Gila aja, merebaknya pandemi Covid-19 beberapa pekan di bulan Maret ini, sudah membuat ekonomi Indonesia bergoyang poco-poco. Pada senin (23/30) lalu, saya mencatat nilai tukar Rupiah menyentuh Rp 16.550 per-dollarnya.
Indikator ini bisa menjadi simpulan awam saya terhadap perekonomian negara yang --bisa-- mengarah negatif dan berdampak kepada masyarakat, iya kayak kita-kita ini.
Jika dibreakdown, indikator lain yang patut diwaspadai adalah nilai IHSG yang sempat anjlok 14.52% pada 23-27 Maret lalu. Belum lagi dana asing yang keluar mencapai Rp 20 Triliun akibat kepanikan investor, sepekan Covid 19 merebak di Indonesia.
Pada Maret 2020, total dana asing tercatat yang sudah keluar banyak berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) sudah mencapai Rp 112 triliun serta  saham sebesar Rp 9.2 trilun. Belum lagi ditambah dengan merosotnya harga komoditas minyak dunia.
Data-data ekonomi seperti ini memang banyak menimbulkan tafsir-tafsir negatif, tentang apa yang terjadi masa mendatang akibat penyebaran Covid-19 yang jua marak di seluruh dunia.
Dan Menteri Keuangan, Bu Sri Mulyani malah memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa saja hanya tubuh 2.5 % atau bahkan 0% akibat pandemi Corona ini, bila dalam kurun 3-6 bulan nanti belum mereda. Artinya apa, kalian bisa tafsir sendiri!
Duh kamu panik? Samalah saya juga panik! Terus? Ya kita berdoa kepada Tuhan saja, supaya Pandemi Covid-19 bisa lekas usai ya, Aamiin.Â
Lockdown dan kepanikan kita!
Berdoa sudah! Lantas istilah Lockdown menggema, beberapa negara juga sudah menerapkannya sebagai upaya ikhtiar meredakan meluasnya Covid-19 ini. Namun penerapan lockdown jua masih belum efektif dalam hal pencegahan, terutama dampak  ikutani Sosial, ekonomi dan Politik. Akhirnya membuat pertumbuhan ekonomi -tumbuh melamban pula.
Jika tren lockdown terus berlanjut, tentu akan mematikan sumber produksi, dan membuat bahan konsumsi terutama pangan harian menjadi langka dan mahal. Ini mendasar sekali kan?
Dan ini yang seharusnya menjadi kunci masalah dalam penerapan ikhtiar lockdown, Work Form Home (WFH) atau apalah namanya. Dimana kebijakan tersebut merekomendasikan semua warga untuk tetap di rumah saja dengan seabreg aktifitasnya.
Melihat inflasi Maret 2020 saja, sampai minggu keempat, BI juga memperkirakan inflasi melebar 0.13%. Dan sumber inflasi  ini katanya berasal dari produk emas, sayuran, buah-buahan da bahan pangan lainnya.
Lockdown atau karantina wilayah memang --mau tidak mau- harus dilakukan untuk mengurangi meluasnya Covid-19. Saya sepakat seribu persen! Namun apakah kunci keberhasilannya yakni berupa mengurai ancaman inflasi dan memastikan keberadaan bahan pangan itu bisa terjamin oleh Pemerintah selama penerapan? Duh dibuat panik dua kali-kan kita!
Lawan pendemi lewat hobbi!
Hastag #dirumahaja, menurut saya adalah seruan yang apik dalam membungkus tafsir istilah Lockdown atau karantina wilayah, atau isolasi terbatas, atau istilah-istilah yang --mungkin- bisa saja begitu seram untuk dicerna.
Berada di dalam rumah untuk menjalani Work From Home, segala aktivitas apa saja seharusnya bisa dikerjakan melalui tehnology virtual. Lantas bisakah efektif? Tergantung sih dari masing-masing kita saja.
Kalau pribadi saya, dengan mengisolasi diri dan tidak kemana-mana, bisa saja malah melemahkan stabilitas sistem keuangan (SSK) keluarga saya. Dampaknya #dirumahsaja sudah terasa, dimana bisnis properti yang saya kerjakan juga mandek, dengan tertundanya pembayaran sewa tenant yang jua banyak terdampak pandemi ini.
Padahal pembayaran KPR dan pinjaman di Bank atas properti tadi juga harus saya putar dari sewa properti yang tertunda itu. Jawaban atas solusi tadipun masih membisu untuk diselesaikan. Ya sudah, menjalani #dirumahaja, demi  maslahat orang banyak, mungkin bisa memberikan pemakluman itu?
Namun saya masih punya Hobbi yang bisa membuat happy dan membuat fleksibelitas SSK keluarga bertahan, dan bisa terus diimprove. Apa itu? Iya saya giat berkebun sayuran dan memelihara ikan sejak lama, meski hanya sekedar hobbi. Hasilnya ya, minimal saya bisa menikmati hari selama di rumah saja dengan prasangka yang jua postif.
Di pekarangan saya yang cukup luas, sekitar seperempat hektar, saya menyebar, dan menanam kebun hidroponik yakni selada dan juga kangkung, ada juga cabai. Dan juga ada ikan lele  serta  nila yang saya satukan dengan sistem tumpang sari media airnya, dengan prinsip proses fishelss cycling. Ada juga sih yang menggunakan bak probiotik.
Produksinya ya lumayan cukup, untuk memenuhi ketahanan pangan internal keluarga dan buat menjadikan rasa hati aman soal pangan harian, dan tidak terjebak dengan panic buying yang bisa saja selalu menjadi prasangka di kepala.
Jika ada produksi lebih hasil berkebun tadi, saya juga biasanya menawarkannya kepada tetangga satu ring di wilayah komplek perumahan sekitar saya. lumayan bisa memasok sekitar 10-15 KK dalam jumlah cukup. Malah, beberapa pekan ini, ya saya kewalahan untuk memenuhi pesanan mereka, karena produksi tidak mencukupi setiap hari.
Terkadang seminggu saya bisa panen 3 kali. Ikan lele yang berumur 2-3 bulan, bisa disortir dan dijual, sekali panen bisa mencapai 15-20 Kg dan sayur mayur bisa lebih dari 25 ikat selada dan kangkung, serta ada juga Cabai sekira 1-2 Kg.
Jika dihitung bisa omset yang didapat 2-3 juta per-pekannya. Untuk bibit lele saya produksi sendiri serta bibit sayuran sisa stok dan masih banyak di rumah.
Wajar sih ramai, di masa WFH semua orang komplek maunya dirumah saja, itu pertanda semua orang di mari sepertinya taat anjuran pemerintah untuk selalu menjaga jarak aman untuk sementara tidak bepergian kemanan-mana ---social distancing-- Itu bagus!
Transaksinya pun terbilang gaya, lewat Whatsapp saja untuk menawarkan ada atau tidaknya persedian. Jika ada, ya saya antar, dan pembayarannyapun via transfer mobile-banking, ya meski jumlahnya tidak banyak. Lumayan, tidak repot menerima uang kembalian. Namun materi itu bukan tujuan utama, tapi hanya suatu pencapaian kontribusi yang semampu saya bisa lakukan saat ini, dan bisa melakukannya menjadi puas sekali!
Hobbi berkebun dan memelihara ikan ini gampang sekali dijalankan di rumah. Dimana sumber air yang digunakan bisa bersamaan digunakan berbarengan untuk hidroponik dan juga media hidup ikan lele, yang bisa diputar menjadi satu siklus.
Harapannya dengan sistem ini nutrisi amonia yang dihasilkan dari kotoran dan pakan ikan lele, akan terurai menjadi nitrat dan nitrit yang bisa digunakan dan diserap tumbuhan sebagai pupuk dalam media hidroponik itu.
Namun tentu juga ada media filter air yang berisi bebatuan rapat, tempat sarang bakteri pengurai ammonia, sebelum diputar kembali sebagai media air hidroponik.Â
Sistem tentu saja membuat hemat dan mudah dalam penerapan hobbinya kan? Tinggal menyusun rak media pipa untuk memperbanyak produksi sayuran saja. Untuk teknisnya nanti bisa saya tulis di tulisan mendatang ya!
Hobi adalah solusi #dirumahsaja!
