Siapa yang tak mengenal Barbie? Boneka yang diciptakan pada Maret 1959 oleh Ruth Handler ini populer pada masanya. Hampir semua orang tahu boneka barbie, dan pernah memainkan atau sekadar melihatnya.
Bagi kamu para penggemar film dan penggemar boneka Barbie, "Barbie" yang tayang baru-baru ini jelas menjadi tontonan wajib yang tak boleh kamu lewatkan.Â
Barbie bercerita tentang Sterotypical Barbie (Margot Robbie) yang menjalani kehidupan yang sempurna di Barbieland. Ia membuka harinya dengan bernyanyi di pagi hari, lalu menutup harinya dengan girl party. Di Barbieland, semua perempuan bisa menjadi apapun, baik itu presiden, menteri, dokter, polisi, dan berbagai profesi lainnya.
Namun, suatu malam, segalanya berubah ketika Stereotypical Barbie tiba-tiba merenungi tentang arti kematian. Awalnya, perubahan itu tak begitu terasa, namun esok paginya, dunianya berubah drastis. Stereotypical Barbie merasakan sensasi dingin ketika mandi, kakinya tak lagi berjinjit, dan kulitnya tampak berkerut.Â
Merasa ada yang aneh dengan dirinya, ia pun mendatangi Weird Barbie (Kate McKinnon). Weird Barbie memerintahkannya untuk ke dunia nyata dan bertemu dengan seseorang yang memainkannya. Bersama Ken (Ryan Gosling), Stereotypical Barbie memasuki dunia nyata untuk mencari tahu siapa orang tersebut.Â
Ketika sampai ke dunia nyata, keadaan menjadi berbalik. Patriarki merajalela, dan perempuan dianggap hanya sebagai objek belaka. Lantas, apa yang terjadi dengan nasib mereka berdua?
Film Barbie, disutradarai oleh Greta Gerwig, bisa kamu saksikan di bioskop dengan durasi 1 jam 54 menit. Apa yang membuat film ini begitu menarik dan layak ditonton?Â
Yuk simak, ini review-nya!
Mengangkat Isu Feminisme dan Patriarki
Barbie bukanlah film yang cocok untuk ditonton oleh anak-anak, mengingat ia mengangkat isu-isu berat seputar feminisme dan patriarki yang disajikan melalui karakter Barbie dan Ken.
Naskah film ini ditulis oleh duo penulis berbakat, Greta Gerwig dan Noah Baumbach, yang telah meraih banyak penghargaan di berbagai ajang festival film sebelumnya. Dalam Barbie, mereka berhasil menghadirkan naskah yang mendalam dan kompleks, serta menyuguhkan perspektif yang seimbang antara pandangan perempuan dan laki-laki.
Ken, yang merasa terpinggirkan oleh dominasi perempuan di Barbieland, sangat terkejut ketika berada di dunia nyata. Di real world, laki-laki justru mendominasi. Akibatnya, Ken menjadi terobsesi dengan patriarki dan membuatnya percaya bahwa laki-laki harus memegang peranan dominan. Di sisi lain, Barbie merasa asing dengan dunia nyata, di mana perempuan sering kali dianggap sebagai 'objek' tanpa memiliki kebebasan untuk menjadi diri mereka sendiri.
Naskah film ini berhasil menggambarkan kedua karakter dengan ciamik, menghadirkan perspektif menarik mengenai isu kesetaraan gender. Ken hanya menginginkan pengakuan dan perhatian dari wanita yang disukainya, sehingga ia cenderung percaya bahwa patriarki adalah jawabannya. Sementara itu, Barbie hanya ingin menciptakan keseimbangan di mana perempuan juga memiliki peran yang sama pentingnya dan memiliki kebebasan untuk menjadi diri mereka sendiri.
Hasilnya, Barbie berhasil menggambarkan dinamika kedua karakter ini dengan sangat kuat, dan menyuguhkan konklusi yang indah tentang pentingnya kesetaraan gender, tanpa menjadikannya sebagai ajang pembuktian superioritas diantara keduanya, melainkan dengan menunjukkan kesadaran dari hati bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama.
Film ini berhasil menyentuh hati penonton dengan penuh kecerdasan dan kehangatan, mengingatkan kita akan pentingnya membebaskan diri dari kungkungan patriarki dan menghargai peran setiap individu tanpa memandang gender.
Dikemas dengan komedi satir yang menggelitik
Meskipun mengangkat tema yang berat, Barbie berhasil menyajikannya dengan cara yang menyenangkan. Film ini menyampaikan isu-isu sosial dengan sentuhan humor satir yang menggelitik dan menyindir. Naskahnya cerdas, mampu mengimbangi secara seimbang unsur komedi dan drama, dan setiap lelucon yang dihadirkan bukan semata-mata sebagai alat mengundang tawa, melainkan sarat dengan makna yang mendalam.
