Setuju atau tidak, kecenderungan masyarakat, memasuki perayaan hari raya, selalu saja konsumtif ya?
Bagi yang setuju, setidaknya kita satu-rasa dalam menikmati hidup sebagai masyarakat kecil. Dimana tuntutan akan barang kebutuhan pokok biasanya melangit, ditambah harga-nya yang juga mencekik.
Sengaja sih istilah masyarakat kecil atau wong cilik, menjadi predikat yang biasa banyak dipakai dan disuka oleh siapa saja-kan pada momen-momen tertentu? Termasuk saya dan kamu juga bisa!
Nah dalam konteks itu, dengan mudah kita bisa mendapati fenomena 'biasa' yang disegaja atau tidak sengaja, yang luput juga kita lakukan kala merasakan kenaikan harga menjelang hari raya misalnya.
Fenomena yang saya maksud, dimana semua golongan status ekonomi masyarakat. Baik golongan masyarakat yang kaya --menengah keatas-- dan miskin biasanya akan berduyun-duyun dan mencoba ikut menikmati bentuk Program pemerintah yang populis, yang menawarkan harga bahan pokok dengan harga murah. Entah mereka akan gunakan sendiri, atau malah mengkomersilkannya kembali.
Padahal program Pemerintah tadi sebenarnya ditujukan untuk menekan lonjakan harga bahan pokok mendekati hari raya, bagi kalangan golongan masyarakat menengah kebawah, yang tak kuasa menjangkaunya. Seperti kebijakan operasi pasar dan penyaluran Beras miskin, misalnya.
Nah saya hanya mau katakan, disinilah hal yang bisa saya maksudkan sebagai gejala candu ketergantungan masyarakat terhadap harga bahan pokok yang murah ala-ala 'populis' yang bisa digulirkan Pemerintah setiap menjelang hari Raya, dan juga momen-momen Tahun Politik.
Akhirnya, memang harus ada cara lain yang out-the-box dalam  mengupayakan program ketersediaan dan juga kestabilan harga bahan pokok yang fair, disertai dengan sistem pengawasannya yang tegas.
Agar idealnya semua sisiem perekonomian berjalan sesuai proporsional. Yang kaya bisa mandiri mencukupi kebutuhannya, dan si miskin seperti kita, layak harus dibantu sebagai tanggung jawab Pemerintah.
Dan muaranya kebijakan operasi pasar tak lagi  menjadi Abuse dari segelintir orang untuk menguntungkan dirinya sendiri, atau malah Pemerintah sendiri?
Eh atau mungkin saja kita adalah bagian dari mafia tadi? Dan bisakah kita melepasakan diri dari candu itu? Hitung-hitung sebagai upaya me-revolusi mental bangsa ini kedepan!
Tantangan Penyediaan Bahan Pokok Dengan Harga Ke-ekonomiannya!
Mencari akar penyebab terjadinya fluktuasi Sembako di tengah masyarakat menjelang hari Raya dan momen penting lainnya, selalu tersandung dalam dua hal besar yakni hal masalah distribusi dan juga tataniaga produk pangan yang dibutuhkan ya?
Yuk, kita  bayangkan luasnya negeri kita. Stok pangan yang tersedia sebagian besar di daerah produksi harus disitribusikan ke penjuru pulau yang tersebar di Nusantara yang hampir 17 ribu pulau ini.
Misalkan biaya pengiriman beras dari Surabaya ke Medan lebih mahal daripada pengiriman barang pokok dari Vietnam ke Jakarta.
Lalu, yang kedua, kita juga telah paham saja tentang panjangnya rantai pasokan bahan pokok juga rentan mengakibatkan perbedaan harga tingkat produsen dan konsumen yang melebar. Hal itu malah sudah menjadi bancakan pada kelompok tertentu.
Apalagi di masa menjelang hari raya saat ini, keseimbangan hukum ekonomi antara permintaan, produksi dan penawaran bisa saja timpang, dengan marakanya  perilaku Monopoli, Kartel maupun Oligopoli tadi, yang dilakukan berbagai oknum tadi.
Memang sih, jumlah kebutuhan bahan pokok (Sembako) masyarakat cuma sembilan saja ya. Namun mencukupkan ketersediaan kesembilan-nya dengan harga yang selalu terjangkau tidak selalu mudah.
Masih ingat, kesembilan bahan pokok (Sembako) kita? Mereka adalah beras ( termasuk sagu dan jagung), gula pasir, sayur-sayuran termasuk buah-buahan, daging meliputi sapi, ayam dan ikan, minyak goreng, susu, telur, minyak tanah (gas elpiji) dan garam ber-iodium.
Dan bukan lagi hanya sekedar kebijakan  mengimpor bahan pokok itu, lalu menggelar operasi pasar murah bagi 'masyarakat kecil' dimana-mana. Itu mah biasa!
Kehadiran BULOG, Sebuah Solusi?
