Duh kehadiran Smartphone anyar selalu saja ingin menggoda kita ya, terpampang di etalase media sosial atau promo e-commerce. Beli ga ya? Itu baru satu dan banyak godaan sih? Eits, tapi ada duitnya ga sih!
Bergaya hidup dengan barang hidup mewah kayaknya sudah menjadi impian kita deh? Jika ada yang menjawab 'tidaaaak' pun tidak apa-apa! --hik-
Tapi saya yakin ketika kita melihat barang baru sejenis Smartphone anyar tadi --impor lagi-, terus dijaja dengan harga miring, kita langsung aja julid! Terus berpikir kalau ada yang murah, ngapain yang mahal? Mau ah!
Perkara Ilegal atau legal nomer nganu, yang penting speknya bener asli. Istilah Illegal di kepala kita bisa saja hanya mengacu soal pajak yang kita tenggarai menjadi musabab harga barang-barang keren tadi melambung saja! Ah pemikiran yang logis sih? Orang jawa bilang bener tapi ora pener --kata pak Ganjar-
Jika kita sudah berpikir seperti itu ya sudah, bisa saja kita langusung merealisasikannya melalui jendela media sosialitu  untuk segera memilikinya kan? Asal ada niat, bergaya hidup mewal illegal itu mudah kok, banyak cara! Coba saja! Ga ada yang tahu juga itu barang Illegal kan, hanya Tuhan yang tahu dan mencatatnya!
Media Sosial, surga dan neraka Netizen?
Di pesawat Garuda Indoenesia yang baru saja dibeli, jenis Airbus A330-900 seri Neo, ternyata terdapat motor gede Harley Davidson dan sepeda premium, mereknya Bromtox yang diduga dibeli diluar negeri. Dan katanya ini adalah milik salah satu Direksi Garida-nya sendiri lho.
Jika benar! Ya ampun ya berarti orang kaya --sekelas Dirut lho- Â demen juga kok bergaya hidup mewah, apalagi yang kita-kita ini, terus kamu, aku iya kita!
Masalahnya sepele, dengan membeli barang tadi di luar negeri dan menitipkannya di pesawat Garuda yang kebetulan balik ke Indonesia tentu saja merugikan negara dari sektor pajak. Hem, mungkin saja sang Dirut dengan titel 'orang dalem' bisa mengangap mudah melakukan penitipan begitu! Tapi jika mau berbaik sangka mungkin ini adalah yang pertama dan terakhir ya pak Dirut?
Kasus ini lagi hangat ya, modelnya ya sama saja sih seperti proses jasa penitipan baranng atau Jastip yang dulu jua marak. Bisnis ini yang cukup dijalankan di media sosial ini tentu saja sangat menggiurkan. Bisnis Online Jasti itu sekedar bekerja dengan liburan --murah meriah-
Jika saja Bea Cukai, rajin menyisir perilaku ini, negara bisa saja memutar deras keran pemasukan negara ya dalam rangka ya untuk pembangunan juga. Tapi bagaimana jika Bea Cukai sendiri adalah pemainnya? Pertanyaannya wajar tapi ga  usah dijawab! Nanti dosa dan panjang!