Berkat pengarahan Greta Gerwig, komedi yang terkesan absurd di awal film mampu mengundang gelak tawa sekaligus mengajak penontonnya untuk merefleksi diri, juga mampu menghadirkan jokes-jokes segar khususnya untuk para penggemar film.
Namun, ada beberapa jokes yang terasa over, seperti penggambaran karyawan dan petinggi Mattel yang begitu absurd, juga scene Ken menyanyi yang terasa terlalu panjang.
Visualisasi yang Memanjakan Mata dan Menghadirkan Nostalgia
Bagi para penggemar boneka Barbie, menonton film Barbie akan menjadi sebuah pengalaman visual yang memanjakan mata. Film ini berhasil menghadirkan dunia Barbie seperti yang pernah kita mainkan, dengan segala keajaiban dan kemudahan.
Kita akan disuguhkan dengan adegan-adegan yang menggambarkan Barbie dengan cara yang realistis. Dari makan tanpa mengunyah, minum tanpa air yang keluar, mandi tanpa air, hingga turun dari rumah tanpa memerlukan tangga - semua dipresentasikan dengan begitu indah dan menyenangkan.
Barbieland divisualisasikan dengan sempurna, menghadirkan rumah Barbie sebagaimana yang pernah kita impikan di dunia nyata. Setiap sudutnya dipenuhi dengan barang-barang cantik berwarna pink yang menjadi identitas khas Barbie. Greta Gerwig dan tim produksi berhasil merealisasikan imajinasi para penonton dan memberikan nuansa nostalgia bagi para penggemar Barbie.
Akting totalitas dari para pemain
Margot Robbie yang berperan sebagai Sterotypical Barbie berhasil menghadirkan kompleksitas pada karakter yang ia mainkan. Kita bisa melihat development karakternya yang begitu terlihat, dari ketika ia menjadi boneka naif biasa hingga menjadi individu yang seutuhnya.
Margot dengan gemilang menghidupkan karakter Barbie. Ia seolah menjadi visualisasi sempurna dari sosok Barbie itu sendiri. Sementara itu, Ryan Gosling sukses memerankan Ken dengan sangat baik, mengimbangi sisi komikal karakternya dengan sentuhan humanis yang memikat simpati penonton.
Kehadiran karakter lainnya juga semakin menghidupkan film ini. Ibu dan anak yang diperankan oleh Emma Mackey dan Ariana Greenblatt juga mampu menunjukkan kehangatan tatkala keduanya menjadi dekat.
Tentang perjalanan menemukan arti kehidupan
Diluar dari isu gender yang dihadirkan, Barbie sejatinya berbicara tentang proses dalam menjadi manusia yang sesungguhnya.Â
Film ini menggambarkan perjalanan Barbie dalam belajar menjadi manusia seutuhnya, dengan menerima dan merasakan segala macam emosi, termasuk kesedihan, kegelisahan, dan berbagai masalah dalam hidupnya. Barbie memeluk segala aspek kehidupan dengan penuh keikhlasan, dan menjadikannya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari dirinya.Â
Menonton Barbie seakan menjadi sarana merenung bagi para penontonnya, dan mengajak kita untuk memaknai kehidupan dengan lebih mendalam.
Itulah review saya mengenai film Barbie, apakah kamu tertarik untuk menontonnya?
Overall, Barbie berhasil menjadi tontonan yang menghadirkan rasa nostalgia, berkat visualisasi yang indah, dan mengajak penontonnya untuk peduli dengan permasalahan yang terjadi di sekitar kita.Â
Memandang manusia secara utuh, dan menghargai peran setiap individu tanpa memandang gender. Bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak dan peran yang sama.
Naskah film ini ditulis oleh Greta Gerwig bersama pasangannya, Noah Baumbach. Kolaborasi mereka menghasilkan perspektif yang seimbang dalam penyampaian cerita. Unsur humor yang hadir dan skoring musiknya yang memorable berhasil membuat film ini terasa menyenangkan walau mengangkat isu yang cukup berat.Â
Barbie jelas menjadi tontonan wajib bagi berbagai kalangan, kecuali anak-anak berusia di bawah 13 tahun. Film ini memberikan pelajaran tentang pentingnya menghargai setiap individu dan menjadi pribadi yang utuh dan bermakna. Dengan pesan kehidupan yang mendalam, Barbie akan menyentuh hati para penontonnya.
Rating pribadi : 8.5/10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H