"Ngapain sih bikin konten-konten kayak gitu, apa gunanya?"Â tanya Lela pada salah satu tetangganya.
"Ya sekarang memang zamannya gitu Mpo. Kalau mau bikin konten ya yang ngetren, gaul, kalo nggak ya alay sekalian."
Karakter Lela, yang awalnya tidak terpengaruh oleh fenomena ini, akhirnya juga terjebak dalam keinginan untuk menjadi viral. Dia menggunakan keinginan ngidamnya sebagai alasan untuk membuat konten live review makanan di media sosial.
Lagu dengan instrumen khas betawi dan sinematografi yang memanjakan mata
Salah satu keunggulan film ini adalah penggunaan skoring musik yang menggabungkan unsur-unsur musik betawi, yang memberikan warna tersendiri pada cerita.Â
Lagu dengan instrumen betawi yang mengawali film ini membawa penonton lebih dalam ke dalam atmosfer khas Jakarta. Sentuhan musik ini menciptakan kesan yang autentik dan menghidupkan suasana betawi dalam film.
Selain itu, penggunaan teknik sinematografi yang apik dalam menyorot keindahan kota Jakarta dan tempat-tempat ikoniknya, seperti Monas dan jalanan ramai, menambah nilai estetika film ini.Â
Saat film fokus pada sajian kuliner betawi, teknik pengambilan gambar yang dipilih berhasil menangkap kelezatan dan keunikan hidangan tersebut. Melalui tampilan visualnya yang menggoda, film ini sukses mengundang selera penonton untuk mencicipi sendiri kelezatan kuliner betawi.
Akting totalitas para pemain
Keunggulan naskah juga didukung oleh akting para pemain yang totalitas. Jaka Perdana yang berperan sebagai Abdul berhasil menggambarkan sosok suami yang rela menuruti kemauan istri yang tengah ngidam. Walau sedang ada pekerjaan, ia tetap lebih mengutamakan istrinya dibanding pekerjaannya.
Karkater Lela yang diperankan oleh Amanda Gondowijoyo juga menjadi daya tarik dalam film pendek ini. Bagaimana keinginan ia tatkala ngidam, dan dialog yang ia lontarkan dengan bahasa betawi menambah nuansa dalam film pendek ini.
Akting para pemain pendukung lainnya juga berhasil menambah keseruan dalam film ini.