Akting para pemain disini tak begitu spesial, bahkan beberapa ada yang terkesan dipaksakan. Seperti karakter Ayu (Aghniny Haque) yang terlihat memaksakan untuk berbicara dengan aksen jawa. Alhasil, karakternya jadi terasa kurang natural. Juga beberapa pemain laki-laki yang kurang mampu menampilkan karakter yang seperti orang jawa asli.Â
Namun, ada beberapa akting para pemain yang patut untuk diapresiasi. Seperti Nur (Tissa Biani) yang mampu berdialog bahasa jawa dengan lancar layaknya orang jawa asli. Juga Widya (Adinda Thomas) ketika kesurupan yang mampu membuat kesan menyeramkan di dalam filmnya.Â
Wahyu (Fajar Nugraha) juga menjadi salah satu daya tarik tersendiri di film ini. Karakternya mampu membuat penonton tertawa dan merasa terhibur, di tengah adegan-adegan yang terasa begitu lambat dan karakternya mampu mengurangi rasa bosan penonton ketika menonton filmnya.
Juga jangan lupa dengan Mbah Buyut (Diding Boneng) yang hadir dan membuat penonton merasakan kesan misterius di dalam dirinya. Aktingnya ketika menjamu dan memberikan kopi kepada Widya mungkin akan menjadi adegan yang cukup memorable bagi para penonton.Â
Sinematografi dan scoring musik
Diantara begitu banyaknya kekurangan yang ada di film ini, tetap ada sisi yang memang patut untuk diacungi jempol. Ya! Sinematografi dan shoot adegan yang memanjakan mata, dan mampu menghidupkan suasana horror di dalam filmnya. Terutama ketika kamera menyorot adegan mahasiswa/i tersebut masuk hutan hingga sampai ke desa. Perpindahan gambar rumah dari gelap ke terang juga indah dan nyaman untuk dilihat.
Selain sinematografi, scoring musik juga yang membuat suasana horror di film ini terasa lebih hidup. Walau banyak memiliki kekurangan dari segi cerita, namun setidaknya scoring musik di film ini mampu menutupinya. Beberapa musik yang hadir, apalagi ketika adegan penari dengan suara gamelan, mampu membuat penonton merasakan suasana tegang di dalam filmnya.
Overall, Film "KKN di Desa Penari" menjadi film horror yang serba kurang, terutama dalam aspek penceritaan dan latar belakang karakter. Terlalu mengikuti cerita aslinya membuat film ini layaknya potongan-potongan kejadian horror yang disajikan tanpa cerita dan benang merah yang jelas. Seandainya sutradara dan penulis naskah film ini mau mengeksplor ceritanya lebih dalam, mungkin hasilnya bisa lebih baik.Â
Namun walau kurang dari segi cerita, aspek visual, sinematografi, dan scoring musik cukup mampu menutupi kekurangan yang ada di dalam filmnya.Â
Penulis sendiri merekomendasikan bagi kamu yang sudah membaca cerita utasnya di twitter, agar menonton film ini. Mungkin film ini akan meninggalkan kesan yang berbeda bagi penonton yang sudah pernah membaca cerita aslinya. Untuk kamu yang belum pernah membaca cerita aslinya, sebaiknya turunkan ekspektasi dan jangan terlalu banyak berharap pada film ini.