Mohon tunggu...
Satria Adhika Nur Ilham
Satria Adhika Nur Ilham Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nominasi Best in Spesific Interest Kompasiana Awards 2022 dan 2023 | Movie Enthusiast of KOMiK 2022

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Dinamika Film Indonesia: Semakin Berkembang, Semakin Banyak Tantangan

30 Maret 2023   15:20 Diperbarui: 31 Maret 2023   04:22 1429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Miracle in Cell No.7, salah satu contoh film adaptasi yang paling diminati. Sumber foto : Falcon Pictures

Apakah kamu pecinta film Indonesia? Apa tanggapanmu terhadap kualitas film nasional?

Tanggal 30 Maret diperingati sebagai Hari Film Nasional. Sebagai pecinta film, tahukah kamu siapa yang pertama kali membuat film produksi Indonesia? 

Ya, beliau adalah H. Usmar Ismail, bapak perfilman Indonesia yang membuat film Indonesia pertama pada tanggal 30 Maret 1950.

Berkat karya-karyanya seperti Darah dan Do'a (1950) dan Enam Djam di Jogja (1951), industri perfilman Indonesia mulai berkembang. 

Tidak hanya itu, dia juga mengajak masyarakat yang menggemari film untuk berkontribusi dalam membuat film. Seperti saat beliau membuat film Kafedo (1953), ia memberikan kesempatan dan berbagi wawasan pada anak muda yang tertarik pada penyutradaraan film.

Sumber foto : https://www.wallpaperflare.com/
Sumber foto : https://www.wallpaperflare.com/

Usahanya dalam memajukan industri perfilman Indonesia menimbulkan dampak yang besar, kita bisa melihat banyak sutradara hebat dan aktor yang berbakat di Indonesia sekarang. Film Indonesia semakin banyak diproduksi setiap tahunnya, dan terus berkembang hingga mencapai puncaknya.

Setiap tahun, pasti ada hal baru yang menarik dan membuat kita penasaran dengan dunia perfilman Indonesia. Selalu ada perkembangan, hal-hal baru, yang sangat berdampak pada Film Nasional dari tahun ke tahun.

Untuk memperingati Hari Film Nasional, yuk kita bahas tentang kemajuan dan tantangan dalam industri perfilman Indonesia selama beberapa tahun terakhir.

Film Indonesia semakin beragam

Kolase Poster film Bumi Langit. Instagram/Joko Anwar
Kolase Poster film Bumi Langit. Instagram/Joko Anwar

Kamu pasti sudah tak asing lagi dengan film horor Indonesia. Ya, horor memang jadi genre andalan perfilman Indonesia. Tapi jangan salah, kini film Indonesia nggak hanya sebatas horor atau romansa saja loh.

Beberapa tahun terakhir, industri perfilman kita semakin berkembang, dan genre-genre baru pun mulai diproduksi. Salah satunya adalah genre superhero yang diawali dengan tayangnya Gundala

Karena kesuksesannya yang berhasil mendapat lebih dari 1 juta penonton, universe/semesta superhero Jagat Sinema BumiLangit semakin berkembang dan banyak mengeluarkan film-film superhero baru seperti Sri Asih dan Virgo and The Sparklings.

Hal yang lebih menarik lagi, Jagat Sinema BumiLangit berhasil menghadirkan kekayaan budaya lokal dalam film superhero-nya. 

Kita bisa melihat Sancaka melawan anak buah Pengkor yang tengah menari diiringi musik Sunda dalam film Gundala. Kemudian di Sri Asih, banyak unsur budaya lokal, khususnya Jawa yang muncul. Dan yang terbaru, Virgo and The Sparklings berhasil mengangkat realita pemuda Indonesia saat ini.

Selain itu, konsep plot time-loop yang jarang digunakan di film Indonesia juga mulai diangkat melalui film Sabar, Ini Ujian (2019) dan Kembang Api (2023) Saya pribadi sangat menyukai Kembang Api yang berhasil menggabungkan konsep time-loop dengan pepatah jawa, "Urip Iku Urup".

