Mohon tunggu...
Satria Adhika Nur Ilham
Satria Adhika Nur Ilham Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nominasi Best in Spesific Interest Kompasiana Awards 2022 dan 2023 | Movie Enthusiast of KOMiK 2022

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"KKN di Desa Penari", Visual Menarik Namun Ceritanya Kurang Mampu Membuat Penonton Bergidik

1 Mei 2022   01:42 Diperbarui: 1 Mei 2022   21:26 2451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamu pasti tahu mengenai sebuah cerita di utas twitter yang sempat viral di tahun 2019 lalu. Ya! Cerita "KKN di Desa Penari" mendapat banyak sekali perhatian dan respon dari para warganet. Pasalnya, kisah yang diceritakan oleh @SimpleM81378523 diangkat dari kisah nyata tentang pengalaman KKN sekumpulan mahasiswa di sebuah desa terpencil yang dekat dengat desa yang menyeramkan, yakni desa penari.

Karena kisah tersebut viral dan tersebar dimana-mana. Salah satu rumah produksi, yakni MD Pictures, tertarik untuk menggarap kisah tersebut menjadi sebuah film.

MD Pictures memilih Awi Suryadi sebagai sutradara film ini. Mungkin salah satu alasannya adalah karena Awi Suryadi juga sukses menyutradarai beberapa film horror seperti Danur, Asih, dan beberapa film horror lain.

Film "KKN di Desa Penari" awalnya dijadwalkan tayang pada 19 Maret 2020. Namun karena adanya wabah covid yang melanda Indonesia, penayangannya diundur hingga akhirnya tayang pada 30 April 2022. 

Namun, apakah penantian selama 2 tahun ini akan terbayar tuntas ketika menonton filmnya? Apakah filmnya mampu semenyeramkan ceritanya di utas twitter?

Yuk simak, ini ulasannya!

Plot


Film "KKN di Desa Penari" bercerita tentang sekumpulan mahasiswa dan mahasiswi, yakni Ayu (Aghniny Haque), Widya (Adinda Thomas), Nur (Tissa Biani), Wahyu (Fajar Nugraha) , Bima (Achmad Megantara), dan Anton (Calvin Jeremy) yang hendak melaksanakan KKN di salah satu desa terpencil. 

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, mereka disambut oleh Pak Prabu, kepala desa setempat yang memberitahu mereka mengenai desa yang akan mereka tinggali, dan aturan apa saja yang mereka harus patuhi di desa tersebut.

Namun, baru saja sampai di desa tersebut, Widya mendengar suara gamelan yang cukup keras, namun teman-temannya tidak mendengarnya.

Awalnya, kegiatan KKN ini berjalan dengan lancar. Namun perlahan, satu persatu dari mereka mulai merasakan kejanggalan dan mereka mengalami kejadian-kejadian aneh di desa tersebut.

Nur akhirnya menemukan fakta bahwa salah satu dari temannya ada yang melanggar aturan yang paling fatal di desa tersebut.

Sumber foto : MD Pictures
Sumber foto : MD Pictures

Plot di film ini nampaknya memang sengaja mengikuti cerita aslinya di utas twitter. Dengan mengambil dua sudut pandang, yakni Widya dan Nur.

Penonton akan dimanjakan dengan visualisasi cerita yang sama persis dengan cerita aslinya. Bisa dibilang, film ini adalah gambaran langsung cerita yang ada di utasnya.

Namun sayangnya, karena plot ceritanya yang terlalu menjiplak cerita aslinya. Rasanya adegan-adegan di film ini terasa melompat-lompat tanpa benang merah yang jelas.

Bagaikan membaca utas twitter yang terpisah, film KKN di Desa Penari ini hanya menampilkan potongan-potongan kejadian horror yang dialami oleh sekumpulan mahasiswa/i di desa tersebut.

Tak ada perasaan menegangkan yang dibangun sejak awal, semuanya terasa begitu tiba-tiba dan tak melibatkan proses perkembangan karakternya.

Bahkan film ini sama sekali tak merepresentasikan judulnya yang membawa tema KKN. Tak ada satupun adegan yang menampilkan mahasiswa/i tersebut sedang melakukan program kerjanya.

Pertanyaan penulis ketika menonton film ini, kok mereka KKN tapi keliatannya gak ngapa-ngapain ya?

Sumber Foto : MD Pictures
Sumber Foto : MD Pictures
Penulis saja yang menonton film ini tanpa membaca utasnya, merasa bingung dan bosan dikarenakan alurnya yang lompat-lompat. Tiba-tiba karakter a mengalami kejadian ini, karakter b mengalami kejadian itu, membuat penulis merasakan bahwa film ini memiliki cerita yang biasa saja. Tak begitu menarik, namun juga tidak terlalu buruk.

Banyak adegan-adegan yang seharusnya bisa dipotong agar tak terlalu memakan durasi. Seperti adegan mandi yang dilakukan oleh Widya yang hanya menyiramkan air terus menerus namun tidak memakai sabun.

Walau sepele, namun penonton yang melihatnya akan merasa bosan dan bertanya-tanya mengenai fungsi dari adanya adegan tersebut untuk apa.

