"Ganjil Genap" memiliki cerita yang sederhana dan relate dengan kehidupan keseharian kita. Tentang bagaimana sulitnya move on dari mantan, kebingungan untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan, hingga banyaknya hal yang perlu dipertimbangkan ketika menjalin hubungan.
Keresahan dan pertanyaan yang acap kali kita alami di dunia nyata tersebut mampu dituangkan Bene ke dalam medium film. Alhasil, sebagai penonton, kita akan dengan mudah bersimpati dan memahami alasan dari keputusan yang diambil oleh masing-masing karakternya.Â
Dengan durasi 2 jam yang dimilikinya, Bene Dion tahu persis bahwa ia mampu membawakan tema yang terlihat familiar tersebut menjadi lebih dalam, dengan memaksimalkan eksplorasi cerita, serta fokus menyorot berbagai prespektif dari tiap karakternya, sehingga mampu mengajak penontonnya untuk ikut merenungi perihal hubungan romansa di masa dewasa ini.Â
Tidak melupakan esensi dari PDKT
Jika melihat beberapa film romansa lokal belakangan ini, seringkali terlewatkan hal yang penting, yaitu proses pendekatan sebelum memulai sebuah hubungan, yang dikenal dengan istilah "PDKT". Ganjil Genap berhasil mengingatkan kita akan pentingnya proses pendekatan dalam membangun sebuah cerita romansa.Â
Melalui karakter Aiman yang hadir dalam film ini, Bene menunjukkan bahwa proses PDKT juga merupakan salah satu aspek yang krusial sebelum memasuki sebuah hubungan romantis. Gala dan Aiman menghabiskan waktu bersama untuk saling mengenal, baik itu melalui mengungkapkan luka masa lalu, berbagi isi hati, mengetahui hal-hal yang disukai, hingga menggali jati diri masing-masing. Proses pendekatan inilah yang memberikan kesan manis dalam film ini.
Camerawork yang cukup piawai dalam menyorot adeganÂ
Saya menyukai bagaimana Ganjil Genap membuka ceritanya dengan tata kamera yang dikemas bak single take, yang seakan mengajak penontonnya untuk mengenali tahapan yang sudah dilewati dalam hubungan romansa yang dijalani oleh Gala dan Bara selama 8 tahun, hingga ketika Bara mengakhiri hubungannya dengan Gala di basement, penonton mampu merasakan sakit yang Gala rasakan.
Kepiawaian Bene dalam mengkomunikasikan rasa melalui adegan kilas balik/flashback juga patut diacungi jempol. Penonton diajak untuk memahami bahwa Gala mengalami banyak fase yang indah ketika bersama Bara.Â
Ketika Gala sedang berinteraksi dengan orang lain, tiba-tiba terlintas kenangan akan Bara, dan sebaliknya, hal ini berhasil menggambarkan betapa sulitnya melupakan mantan, sebuah pengalaman yang mungkin juga pernah dirasakan oleh penonton.
Selain kepiawaian dalam tata kamera, Bene juga berhasil menghadirkan cerita ini dengan memanfaatkan tempat-tempat populer di Jakarta. Grand Indonesia, restoran ternama, keindahan JPO Jakarta, bioskop CGV, dan beberapa lokasi yang akrab bagi penonton, semakin membuat penonton merasa terhubung dengan cerita ini. Ini juga menunjukkan bahwa film ini menggambarkan hubungan romantis dalam konteks modern.