Guardians of The Galaxy Vol 3 dapat dikatakan sebagai filmnya Rocket, di mana keseluruhan konflik berpusat pada masa lalunya. Eksplorasi masa lalu dari karakter Rocket berhasil dibangun dengan efektif melalui peletakan adegan flashback yang tepat.Â
Flashback yang dihadirkan oleh James Gunn tak hanya sekadar numpang lewat, melainkan juga punya peran yang signifikan dalam membangun ceritanya. Penonton diajak untuk bersimpati pada karakter Rocket, ketika ia menjadi kelinci percobaan oleh High Evolutionary, hingga ia berusaha lepas dan menyelamatkan teman-temannya.
Emosi tersebut tak hanya dibangun berkat naskahnya yang kuat dan dalam, melainkan juga CGI yang luar biasa detail. Bagaimana sorot mata sendu, sorot bagian tubuh yang terluka akibat penyiksaan, juga penggambaran konfliknya yang cukup kelam, mampu membuat penonton merasakan rasa sakit yang dialami oleh karakter Rocket.
Porsi tiap karakter yang cukup dan penokohan yang konsisten
Walau banyak menyorot masa lalu Rocket, bukan berarti perkembangan karakter-karakter lain di Guardians of The Galaxy Vol. 3 menjadi terabaikan. James Gunn mampu dengan piawai menghadirkan pengenalan dan development masing-masing karakter dengan baik.
Peter Quill (Chris Pratt), yang merindukan Gamora (Zoe Saldana) yang dulu, kini menghadapi konflik dengan Gamora yang sekarang tak mengenal dan tidak mencintainya. Konflik dan resolusinya ditampilkan dengan menunjukkan bentuk pendewasaan karakter masing-masing, tanpa membuat Gamora secara instan sadar dan mencintai Quill.
Nebula (Karen Gillan) muncul dengan karakter yang lebih tenang dan dewasa dibanding dua film sebelumnya, sementara Mantis (Pom Klementieff) dan Drax (Dave Bautista) tetap humoris namun dengan pengembangan karakter yang membuat penonton semakin terhubung dengan mereka.
Begitu pula dengan kehadiran karakter baru seperti Adam Warlock (Will Poulter). Motivasi dan latar belakang karakternya cukup berhasil digali dengan baik, walau mungkin development karakternya kurang dieksplorasi lebih dalam. Mengingat karena film ini fokusnya adalah cerita para Guardian, maka hal tersebut dapat dimaklumi.
High Revolutionary sebagai villain utama mampu hadir mengintimidasi. Tiap kali karakternya muncul, penonton dibuat bergidik ngeri dengan kebengisan sosoknya yang memang layak untuk dibenci. High Revolutionary juga sejatinya menggambarkan sosok yang mendambakan "kesempurnaan" dan rela melakukan apapun demi mengejar "kesempurnaan" itu.Â
Hal yang patut diapresiasi dalam film ini adalah soal penokohan yang konsisten. James Gunn berhasil menjaga konsistensi tersebut. Salah satunya adalah komedi yang keluar secara natural tanpa menghilangkan sifat-sifat asli yang dibawa oleh setiap karakter.Â