Bahkan anak-anak SD disana ketika ditanya, "Rumahmu dimana?", maka pertanyaan mereka bukan untuk mengetahui letak rumah temannya tersebut, melainkan untuk mengetahui harga rumahnya.
Bagaikan piramida, orang-orang saling berkompetisi untuk berada di paling atas. Mereka sibuk mencari cara untuk bisa ke atas, tanpa menyadari bahwasannya ada banyak jalan alternatif lain untuk mendapat kesuksesan.
Maka ketika orang-orang yang sudah berada di atas ini melihat ke bawah, mereka akan menganggapnya remeh dan layak untuk dihina. Maka muncullah kasus perundungan.
3. Anak-anak di Korea lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah
Dalam Drama Korea "The Glory" dapat kita lihat bagaimana Moon Dong-Eun yang dirundung dari siang hingga malam, yang membuat kita bertanya, kemana orang-tuanya? Ada apa dengan kehidupan sekolah di Korea Selatan?
Di Korea Selatan, kebanyakan orang-tua sibuk dengan pekerjaannya, baik itu suami maupun istri, yang membuat mereka harus mengirimkan anak-anaknya ke tempat kursus.Â
"Daripada di rumah nanti anak tidak ada kegiatan, lebih baik belajar lagi di tempat kursus"
Kebiasaan tersebut telah menjadi budaya, dan menyebabkan anak-anak yang tidak ke tempat kursus tidak akan mempunyai teman dan akan sangat tertinggal ketika menghadapi ujian di sekolahnya.
Budaya kursus ini dimulai dari sejak SD, hingga jenjang-jenjang selanjutnya. Sehingga seseorang dapat bertemu dengan temannya hingga 12-15 jam/hari.
Maka ketika seseorang dirundung, perundungan tersebut akan menjadi kehidupan sehari-harinya. Bagi yang merundung pun juga akan menjadi bagian dari hidupnya.
Akibatnya, karena ia sudah mengganggap hal tersebut merupakan bagian dari hidupnya, dan kurangnya komunikasi yang baik dengan orang-tua, membuatnya tak berani untuk speak up atau mengambil tindakan. Perundungan akan terus terulang, dan lama kelamaan dapat menjadi budaya buruk di sekolah.