Mohon tunggu...
Satria Adhika Nur Ilham
Satria Adhika Nur Ilham Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nominasi Best in Spesific Interest Kompasiana Awards 2022 dan 2023 | Movie Enthusiast of KOMiK 2022

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"The Glory" dan Fakta Menyesakkan Kasus Bullying di Korea Selatan

18 Januari 2023   21:47 Diperbarui: 21 Januari 2023   19:15 3013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : Netflix/The Glory

Drama Korea seringkali dianggap sebagai cara Korea Selatan untuk menutupi banyak kasus yang terjadi dalam negara mereka. Seperti bullying, kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, dan kasus berat lainnya. 

Padahal, drama Korea tidak selalu membahas tentang romansa manis belaka. Banyak sekali drama Korea yang menunjukkan sisi gelap Korea Selatan, mulai dari "Through The Darkness", "Juveline Justice", dan banyak drama lainnya.

Salah satunya adalah drama Korea terbaru berjudul "The Glory". Drama Korea produksi Netflix ini tengah ramai dibicarakan, dikarenakan temanya yang mengangkat soal pembalasan dendam dari korban bullying. 

Bullying atau perundungan yang diperlihatkan dalam drama tersebut cukup kejam, bahkan sebagian orang akan menganggapnya tak masuk akal.

Namun siapa sangka, ternyata bullying dalam "The Glory" juga berdasarkan kejadian nyata? 

Bullying dalam drama "The Glory"


"The Glory" bercerita tentang Moon Dong-Eun, siswi SMA yang dirundung secara kejam oleh teman-temannya. Salah satu metode bullying yang dilakukan perundungnya adalah dengan menempelkan alat catok rambut yang sudah dipanaskan ke seluruh kulit Moon Dong-Eun. 

Tak hanya itu, ia juga dirundung oleh Jae Joon dan Myeong-Oh, rekan sekelasnya. Ia dipaksa melakukan hal-hal yang tidak logis dan bersifat melecehkan. Seperti menciumnya secara paksa, membiarkannya terbasahi oleh air hujan agar seragamnya jadi transparan.

Perundungnya adalah Park Yeon-Jin, Lee Sara, Myeong-Oh, Jae Joon, dan Hye-Jong. Mereka berlima memiliki persahabatan yang erat, namun sayangnya gemar merundung siswa.

Moon Dong-Eun telah melaporkan perundungan tersebut kepada pihak kepolisian. Namun berkat 'koneksi' yang dimiliki keluarga Park Yeon-Jin, membuat kasusnya dianggap sepele dan wajar. Polisi tak menanggapinya, dan malah membiarkan para perundungnya bebas.

Begitu juga pihak pengajar di sekolah. Mulai dari kepala sekolah hingga guru, mereka hanya diam melihat muridnya dirundung. Bahkan gurunya membentak Moon Dong-Eun, dikarenakan Moon Dong-Eun menulis alasan ia keluar sekolah karena ia dirundung di sekolahnya.

Moon Dong-Eun dengan berat hati memutuskan untuk keluar sekolah. Ia merencanakan pembalasan dendam yang ia persiapkan selama 18 tahun lamanya. Apakah yang akan dia lakukan? Akankah dendamnya berhasil terbayar?

Jawabannya kamu dapat temukan dengan menontonnya di Netflix. Berjumlah 8 episode, drama Korea ini akan membuat emosimu naik turun dengan sisi kelam Korea Selatan yang jarang dibicarakan.

Fakta Kasus Bullying di Korea Selatan

Sumber foto : Heart-n-Seoul.com
Sumber foto : Heart-n-Seoul.com

Korea yang selama ini dikenal dengan industri hiburannya yang populer, dan memperlihatkan sisi glamour dari Korea Selatan, ternyata juga memiliki banyak sisi kelam yang cukup serius di negaranya.

Kasus bunuh diri hampir setiap tahunnya terus meningkat. Sebagaimana yang dikatakan dalam Korea Heald, data dari Badan Statistik Korea Selatan menemukan bahwa bunuh diri menjadi penyebab kematian yang paling umum, dan pelakunya rata-rata berusia di bawah 40 tahun.

Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya tingkat bunuh diri di Korea Selatan adalah bullying. 

Menurut survei dari Kementrian Pendidikan, Sains, dan Teknologi Korea Selatan, bahwa 1 dari 10 siswa dasar dan menengah di Korea Selatan mengalami berbagai bentuk kekerasan fisik oleh teman sebayanya.