Sumber foto : instagram.com/filmlikeandshare 
Sumber foto : instagram.com/filmlikeandshare 

Beberapa film terbaru seperti Dua Garis Biru (2019), Like & Share (2023), Autobiography (2022), Before, Now, and Then (2022), dan Dear David (2023) telah berhasil mengangkat isu-isu yang jarang dibicarakan dan terkesan tabu di masyarakat. Mereka berhasil mengemasnya dengan apik dan kompleks sehingga memicu diskusi dan refleksi bagi penonton.

Tak hanya itu, film-film remake juga semakin diminati. Beberapa di antaranya seperti Perfect Strangers, Miracle in Cell No.7, dan My Sassy Girl yang tidak hanya mengikuti cerita aslinya, melainkan juga berhasil menambahkan unsur-unsur lokal sehingga membuatnya terasa lebih dekat dan relatable dengan penonton Indonesia.

Di samping itu, industri perfilman Indonesia juga semakin mengeksplorasi genre lain seperti fantasi horor lokal dalam Jagat Arwah, gaya The Addams Family dalam Losmen Melati, serta thriller dalam film-film seperti Puisi Cinta yang Membunuh dan Berbalas Kejam.

Perkembangan ini menunjukkan bahwa industri perfilman Indonesia semakin matang dan berkembang. Dengan adanya keragaman genre dan tema cerita, para sineas dapat mengekspresikan diri mereka dengan lebih bebas dan kreatif. 

Harapannya, ini akan terus memberikan pengalaman menonton yang beragam dan memuaskan bagi penonton Indonesia.

Film Indonesia Semakin Dikenal

The Big 4 berhasil masuk Top 10 Netflix dunia. Sumber foto : Netflix
The Big 4 berhasil masuk Top 10 Netflix dunia. Sumber foto : Netflix

Industri perfilman Indonesia terus mengalami perkembangan, meskipun sempat terguncang pandemi COVID-19. Hal ini terbukti dari beberapa film Indonesia yang tayang dalam dua tahun terakhir, yang banyak mendapat perhatian dunia. 

Bicara mengenai jumlah penonton, The Big 4 berhasil menjadi film Indonesia yang masuk dalam top 10 film di 53 negara. Selama seminggu, yakni pada 12-18 Desember 2022, film ini ditonton selama lebih dari 16,4 jam di seluruh dunia. Prestasi ini membuktikan bahwa film Indonesia semakin dikenal, dan tak kalah dengan film-film dari negara lain.

Selain dikenal di seluruh dunia, film Indonesia juga meraih banyak penghargaan dalam ajang festival film internasional. Ada Autobiography yang berhasil meraih 14 penghargaan, termasuk Best Screenplay di Asia Pacific Screen Awards 2022

Kamila Andini, salah satu aktris Indonesia, juga berhasil mendapatkan penghargaan JURY PRIZE International Competition dari Brussels International Film Festival atas perannya dalam film Before, Now, and Then

Selain itu, film Like & Share juga meraih penghargaan Best Picture di Osaka Asian Film Festival.

Keberhasilan ini menunjukkan bahwa industri perfilman Indonesia semakin berkembang dan mendapat pengakuan di kancah internasional. Para sineas dan praktisi film Indonesia semakin berani dan kreatif dalam menciptakan film-film dengan berbagai genre dan tema yang menarik. 

Semoga saja perkembangan ini terus berlanjut, sehingga film Indonesia semakin diapresiasi dan dikenal oleh seluruh dunia.

Film Indonesia masih kurang diapresiasi oleh penontonnya

Meskipun industri perfilman Indonesia terus menunjukkan kemajuan dengan banyaknya pencapaian yang diraih, masih ada permasalahan utama yang belum terselesaikan, yaitu kurangnya dukungan dari penonton. 

Meski film Indonesia semakin beragam dan menarik, dari segi cerita, aktor, dan genre, keberagaman ini belum sepenuhnya diapresiasi oleh penonton itu sendiri.

Analisis Singkat: Film Indonesia yang meraih banyak penonton

Horor dan Romansa masih mendominasi

KKN di Desa Penari, film Indonesia terlaris sepanjang masa. Sumber : MD Pictures
KKN di Desa Penari, film Indonesia terlaris sepanjang masa. Sumber : MD Pictures

Walaupun ada begitu banyak genre baru yang hadir, horor dan romansa tetap meraih jumlah penonton terbanyak sepanjang dua tahun belakangan ini. Ada beberapa faktor yang menyebabkan genre horor dan romansa tetap laris manis di pasaran.

Pertama, penonton Indonesia masih gemar dengan cerita mistis yang menegangkan. Banyak penonton yang senang menantang diri sendiri dengan menonton film horor, terutama jika menonton bersama pasangan. 

KKN di Desa Penari menjadi film Indonesia terlaris sepanjang masa, dengan meraih lebih dari 9 juta penonton. Ada pula Pengabdi Setan 2 yang meraih lebih dari 6 juta penonton. Di tahun 2023, hadir Waktu Maghrib yang membawa unsur mitos lokal yang seringkali dibicarakan, dan berhasil meraih lebih dari 2 juta penonton.

Kedua, cerita romansa yang masih digemari bukanlah yang membahas perihal hubungan secara mendalam, melainkan juga memasukkan unsur aksi. Seperti Sayap-Sayap Patah yang membawa isu terorisme, juga Argantara yang membawa permasalahan konflik antar dua kubu sekolah. 

Hal ini dibuktikan dengan peraihan jumlah penonton Argantara yang mencapai lebih dari 1 juta penonton, juga Sayap-Sayap Patah yang meraih lebih dari 2 juta penonton. 

Aktor yang memiliki banyak fans, salah satu strategi film sukses

Sumber foto: Instagram @mencuriradensalehfilm
Sumber foto: Instagram @mencuriradensalehfilm

Fenomena ini dapat diobservasi pada film Mencuri Raden Saleh yang menawarkan genre baru, yaitu heist. Meskipun demikian, film tersebut mampu meraih jumlah penonton yang signifikan berkat cerita yang solid dan intens, serta pengaruh aktor dan aktris-nya yang memiliki basis fans yang besar seperti Iqbal Ramadhan, Angga Yunanda, dan Aghiny Haque.

Film Argantara juga meraih kesuksesan berkat kehadiran Aliando Syarief yang akhirnya kembali terlihat di layar lebar. Padahal, film tersebut menuai kritik dari kalangan kritikus film karena dianggap meromantisasi nikah dini.

Hal ini menunjukkan bahwa kehadiran aktor dan aktris yang terkenal dapat memberikan dampak positif pada jumlah penonton suatu film. 

Namun, hal ini juga menimbulkan pertanyaan apakah faktor popularitas seorang aktor/aktris harus selalu menjadi penentu utama dalam menentukan kualitas sebuah film.

Film adaptasi selalu diminati

Miracle in Cell No.7, salah satu contoh film adaptasi yang paling diminati. Sumber foto : Falcon Pictures
Miracle in Cell No.7, salah satu contoh film adaptasi yang paling diminati. Sumber foto : Falcon Pictures

Ketika melihat sepuluh film Indonesia teratas sejak tahun 2007 hingga 2023, terdapat tujuh di antaranya merupakan film adaptasi, baik itu dari novel, film luar negeri, ataupun wattpad.

Namun, tidak semua film adaptasi luar negeri sukses meraih banyak penonton. Beberapa contoh seperti My Sassy Girl dan Kembang Api hanya mampu menarik sedikit penonton, yaitu hanya 150 ribu untuk My Sassy Girl dan kurang dari 20 ribu penonton untuk Kembang Api.

