Seluruh instrumen yang terpampang di relief candi Borobudur yang telah di reaktulisasikan (proses penyegaran dan pembaruan terhadap nilai-nilai masyarakat) akan dimainkan dalam Sound Of Borobudur Orchestra, dan diharapkan dapat dipergelarkan ke seluruh penjuru dunia sebagai duta budaya Indonesia.
Dengan dilakukannya gerakan Sound Of Borobudur, para wisatawan lokal serta turis asing pun dapat mengetahui bahwasannya Borobudur semakin mengukuhkan slogan parawisata kita, yakni Wonderful Indonesia. Wonderful Indonesia adalah bukti bahwasannya Indonesia kaya dengan ketakjuban, dari alam maupun budayanya.
Sound Of Borobudur juga menjadi sarana untuk menunjukkan kepada masyarakat Indonesia dan warga dunia bahwasannya sejak dulu bangsa Indonesia sudah memiliki Peradaban Tinggi dan Budaya luhur yang masih dipertahankan hingga kini.Â
Perjalanan Sound Of Borobudur
Jika dihitung sejak awal gagasan Sound Of Borobudur muncul, tandanya sudah 5 tahun gerakan ini berjalan.Â
Gagasan Sound Of Borobudur lahir pertama kali pada pertengahan Oktober tahun 2016. Waktu itu, tim Japung Nusantara (Jaringan Kampung Nusantara) yang terdiri dari Trie Utami, Rully Fabrian, Redy Eko Prastyo, KRMT Indro Kimpling Suseno, dan Bachtiar Djanan, sedang berdiskusi mempelajari literatur buku foto-foto karya Kassian Cephas tentang relief Karmawibhangga di kediaman KRMT Indro Kimpling Suseno, sang pemrakarsa Borobudur Cultural Feast.Â
Mereka berencana untuk merekonstruksi tiga instrumen musik dawai, yang bentuknya diambil dari relief Karmawibhangga nomor 102, 125, dan 151. Pengerjaan pembuatan tiga alat musik ini dipercayakan kepada Ali Gardy Rukmana, seniman muda dari kota Situbondo, Jawa Timur.
Ketiga buah dawai ini ditampilkan di depan publik untuk pertama kalinya pada acara Sonjo Kampung yang bertempat di Omah Mbudur, Dusun Jowahan, Desa Wanurejo, kecamatan Borobudur. Kemudian alat-alat musik ini diluncurkan dalam acara pembukaan Borobudur Cultural Feast pada tanggal 17 Desember 2016, di lapangan Lumbini yang berada di area Candi Borobudur.
Tak hanya sampai disitu, tim Japung Nusantara terus bergerak mengeksplorasi, meriset, mewujudkan, dan membunyikan kembali berbagai alat musik yang tepahat di relief-relief Karmawibhangga, Jataka, Lalitavistara, Avadana, dan Gandavyuha di candi Borobudur.Â
Usaha yang mereka lakukan selama bertahun-tahun kini telah membuahkan hasil, Kini Sound of Borobudur telah berkembang menjadi sebuah orkestra yang telah melibatkan 40 musisi dalam proses penciptaan, aransemen, dan album rekaman yang berisi 12 komposisi lagu, yang semuanya dimainkan dalam beragam instrumen yang berasal dari relief Borobudur, dengan Purwa Tjaraka sebagai Executive Producer.Â
Dengan adanya Sound Of Borobudur, masyarakat tak lagi hanya menganggap Borobudur sebagai tumpukan batu dan menjadi latar belakang untuk berselfie. Masyarakat jadi dapat merasakan Borobudur tanpa perlu ke candinya langsung.Â