Menurut jajak pendapat dari 5,5 juta siswa SD, SMP, dan SMA, sekitar 10 persen responden mengatakan bahwa mereka diintimidasi atau dilecehkan secara fisik setidaknya sekali pada tahun 2012. [1]

Siswi perempuan berusia 15 tahun, Lee Su In, diintimidasi dan dilecehkan oleh teman-temannya hanya karena mereka tidak menyukai penampilannya. Ketika ia melaporkannya kepada guru, keadaannya malah semakin parah. Gurunya hanya menyuruh mereka pergi, tanpa memberi hukuman apapun.

Pada bulan Juni 2021 polisi menyelidiki kasus pembullyan yang dilakukan oleh remaja berusia 15 tahun terhadap temannya yang berdarah campuran Korea dan Vietnam. [2]

Tak main-main, pembullyan yang dilakukannya ini dilakukan dengan penyedot debu. Ia juga telah mengambil 50.000 won, berkisar 45 dolar amerika dari korban dan mengancam akan menyebarkan fakta bahwa ibunya berasal dari Vietnam jika ia menolak untuk membayar.

Menurut survei National Youth Policy Institute pada tahun 2012, sekitar 23,4 persen pemuda Korea berpikir untuk bunuh diri. Alasannya beragam, namun yang paling dominan adalah kekhawatiran tentang prestasi akademik. Disusul masalah keluarga dan kekerasan di sekolah, masing-masing 23,7 persen dan 7,6 persen.

Melihat angka bunuh diri dan perundungan di Korea Selatan yang cukup tinggi, membuat banyak orang bertanya-tanya, mengapa Korea begitu tinggi tingkat perundungannya?

Alasan mengapa kasus perundungan begitu tinggi di Korea Selatan

Tentunya ada banyak faktor yang menyebabkan sekolah-sekolah di Korea memiliki tingkat kasus bullying yang tinggi. Berikut beberapa faktornya :

1. Adanya kelompok yang mengklaim sebagai "Orang yang Kuat"

Adegan bullying drakor The Glory. (Foto: dok. Netflix)
Adegan bullying drakor The Glory. (Foto: dok. Netflix)

Sebetulnya di negara manapun, selalu ada orang-orang yang merasa dirinya kuat. Ia menganggap dirinya lebih superior dari orang lain, dan menganggap orang lain rendah dan berhak untuk dijelekkan. Perilakunya beragam, mulai dari sekadar iseng menjahili teman, hingga yang paling parah adalah bullying.

Dalam lingkup sekolah, ketika siswa yang merasa dirinya kuat dan suka merundung jumlahnya lebih dominan, maka siswa yang tadinya merupakan anak yang baik, bisa saja ia memutuskan untuk bergabung dengan kelompok yang gemar merundung. Daripada dirundung, aku lebih baik ikut dengan para perundung, pikirnya. 

Dalam drama "The Glory" juga dapat terlihat, bahwasannya tak semua perundung Moon Dong-Eun merupakan orang kaya dan punya kuasa. Ada juga yang terlahir dari keluarga miskin, dan mereka terpaksa bergabung untuk menjadi perundung, demi menyelamatkan dirinya sendiri.

2. Indikasi sukses di Korea yang sangat sempit

Sumber foto: Netflix/The Glory
Sumber foto: Netflix/The Glory

Kebanyakan dari orang Korea menganggap bahwasannya kesuksesan hanya dapat ia raih di kota Seoul. Sedangkan jika bekerja di kota lain, maka hidupnya akan biasa-biasa saja dan kurang sukses.

Pandangan tersebut menyebabkan kota Seoul menjadi pusat dari seluruh aktivitas masyarakat Korea. Bekerja, hidup, kuliah, berumah tangga, indikator kesuksesannya adalah ketika melakukannya di Seoul. 

Bahkan anak-anak SD disana ketika ditanya, "Rumahmu dimana?", maka pertanyaan mereka bukan untuk mengetahui letak rumah temannya tersebut, melainkan untuk mengetahui harga rumahnya.

Bagaikan piramida, orang-orang saling berkompetisi untuk berada di paling atas. Mereka sibuk mencari cara untuk bisa ke atas, tanpa menyadari bahwasannya ada banyak jalan alternatif lain untuk mendapat kesuksesan.

Maka ketika orang-orang yang sudah berada di atas ini melihat ke bawah, mereka akan menganggapnya remeh dan layak untuk dihina. Maka muncullah kasus perundungan.

3. Anak-anak di Korea lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah

Sumber foto : Netflix
Sumber foto : Netflix

Dalam Drama Korea "The Glory" dapat kita lihat bagaimana Moon Dong-Eun yang dirundung dari siang hingga malam, yang membuat kita bertanya, kemana orang-tuanya? Ada apa dengan kehidupan sekolah di Korea Selatan?

