Dimana -kebetulan- kehidupan modern yang kita rasakan sekarang, selalu saja berkelindan dengan masalah intoleransi, yang mengutamakan ego guna meraih kepentingan entitasnya saja? Merasa gak?
Hal inilah yang bisa menjadi ancaman dan penghalang kita guna mewujudkan keharmonisan seperti lantunan Gamelan jawa tadi. Dan sudah melahirkan keanekaragaman berupa alunan musik daerah, serta tarian daerah Nusantara.
Dan terbukti, keharmonisan atas beragamnya kebudayaan Nusantara itu mampu jua berdiri kokoh, terpelihara bak bangunan candi Borobudur di Magelang sana.
Dan akhirnya, dari alat musik tadi, mampu jua menuliskan kembali resep bertoleransi kepada generasi dunia selanjutnya. Generasi yang gemar berwisata ke Borobudur nanti? Lho kok harus Borobduur sih?
Mampukah Wisata Borobudur, Kiblat Toleransi itu ya?
Rasanya wajar sih gaung Borobudur menggema di mana saja! Terlebih ketika kaki kita berada di Bandara YIA, Kulon Progo ini. Getarannya terasah!
Menjelajah wisata Kebudayaan Jogyakarata juga rasanya tidak lengkap jika tidak menjenguk wisata Borobudur yang berjarak 42 KM saja.
Hemm.. mengapa harus ke Borobudur? Jika alasaanya berwisata, niatan itu mudah saja terwujud! Banyak sekali paket travel yang sanggup menghantarkan kita ke sana, lewat Bandara YIA ini.
Dimanjakan seperti itu, bisa saja kita berseloroh, jika objek wisata Borobudur –memang- seperti anak emas saja ya? Dan sengaja disajikan, sebagai menu pilihan wisata utama kita, pas berada di Jogyakarta ini. Wajar gak sih?
Satu hal yang menjadi doktrin untuk berwisata ke Borobudur, yakni objek Borobudur sudah menjadi warisan dunia. Dimana Borobudur dipercaya berhasil memanacarkan banyak dimensi kehidupan kebudayaan apa saja pada masyarakat Nusantara masa lampau.