Mencermati hal ini, lantas bisa saja menjadi simpulan ternyata menjadi gampang kali untuk tetap di rumah saja, dan meniati menjauhi pandemi penyebaran covid-19 inikan? Kita tidak menjadi bosan, dan malah bisa membuat ketenangan atas kepanikan apapun soal lockdown.
Dengan perut yang kenyang menjadi senjata awam untuk bisa berpikir tenang selama di rumah saja? Dan tentu saja kita bisa menyelamatkan katahanan pangan di satu ring wilayah kita, untuk tidak juga ikutan panic buying.
Andaikan saja ada tiga-empat orang yang mau menyediakan pekarangannya untuk mengimprovisasikan hobbi seperti saya ini, malah bisa-bisa dapat dijadikan peluang usaha baru, dan sekaligus ikut memebantu pemerintah dalam menjaga harga inflasi tadi, yang ujungnya bisa berdampak pada pertahanan SSK negara malah.
Namun jika ada saja yang mengatakan wajar saya suka hobi ini karena basic saya adalah sarjana perikanan yang tidak salah juga sih. Namun poinnya, sih tidak melulu orang harus melakukan hobbi seperti saya.
Namun semua bisa melakukan hobbi postif yang disukai masing-masing dirumah, yang bisa saja berhubungan dengan solusi atas masalah covid-19 di sekitar kita kan? Dan juga terpenting menjadi solusi atas dampak ekonomi yang mengikutinya. Ambil asik saja sih dengan apa yang bisa diperbuat walau hanya di rumah saja kan?
Makroprudensial di tengah Covid-19, Â menciptakan SSK Negara?
Nah dalam banyak hal, kita wajar berharap banyak kepada negara, untuk lekas menyelesaikan masalah ini secepatnya. Namun saya percaya, Negara pastilah punya beribu cara dalam menagani masalah ini.
Tentunya ya balik lagi, selain  kesehatan masyarakat terpenting, harus ditemukan bagaimana menguatkan Stabilitas Sistem Keuangan negara agar resiko keuangan tidak berulang pada masa krisis moneter 1998 lalu.
Makroprudensial bisa menjadi kebijakan menyeluruh yang akan memetakan dan mematau resiko tadi, dan memilihkan instrumen yang tepat, dan menelurkan kebijakan tepat.
Inflasi dan nilai tukar rupiah  menjadikunci dalam penguatan SSK tadi. Sehingga diharapkan kelonggaran  Makroprudensial akan mencari solusi atas dua masalah tadi.  Ambil contohnya,  kebijakan menaikkan dan menurunkan suku bunga Bank. Prosesnya yang bisa kita cerna, adalah jika suku bunga dinaikkan, akan memperlambat kredit dan sebaliknya menurunkannya akan merangsang kredit.
Dalam hal ini dimaksudkan kenaikan dan penurunan dan hadirnya kebijakan Makroprudensial akan tercipta keseimbangan dimana pertumbuhan kredit akan terjaga tidak terlalu tinggi atau rendah. Harapannya ya tadi, jika kredit terlalu tinggi dan terjadi krisis moneter tentu akan mengganggu SSK kan?
Di sisi lain, BI juga akan bertanggung jawab dalam menjaga nilai tukar Rupiah, bukan dalam konteks rendah atau tingginya nilainya, namun selalu disesuaikan dengan kebutuhan.
Nah dalam hal konteks SSK tadi dan Makroprudensial, saya, kamu bahkan kita bisa membantu penerapannya, tentu saja dengan ikut menjaga inflasi dengan tidak melakukan panic-buying karena hal tersebut malah bisa menimbulkan panic-selling yang berujung pada melebarnya inflasi yang menjadi kunci ketahanan SSK negara dalam konteks luas.
Berperilaku positif ketika dirumah saja, di pekan-pekan mendatang bisa menjadi cermin dalam ikut menguatkan kebijakan apapun dari Pemerintah dan menjadikannya solusi kan?
Hobbi saya semoga bisa menjadi bagian dari harapan tadi. Lantas bagaimana dengan hobbi mu? Ya mungkin saja, hal ini bisa jadi tambah menarik sih, buat disimak dan kita lakukan! Makin asik di rumah aja jadinya kan lewat hobbi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H