Di Korea Selatan, kebanyakan orang-tua sibuk dengan pekerjaannya, baik itu suami maupun istri, yang membuat mereka harus mengirimkan anak-anaknya ke tempat kursus. 

"Daripada di rumah nanti anak tidak ada kegiatan, lebih baik belajar lagi di tempat kursus"

Kebiasaan tersebut telah menjadi budaya, dan menyebabkan anak-anak yang tidak ke tempat kursus tidak akan mempunyai teman dan akan sangat tertinggal ketika menghadapi ujian di sekolahnya.

Budaya kursus ini dimulai dari sejak SD, hingga jenjang-jenjang selanjutnya. Sehingga seseorang dapat bertemu dengan temannya hingga 12-15 jam/hari.

Maka ketika seseorang dirundung, perundungan tersebut akan menjadi kehidupan sehari-harinya. Bagi yang merundung pun juga akan menjadi bagian dari hidupnya.

Akibatnya, karena ia sudah mengganggap hal tersebut merupakan bagian dari hidupnya, dan kurangnya komunikasi yang baik dengan orang-tua, membuatnya tak berani untuk speak up atau mengambil tindakan. Perundungan akan terus terulang, dan lama kelamaan dapat menjadi budaya buruk di sekolah.

4. Tidak percaya dengan agama

Sumber foto : Netflix/The Glory
Sumber foto : Netflix/The Glory

Ketika seseorang memiliki agama, maka setidaknya ia dapat mengetahui hal apa yang dibolehkan dan hal apa yang dilarang. Agama juga membuat seseorang lebih rendah hati, tidak sombong atas pencapaian yang ia dapat, karena pada hakikatnya pencapaiannya tersebut juga didapat berkat karunia dari tuhan.

Di Korea, memeluk agama bukanlah suatu kewajiban, yang membuat kebanyakan dari mereka juga tidak beragama. Alhasil, ketika mereka mendapat suatu prestasi, atau kesuksesan, maka mereka akan menyombongkan diri dan menganggap bahwasannya itu berkat hasil kerja kerasnya.

Hal tersebut menyebabkan seseorang akan dengan mudah merendahkan orang-lain, dan cenderung akan melakukan perundungan terhadap orang yang dianggap lebih rendah darinya.

Sebagaimana yang dilakukan Park Yeon-Jin, yang meremehkan tuhan, bahkan menghinanya dengan berpenampilan tak layak ketika berada di gereja. Lantas, jika pada tuhan saja ia tidak takut, apalagi dengan manusia?

Sumber foto : dok. Netflix/The Glory
Sumber foto : dok. Netflix/The Glory

Itulah beberapa alasan dari penulis mengenai alasan mengapa tingkat perundungan di Korea Selatan begitu tinggi. Bagaimana pendapatmu?

Sejatinya drama Korea dibuat agar orang-orang Korea dapat belajar mengenai bagaimana seharusnya mereka hidup. Dengan adanya drama Korea, semoga saja orang-orang Korea bisa lebih care terhadap isu yang terjadi dalam negaranya sendiri.

Kasus perundungan atau bullying sejatinya tak hanya terjadi di Korea Selatan saja, melainkan juga di negara-negara lain, termasuk Indonesia. Dengan melihat fakta-fakta diatas, seharusnya kita bisa lebih aware terhadap lingkungan sekitar kita, khususnya lingkup sekolah.

Bagi orang-tua, agar anak tak menjadi perundung ataupun korban, perlu komunikasi yang baik dan ajarkan bagaimana kita seharusnya menghargai orang-lain. 

Bagi pengajar, maka sudah seharusnya untuk melindungi para siswa dari budaya bullying. Juga sebagai teman yang baik, bantu dan bela temanmu yang terkena bullying, dan laporkan pelakunya kepada pihak yang berwenang.

Maka jika kita sudah mulai peduli dengan masalah bullying ini, semoga saja angka perundungan bisa terus berkurang.

_________________________________

Sumber :

[1] asiaone.com, 2012. "S. Korea struggles to save students from bullying", https://www.asiaone.com/health/s-korea-struggles-save-students-bullying, diakses pada 17 Januari 2023 pukul 14:15 WIB.

[2] koreantimes.co.kr, 2021. "Student of mixed Korean heritage falls victim to bullying", https://www.koreatimes.co.kr/www/nation/2021/06/119_310366.html, diakses pada 17 Januari 2023 pukul 15:13

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun