, klimaksnya masih menimbulkan berbagai pertanyaan yang mengganjal.
Elemen Horor yang Mengerikan
Penempatan jumpscare dalam film Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul terbilang cukup efektif, walau beberapa masih dapat ditebak. Penampilan sang pocong gundul sebetulnya menjadi ciri khas Awi dalam setiap film horor garapannya, yakni tidak menjadikan setan sebagai suatu entitas yang "seram" melainkan menjadikannya sesuatu yang "mengerikan".
Seram dan mengerikan memiliki dua konteks yang berbeda. Seram cenderung ke arah penilaian pada penampilan dan desain kostum yang membuat takut, sedangkan Awi lebih memilih membuat karakter sang pocong tampil bak monster, tampil "mengerikan" dengan segala teror dan aksi kekuatan yang ia punya. Liurnya mampu melelehkan, kepalanya mampu menggedor pintu rumah, dan berbagai teror lainnya.
Sinematografi yang Apik
Dari sisi sinematografi, Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul cukup berhasil menampilkan ritual retrokognisi dengan kualitas yang apik. Transisi antar adegannya berjalan mulus, dan membuatnya terlihat nyata. Hanya saja, dari segi pengambilan gambar secara keseluruhan, film ini hanya berusaha mempercantik sinematografinya tanpa menghadirkan makna yang mendalam. Walau visualnya terbilang indah, namun tak terlalu berperan penting pada cerita.
Set up tempat-tempat angker seperti hutan, kuburan, hingga sekolah yang penuh teror di malam hari berhasil tampil dengan mencekam. Melalui make up karakter setan yang dibuat menyeramkan, penonton akan merasakan nuansa tegang tatkala menonton filmnya.
Akting totalitas Deva Mahendra dan Della Dartyan
Deva Mahendra sebagai Hao tampil dengan baik. Ia mampu memerankan karakter om Hao sebagaimana aslinya. Namun perlu diakui, ada kalanya ia terlihat seperti kebingungan dalam berekspresi, hal ini juga bisa saja terjadi dikarenakan kendala naskah dialog yang kurang konsisten.