Jika kita ingat, pada tahun 1997-1998, dimana harga kebutuhan pokok terutama beras meroket tinggi, akibat ekskalasi sosial, ekonomi dan politik, buah dari krisis ekonomi. Dan Bulog berhasil mengambil peran dalam  melaksanakan program bantuan pangan melalui Operasi Pasar Khusus (OPK).
Penunjukkan Bulog, sebagai badan yang bertanggung jawab pada program itu didasari oleh kesiapan sarana pergudangan, SDM dan stok beras yang tersebar di seluruh Indonesia. Kesemuanya sudah teruji dapat menjinakkan medan jangkauan negara Indonesia yang begitu luas nan buas.
Dalam amanat Inpres No 3 tahun 2012. Memang Bulog mengambil peran besar dalam penyaluran beras miskin dan masalah Perberasan. Sehingga Bulog, yang saat ini selalu saja kita kenal  bermain pada domain pengelolaan Perberasan nasional semata, padahal tidak juga sih.
Sebagai perusahaan yang jua mengemban tugas publik dari Pemerintah. Bulog juga bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan menjaga dasar pembelian untuk gabah padi, stabilisasi harga bahan pokok, menyalurkan beras miskin dan pengelolaan stok pangan.
Sehingga dari kegiatan semacam ini, akan melahirkan sistem ekonomi yang profesional dan tidak melulu mengandalkan sistem ekonomi yang bersifat populis dan membebankan  anggaran Pemerintah dalam mengelola ketahanan pangan di setiap saat. Tapi Apa iya bisa?
Bisa dong! Apalagi saat ini dengan pembangunan infrastruktur yang lebih baik oleh Pemerintah, tentu akan memanjakan kendala distribusi bahan pokok bisa teratasi. Sembari terus memantapkan sistem tata niaga bahan pokok tersebut hingga berharga keekonomian yang terjangkau, dari kegiatan hulunya hingga hilirnya yang tersebar di setiap RW wilayah perkotaan  dan desa.
Yakin KITA Bisa Melepaskan Candu Ketergantungan Itu!
Semenjak 2017 lalu, Pemerintah lewat Kementrian Perdagangan memang juga sebenarnya telah berhasil membuat formulasi kebijakan Harga Ecerean Tertinggi  (HET) beberapa bahan Sembako. Gula pasir misalnya dipatok dengan HET Rp 12.500/Kg, Minyak goreng dengan HET Rp 11.000/liter dan daging beku dengan HET Rp 80.000/Kg.
Hemm, saya jadi ingin menarik kembali kata out-the-box diatas ke dalam bagian tulisan ini. Untuk menantang, bisakah harga kebutuhan pokok diterapkan seperti penetapan satu harga untuk BBM Se-Indonesia yang juga telah sukses dijalankan Pertamina? Seperti mimpi kita padatulisan saya sebelumnya.
Dimana, kedepan Pemerintah harus bisa  menenetukan nilai fixed dan bukan harga kisaran lagi dari sebuah komoditas bahan pokok dan itu berlaku di seluruh pelosok negara Indonesia ini ya? Tanpa terkecuali.
Nah dengan produk KITA dari Bulog, beragam harga komoditas pokok akan berlaku fixed satu kualitas yakni mudah, murah dan sehat.
Langkah out-the-box yang diterjemahkan Bulog bisa kita lihat dari produk yang dikeluarkannya berupa produk beras dalam kemasan sachet ukuran 200 Gr seharga Rp 2500. Selain itu adapula produk gula ManisKita ukuran 1 Kg yang dijual Rp 12.000-an.
Daging beku, dengan branding DagingKita dijual pula dengan harga Rp 80.000-an per Kilogram. Daging ayam KITA dijual dengan harga Rp 36.000-an. Dan MinyakKita, Minyak goreng dengan ukuran 1 Kg dijual dengan harga Rp 12.000-an.
Nah ada satu komoditas yang saya anggap sebagi suatu terobosan baru. Yakni menggalakkan usaha rintisan komoditas perikanan yang bisa menjadi pilot-projeck bagi pengembangan industri perikanan tanah air. Dan komoditas perikanan yang baru dicobakan yakni komoditas ikan Bandeng.
Dan usaha rintisan ini baru dilaksanakan di Perum BULOG Divre Kalimantan Timur (Tarakan). Selain itu bagi pengembangan bisnis, akan terus dikembangkan melalui daerah lain. semisal Papua yang juga produsen Ikan.
Sehingga kedepan, harga dan ketersediaan Sembako tidak lagi menjadi bahan bakar politik, yang dapat berlaku sewaktu waktu saja.
Dengan hadirnya KITA, bisa menjadi solusi terhadap keluhan masyarakat akan ketersedian dan juga harga yang terjangkau di tengah masyarakat dimanapun berada. Dan yang terpenting solusi ini juga bisa memberikan andil jua kepada Bulog untuk dapat mandiri dalam pengembangan usaha yang terus berkembang.
Sehingga anggaran yang biasa digunakan untuk kegiatan populis Pemerintah dalam peneydiaan bahan pokok masyarakat, dapat disalurkan pada hal lebih penting. Terutama Pendidikan dan Kesehatan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H