Mohon tunggu...
Satria Adhika Nur Ilham
Satria Adhika Nur Ilham Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nominasi Best in Spesific Interest Kompasiana Awards 2022 dan 2023 | Movie Enthusiast of KOMiK 2022

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memaknai Cerita Rakyat, Apa yang Akan Terjadi Jika Malin Kundang Hidup di Zaman Ini?

10 Januari 2021   07:16 Diperbarui: 11 Januari 2021   04:02 1949
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita rakyat adalah cerita yang turun temurun diceritakan secara lisan, dan mengandung berbagai macam makna di dalam ceritanya. Di Indonesia, ada banyak sekali cerita rakyat yang tersebar di berbagai daerah. Salah satunya adalah Malin Kundang.

"Kukutuk kau menjadi batu!" 

Ketika mendengar kalimat tadi, pasti kamu akan langsung menebak bahwa itu adalah cerita Malin Kundang. Siapa sih, yang gak tahu cerita tersebut?

Malin Kundang bercerita tentang keluarga miskin di sebuah desa. Hiduplah seorang perempuan miskin yang hidup bersama anaknya, Malin Kundang. Sehari-hari, perempuan itu menjadi seorang nelayan. Ketika dewasa, Malin Kundang juga membantu ibunya. Namun, penghasilannya tidak bisa untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. 

Malin Kundang akhirnya berniat pergi ke kota untuk mengubah nasibnya. Ibunya akhirnya mengizinkan, berangkatlah Malin Kundang ke kota. Ibunya sekarang menjadi kesepian, ia terus menerus memikirkan Malin Kundang, dan membuatnya jadi sakit-sakitan, sedangkan Malin Kundang sudah tak pernah mengabari.

Beberapa tahun kemudian, Malin Kundang telah menjadi saudagar kaya. Malin memiliki banyak kapal, juga seorang istri bangsawan yang cantik. 

Suatu hari, Malin ingin melihat keadaan desanya. Ia membawa banyak uang untuk dibagikan di sana. Ia mengajak istrinya juga para pekerjanya. Sampailah Malin ke desanya.

Dengan kesombongannya, ia langsung membagikan uang tersebut kepada warga. Warga merasa senang. Salah satu warga ada yang mengenal Malin, dan akhirnya memberi tahu ibunya bahwa Malin telah menjadi saudagar kaya. Ibunya akhirnya memutuskan untuk ke dermaga melihat Malin.

"Kau telah pulang, Nak," seru ibunya.

Malin sebenarnya mengenal ibunya, namun ia malu untuk berbicara kepada istrinya. Apalagi ibunya memakai pakaian yang sangat lusuh. Dengan kesombongan diri, Malin berkata bahwa wanita tersebut hanyalah pengemis yang mengaku-ngaku sebagai ibunya. 

Ibunya sakit hati teramat sangat. Dirinya tak percaya bahwa Malin yang dulunya amat patuh menjadi anak yang durhaka. Ibunya akhirnya mengutuk Malin menjadi batu. Seketika hujan turun lebat dan petir menyambar, seketika Malin Kundang berubah menjadi batu.

Lantas, bagaimana jadinya jika Malin Kundang hidup di zaman ini?

Mungkin ceritanya tak akan jauh berbeda. Malin bisa saja menjadi pembisnis sukses, atau seorang politikus, atau orang terkenal. Pasti akan menarik perhatian orang-orang jika ibu dari seorang pebisnis adalah seorang yang miskin.

Bisa saja, anaknya akan menyuruh ibunya agar tak mengakui bahwa dia adalah anaknya di depan publik, atau bisa jadi ia akan menyampaikan secara terang-terangan bahwa itu bukanlah ibunya.

Mengapa Malin Kundang begitu malu dengan kondisi ibunya?

Ini adalah pertanyaan paling penting di ceritanya. Mengapa Malin harus malu? Memangnya kenapa kalau Ibunya miskin? Mungkin kita akan bertanya-tanya seperti itu. Padahal, hal yang dialami Malin adalah bentuk implementasi dari rasa insecure yang berlebihan.

Malin merasa Insecure dengan kondisi keluarganya yang miskin, ia malu mengakui hal tersebut. Ia takut harga dirinya turun, dan orang-orang akan menertawakan dirinya. Apalagi ia sudah menjadi saudagar kaya, bagaimana mungkin ibunya adalah seorang yang miskin?