Penyelesaian cerita di ending juga terasa biasa saja. Elemen-elemen emosional dan drama yang hadir di menit-menit terakhir dalam drama rasanya kurang mampu untuk menarik perhatian.

Mungkin karena sedari awal, penonton tak diajak untuk bersimpatik dengan karakter-karakter yang ada di filmnya.

Visual dan Set-Up Lokasi

Sumber foto : MD Pictures
Sumber foto : MD Pictures

Film ini cukup baik dalam memvisualisasikan sebuah cerita utas ke dalam sebuah film. Set-up tempat desa cukup sukses menimbulkan kesan desa yang misterius. Visualisasi tempat dan karakter-karakternya dibuat semirip mungkin dengan cerita aslinya, sehingga para pembaca utasnya akan sangat merasa senang ketika menonton film ini. 

Penulis sendiri belum begitu paham apakah memang hantu yang dihadirkan di film ini tak begitu menyeramkan karena mengikuti cerita aslinya atau tidak.

Pasalnya, para penonton pun tak merasa takut ketika menonton film ini, bahkan perasaan tegang pun hanya ada di bagian akhir film. Visualisasi hantu yang dihadirkan tak begitu menakutkan dan akan dengan mudah dilupakan oleh para penontonnya.

Desain kostum penari-penari yang ada di film ini dihadirkan dengan baik dan adegan ketika sedang menari pun mampu membuat penontonnya merasakan budaya yang dihadirkan di film ini. Walau memang, cerita asal usul mengenai para penari ini juga tak disampaikan dengan jelas.

Set-Up lokasi yang dihadirkan cukup mampu membuat suasana menjadi menegangkan. Hanya saja, tetap terasa kurang jika aspek ceritanya terasa berantakan.

Akting Para Pemain

Nur (Tissa Biani) dalam film
Nur (Tissa Biani) dalam film "KKN di Desa Penari" | Sumber foto : Imdb

Akting para pemain disini tak begitu spesial, bahkan beberapa ada yang terkesan dipaksakan. Seperti karakter Ayu (Aghniny Haque) yang terlihat memaksakan untuk berbicara dengan aksen jawa. Alhasil, karakternya jadi terasa kurang natural. Juga beberapa pemain laki-laki yang kurang mampu menampilkan karakter yang seperti orang jawa asli. 

Namun, ada beberapa akting para pemain yang patut untuk diapresiasi. Seperti Nur (Tissa Biani) yang mampu berdialog bahasa jawa dengan lancar layaknya orang jawa asli. Juga Widya (Adinda Thomas) ketika kesurupan yang mampu membuat kesan menyeramkan di dalam filmnya. 

Wahyu (Fajar Nugraha) juga menjadi salah satu daya tarik tersendiri di film ini. Karakternya mampu membuat penonton tertawa dan merasa terhibur, di tengah adegan-adegan yang terasa begitu lambat dan karakternya mampu mengurangi rasa bosan penonton ketika menonton filmnya.

Juga jangan lupa dengan Mbah Buyut (Diding Boneng) yang hadir dan membuat penonton merasakan kesan misterius di dalam dirinya. Aktingnya ketika menjamu dan memberikan kopi kepada Widya mungkin akan menjadi adegan yang cukup memorable bagi para penonton. 

Sinematografi dan scoring musik

Sumber foto : MD Pictures
Sumber foto : MD Pictures

Diantara begitu banyaknya kekurangan yang ada di film ini, tetap ada sisi yang memang patut untuk diacungi jempol. Ya! Sinematografi dan shoot adegan yang memanjakan mata, dan mampu menghidupkan suasana horror di dalam filmnya. Terutama ketika kamera menyorot adegan mahasiswa/i tersebut masuk hutan hingga sampai ke desa. Perpindahan gambar rumah dari gelap ke terang juga indah dan nyaman untuk dilihat.

Selain sinematografi, scoring musik juga yang membuat suasana horror di film ini terasa lebih hidup. Walau banyak memiliki kekurangan dari segi cerita, namun setidaknya scoring musik di film ini mampu menutupinya. Beberapa musik yang hadir, apalagi ketika adegan penari dengan suara gamelan, mampu membuat penonton merasakan suasana tegang di dalam filmnya.

Sumber foto : MD Pictures
Sumber foto : MD Pictures

Overall, Film "KKN di Desa Penari" menjadi film horror yang serba kurang, terutama dalam aspek penceritaan dan latar belakang karakter. Terlalu mengikuti cerita aslinya membuat film ini layaknya potongan-potongan kejadian horror yang disajikan tanpa cerita dan benang merah yang jelas. Seandainya sutradara dan penulis naskah film ini mau mengeksplor ceritanya lebih dalam, mungkin hasilnya bisa lebih baik. 

Namun walau kurang dari segi cerita, aspek visual, sinematografi, dan scoring musik cukup mampu menutupi kekurangan yang ada di dalam filmnya. 

Penulis sendiri merekomendasikan bagi kamu yang sudah membaca cerita utasnya di twitter, agar menonton film ini. Mungkin film ini akan meninggalkan kesan yang berbeda bagi penonton yang sudah pernah membaca cerita aslinya. Untuk kamu yang belum pernah membaca cerita aslinya, sebaiknya turunkan ekspektasi dan jangan terlalu banyak berharap pada film ini.

Score pribadi : 6/10

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun