Harapan terakhirnya adalah anak sapi, yang juga menolak. "Aku tidak ingin mengambil terlalu banyak tanggung jawab. Jadi, aku tidak dapat membantu kamu." Sekarang anjing-anjing itu sudah dekat. "Apa yang harus saya lakukan?" Sebelum dia bisa memikirkan sesuatu yang lebih, dia lari. Dengan sekuat tenaga dia lari! Untungnya dia lolos tapi dia tidak pernah mendapatkan banyak teman lagi. Dia telah memetik pelajarannya
***
Mia terlihat bingung, "Berarti cerita ini ngajarin kita buat ga bertemen ya kak? Kok temennya kucing jahat-jahat banget?"
Aku tersenyum, tanganku mengelus-elus kepalanya sembari berkata, "Nggak gitu dek."
"Berteman memang hal yang mengasyikkan. Apalagi di umur kamu yang sekarang ini, berteman rasanya akan menyenangkan. Kamu mungkin akan ngerasa bahwa temen kamu bener-bener peduli sama kamu." Ucapku menjelaskan.
"Tapi, semakin dewasa, nantinya teman kita perlahan akan menghilang. Lebih tepatnya menghindar. Mungkin sekarang temen kita peduli banget sama kita, tapi kita gak pernah tahu apa yang akan terjadi esok lusa."
"Saat dewasa nanti, semua teman-temanmu akan sibuk dengan urusannya sendiri. Hanya sedikit teman-teman yang tetap menanyakan kabar dan memberikan semangat. Itulah teman yang harus kamu pertahankan."
"Kalau kamu punya teman yang ketika dewasa nanti masih sering menghubungi dan menyemangatimu, jaga teman itu. Karena teman itu adalah teman sejatimu. Teman sejati tidak akan meninggalkan temannya hingga ajal menjemput."
Mia terdiam, berusaha mencerna kalimatku yang memang agak sedikit berat jika dicerna oleh anak-anak.
"Jadi, lebih baik kita punya sedikit teman namun teman itu bermanfaat dan membantu kita, daripada kita punya banyak teman namun gak ada yang bisa ngertiin kita?", Tanya Mia.
"Hmm, iya kayak gitu."