Adaptasi film luar yang sukses meraih banyak penonton biasanya berasal dari film yang memang sudah sangat terkenal. Salah satunya adalah Miracle in Cell No 7 yang sudah diadaptasi oleh berbagai negara, dan ketika Indonesia membuat versi remake-nya, berhasil memikat lebih dari 5 juta penonton.

Begitu juga dengan adaptasi wattpad dan novel terkenal, seperti Argantara, trilogi Dilan, dan Mariposa yang berhasil meraih jumlah penonton yang tinggi. KKN di Desa Penari juga menjadi salah satu contoh sukses film adaptasi dari sebuah thread karya SimpleMan di Twitter.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa film adaptasi tetap memiliki tempat tersendiri di hati penonton Indonesia. Meskipun tidak semua film adaptasi itu sukses, film-film yang diadaptasi dari karya-karya terkenal biasanya mampu menarik banyak penonton.

Belajar dari Ngeri-Ngeri Sedap, angkat budaya lokal juga bisa memikat banyak penonton

Sumber foto : (Foto: imdb.com)
Sumber foto : (Foto: imdb.com)
Belajar dari kesuksesan Ngeri-Ngeri Sedap, kita dapat menyimpulkan bahwa mengangkat unsur budaya lokal juga bisa menjadi daya tarik bagi penonton. Terlebih lagi, film horor dan adaptasi luar negeri seringkali menjadi pilihan utama para produser untuk meraih banyak penonton. 

Namun, dengan mengemas cerita yang mengandung unsur budaya lokal, penonton dapat merasa lebih terhubung dengan film tersebut.

Dalam Ngeri-Ngeri Sedap, unsur budaya dan adat istiadat suku Batak dihadirkan secara apik dalam cerita, sehingga menarik perhatian banyak orang. Kesuksesan film ini membuktikan bahwa dengan memasukkan unsur budaya lokal dan disertai naskah yang berkualitas, produksi film lokal mampu memikat banyak penonton.

Oleh karena itu, para produser film seharusnya dapat mempertimbangkan potensi yang dimiliki oleh budaya lokal dalam menghasilkan karya yang menarik. 

Film yang mengangkat unsur budaya lokal dapat menjadi pilihan alternatif yang tak kalah menarik dibandingkan dengan film horor atau adaptasi. Tentunya, hal ini juga dapat berdampak positif pada pemajuan budaya lokal di Indonesia.

Surat Cinta untuk pembuat dan penonton film Indonesia

Seiring berkembangnya industri film di Indonesia, tantangan yang dihadapi semakin beragam. Oleh karena itu, para pembuat film perlu meningkatkan kualitas filmnya. Jika genre horor masih menjadi daya tarik utama, maka kualitas naskah dan produksi harus ditingkatkan. Selain itu, genre-genre lain juga perlu dieksplorasi.

Media sosial dapat menjadi sarana promosi yang efektif. Para pembuat film perlu membuat film dengan kualitas terbaik sehingga mendapat review positif dari para kritikus film,dan akhirnya membuat banyak orang tertarik untuk menonton. 

Pemerintah juga harus menghukum tegas pembajak film untuk menghentikan penyebaran film Indonesia yang tayang bajakan. Pembajakan film dapat merugikan industri perfilman Indonesia secara keseluruhan.

Para penonton film Indonesia perlu membuka diri untuk menonton genre film yang berbeda, tidak hanya horor dan romansa. Dengan begitu, mereka dapat mendukung perkembangan industri film Indonesia.

Oleh karena itu, mari kita dukung industri perfilman Indonesia dengan menonton film-film lokal yang berkualitas dan tidak membiarkan pembajakan film terus berlangsung. 

Semoga film Indonesia semakin berkembang, maju, dan diapresiasi oleh para penontonnya. Selamat Hari Film Nasional!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun