Siapa yang tak kenal dengan candi Borobudur? Candi yang pembangunannya diperkirakan menghabiskan 75-100 tahun lebih dan dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825, ternyata memiliki berbagai keajaiban yang menjadikannya menjadi pusat dunia.
Selama ini, banyak orang yang mengira bahwasannya Candi Borobudur hanyalah sekedar tempat wisata atau candinya Umat Buddha. Ketika orang-orang datang ke sana, mereka hanya menjadikannya sebagai objek foto dan pemandangan yang indah. Jarang sekali orang yang datang untuk mempelajari budayanya dan sejarahnya.
Ingat, kawan. Mempelajari sejarah dan budaya bukan hanya tugas ilmuwan ataupun arkeolog, bukan. Mempelajari budaya dan sejarah adalah kewajiban kita sebagai anak bangsa Indonesia. Kita harus mampu mempelajarinya dan menyebarkannya di berbagai penjuru dunia. Agar apa? Agar mereka tahu bahwa Indonesia bisa menjadi pusat peradaban dunia.Â
Jika kita ingin melihatnya lebih dalam, sesungguhnya Borobudur memiliki sisi "tersembunyi" yang akan membuatmu kagum dengannya. Salah satunya adalah instrumen musik yang terpampang di relief candi Borobudur sejak lebih dari 1300 tahun yang lalu.
Dilansir dari situs soundofborobudur.org, terdapat sebanyak 226 relief alat musik tiup, petik, pukul, dan bermembran, serta 45 relief Ansambel di dinding candi.
Hingga saat ini, musik-musik tersebut sudah menyebar dan dimainkan di berbagai tempat di Indonesia, juga di berbagai penjuru dunia. Hal tersebut seharusnya sudah membuat kita semakin yakin bahwasannya Borobudur telah menjadi peradaban yang mewarnai kehidupan dunia saat ini.
Sound Of Borobudur, upaya anak bangsa dalam menggaungkan kembali peradaban dan menjadikan Borobudur pusat musik dunia.
Hingga kini, banyak upaya yang dilakukan oleh tokoh-tokoh masyarakat serta musisi dalam menggaungkan dan menyebarkan sejarah bahwasannya borobudur adalah pusat musik dunia, salah satunya lewat gerakan Sound Of Borobudur.
Apa itu Sound Of Borobudur?
Sound Of Borobudur adalah gerakan kebangsaan melalui budaya yang dilakukan dengan menggaungkan kembali bunyian peradaban Borobudur yang terpendam selama ribuan tahun, agar dapat dimanfaatkan di masa depan. Salah satunya melalui media seni yang digunakan dalam mengajarkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Hal ini menjadi modal utama untuk membangun negara serta rakyat Indonesia agar lebih baik lagi.
Bagaimana cara mereka merealisasikan ide tersebut?
Seluruh instrumen yang terpampang di relief candi Borobudur yang telah di reaktulisasikan (proses penyegaran dan pembaruan terhadap nilai-nilai masyarakat) akan dimainkan dalam Sound Of Borobudur Orchestra, dan diharapkan dapat dipergelarkan ke seluruh penjuru dunia sebagai duta budaya Indonesia.
Dengan dilakukannya gerakan Sound Of Borobudur, para wisatawan lokal serta turis asing pun dapat mengetahui bahwasannya Borobudur semakin mengukuhkan slogan parawisata kita, yakni Wonderful Indonesia. Wonderful Indonesia adalah bukti bahwasannya Indonesia kaya dengan ketakjuban, dari alam maupun budayanya.
Sound Of Borobudur juga menjadi sarana untuk menunjukkan kepada masyarakat Indonesia dan warga dunia bahwasannya sejak dulu bangsa Indonesia sudah memiliki Peradaban Tinggi dan Budaya luhur yang masih dipertahankan hingga kini.Â
Perjalanan Sound Of Borobudur
Jika dihitung sejak awal gagasan Sound Of Borobudur muncul, tandanya sudah 5 tahun gerakan ini berjalan.Â
Gagasan Sound Of Borobudur lahir pertama kali pada pertengahan Oktober tahun 2016. Waktu itu, tim Japung Nusantara (Jaringan Kampung Nusantara) yang terdiri dari Trie Utami, Rully Fabrian, Redy Eko Prastyo, KRMT Indro Kimpling Suseno, dan Bachtiar Djanan, sedang berdiskusi mempelajari literatur buku foto-foto karya Kassian Cephas tentang relief Karmawibhangga di kediaman KRMT Indro Kimpling Suseno, sang pemrakarsa Borobudur Cultural Feast.Â
Mereka berencana untuk merekonstruksi tiga instrumen musik dawai, yang bentuknya diambil dari relief Karmawibhangga nomor 102, 125, dan 151. Pengerjaan pembuatan tiga alat musik ini dipercayakan kepada Ali Gardy Rukmana, seniman muda dari kota Situbondo, Jawa Timur.
Ketiga buah dawai ini ditampilkan di depan publik untuk pertama kalinya pada acara Sonjo Kampung yang bertempat di Omah Mbudur, Dusun Jowahan, Desa Wanurejo, kecamatan Borobudur. Kemudian alat-alat musik ini diluncurkan dalam acara pembukaan Borobudur Cultural Feast pada tanggal 17 Desember 2016, di lapangan Lumbini yang berada di area Candi Borobudur.
Tak hanya sampai disitu, tim Japung Nusantara terus bergerak mengeksplorasi, meriset, mewujudkan, dan membunyikan kembali berbagai alat musik yang tepahat di relief-relief Karmawibhangga, Jataka, Lalitavistara, Avadana, dan Gandavyuha di candi Borobudur.Â
Usaha yang mereka lakukan selama bertahun-tahun kini telah membuahkan hasil, Kini Sound of Borobudur telah berkembang menjadi sebuah orkestra yang telah melibatkan 40 musisi dalam proses penciptaan, aransemen, dan album rekaman yang berisi 12 komposisi lagu, yang semuanya dimainkan dalam beragam instrumen yang berasal dari relief Borobudur, dengan Purwa Tjaraka sebagai Executive Producer.Â
Dengan adanya Sound Of Borobudur, masyarakat tak lagi hanya menganggap Borobudur sebagai tumpukan batu dan menjadi latar belakang untuk berselfie. Masyarakat jadi dapat merasakan Borobudur tanpa perlu ke candinya langsung.Â
Melalui musik-musiknya, masyarakat Indonesia serta dunia dapat mengetahui bahwa Borobudur pusat musik dunia. Dimana dari sanalah musik-musik yang indah lahir, dan menjadi duta diplomasi budaya yang membuat penduduk dunia dapat mengeapresiasi Borobudur, bahkan mengapresiasi Indonesia.
Jadi, yuk tunjukkan bahwa kita, sebagai warga negara Indonesia, mampu untuk menyebarkan dan membuktikan kepada dunia bahwa negeri ini memiliki berbagai kebudayaan yang menjadi pusat kebudayaan dunia. Mulai sekarang, yuk perbanyak mempelajari sejarah dan budaya.
Kamu dapat mempelajarinya lebih dalam melalui website soundofborobudur.org. Gunakan media sosialmu sebagai sarana untuk menyampaikan bahwa Borobudur adalah pusat musik dunia. Dengan itu, tandanya kamu telah berkontribusi dalam membuat budaya bangsa Indonesia semakin dikenal dan menjadi pusat peradaban dunia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H