Penasaran? Apa yang membuat film ini menarik dan berbeda dari film romansa Indonesia lainnya? Yuk simak, ini ulasannya!
"Posesif" diawali dengan pertemuan yang familiar, khas film-film romansa remaja pada umumnya. Siswi berprestasi bertemu dengan siswa baru yang melanggar aturan, yang kemudian jatuh cinta lewat momen sederhana, yakni dihukum bersama di tengah lapangan.Â
Namun pertemuan sederhana dan familiar itulah yang menimbulkan kesan manis di awal filmnya. Hanya dengan berjalan-jalan ke tempat yang diinginkan, lalu berbincang dan bertukar pikiran, mereka akhirnya saling jatuh cinta. Karena pada hakikatnya, jatuh cinta tak selalu tentang memberi bunga dan memberikan rayuan gombal.
Perhatian demi perhatian Yudhis berikan kepada Lala, yang akhirnya membuat mereka mulai menjalin hubungan asmara. Hadirnya Yudhis juga membuat Lala perlahan sadar akan keinginannya, dan membuatnya mulai mencoba lepas dari kekangan ayahnya.Â
Sebagaimana kita tahu, hubungan asmara biasanya hanya manis di awal saja, dan setelah mulai menjalaninya, disitulah sifat dan karakter asli kita terlihat. Sebagaimana karakter Yudhis, yang awalnya penuh perhatian, perlahan berubah mengekang. Perasaan creepy saya rasakan ketika melihat tatapan mata Yudhis yang penuh amarah dan kecemburuan.
"Posesif" mampu menghadirkan secara perlahan sikap posesif dalam hubungan Yudhis dan Lala dengan cukup detail. Awalnya hanya sekadar kecemburuan biasa dan muncul perasaan kesal karena pasangan yang kurang meluangkan waktu. Namun lama kelamaan, ia mulai melakukan tindakan-tindakan posesif untuk 'mengikat' pasangannya.
Mulai dari menelponnya terus menerus, memeriksa ponsel pasangan, dan tindakan manipulatif lainnya dilakukan Yudhis agar Laras tetap menjadi miliknya.
Berkat directing Edwin yang piawai, dan naskah Gina S.Noer yang cukup matang, mereka mampu mengubah hubungan romansa yang tadinya terlihat manis, berubah bak sajian thriller menegangkan.Â
Penonton dibuat kesal, juga tegang melihat bagaimana manipulatifnya Yudhis terhadap Lala. Perkataan manis yang ia lontarkan, ucapan maaf, semuanya manipulatif dan dilakukan demi bisa 'mengikat' Lala agar tak bisa lepas darinya.