Dengan rasa insecure terhadap keluarga sendiri, membuat Malin dikutuk menjadi batu. Insecure memang menjadi permasalahan yang dialami oleh setiap manusia. Merasa diri rendah, merasa keluarga rendah, merasa tidak hebat dan tidak punya apa-apa, membuat diri kita jadi terkekang dalam kegelisahan yang membuat hidup kita berantakan. Seakan-akan segala anugerah yang diberikan tuhan sudah tak ada lagi harganya.

Dengan segala ketamakan, kita merasa ingin memiliki segalanya. Hal itu terjadi pada Malin. Ia haus akan kekayaan dan popularitas. Oleh karena itu, jika ia mengakui bahwa wanita itu adalah ibunya, maka popularitasnya akan turun dan orang-orang akan menjauhinya. Padahal kenyataannya belum tentu seperti itu. Namun otaknya sudah was-was, dan dia membuat kemungkinan sendiri dan keputusan yang tidak tepat.

Kita bisa saja menjadi Malin. Apalagi di dunia yang sudah berkembang ini. Rasa haus akan popularitas, kadang membuat kita lupa dengan jati diri kita sendiri. Kita sibuk mencari like, comment, dan follower. Namun pada akhirnya hal itu hanyalah semu belaka. Satu-satuna cinta yang abadi adalah cinta keluarga, bukan cinta di dunia maya.

Mengapa hanya Malin Kundang yang dikutuk menjadi batu? 

Bukankah ada banyak anak durhaka di dunia ini? Mengapa hanya Malin Kundang yang dikutuk menjadi batu? Pertanyaan itu akan sering kita dengar ketika mendengar kisah Malin Kundang.

Jawabannya sederhana, mungkin sekarang tak ada lagi yang dikutuk menjadi batu, namun bukanlah tubuhnya yang menjadi batu, melainkan hatinya. Banyak orang yang tak sadar, ketika ia durhaka kepada orang tuanya, hatinya akan menjadi semakin keras seperti batu. Empati akan hilang, dan kesombongan semakin menjadi-jadi. Mungkin itu adalah cara terbaik untuk menghukum orang-orang yang durhaka.

Dengan hati yang keras, hidup kita akan berjalan bagai peperangan, kita akan menganggap orang yang tak sejalan sebagai musuh, dan apapun kita lakukan demi mencapai kekuasaan juga popularitas. Pada akhirnya, hidup kita akan berantakan. Walau sukses, hati kita tetap tak akan tenang.

Doa seorang Ibu itu manjur nak!

Pernah mendengar seorang ibu berdoa agar anaknya menjadi orang sukses, ternyata anaknya menjadi benar-benar sukses? Hal itu menunjukkan bahwa doa Ibu memang mustajab, dan selalu dikabulkan oleh tuhan.

Namun, jika anaknya durhaka, bisa saja ibunya mendoakan hal-hal buruk kepada anaknya layaknya Malin Kundang. Maka dari itu, penting bagi seorang ibu untuk berusaha agar selalu mendoakan yang baik-baik untuk anaknya.

Lantas, apa yang harus kita lakukan agar tak menjadi seperti Malin Kundang?

Sebagai anak, penting untuk selalu menjaga perasaan orangtua. Jaga ibu dan ayahmu dengan baik, dan buat mereka bahagia. Karena jika mereka bahagia, maka hidup kita juga akan berjalan menjadi lebih tenang dan kita akan diberikan berbagai macam kemudahan oleh tuhan.

Jaga pertemananmu, jika kamu berteman dengan orang yang menerimamu apa adanya, maka kamu akan berani untuk tampil apa adanya dirimu. Namun sebaliknya, jika kamu berteman dengan orang yang melihat dirimu hebat, maka kamu akan berusaha untuk selalu tampil hebat walau kenyataanya mungkin berbalik.

Selalu bersyukur dengan kondisi yang ada. Kamu tidak perlu berusaha untuk memiliki segalanya. Sadarilah bahwa kita hanyalah manusia yang lemah, kita tak akan mampu berbuat apapun jika tuhan tak mengizinkan.

Yang penting, kita bisa percaya diri dengan diri sendiri juga keluarga. Nggak masalah kalau kamu tidak tampan dan kaya, asalkan kamu memiliki hati yang baik, maka sesungguhnya kamu telah memiliki segalanya.

Bersyukur, Berbakti, Bersabar adalah kunci jawabannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun