Mohon tunggu...
Alfian Arbi
Alfian Arbi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aquaqulture Engineer

Aquaqulture Engineer I Narablog

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Membumikan Sandiwara Radio, Membumikan Sadar Bencana

5 Juli 2017   21:36 Diperbarui: 5 Juli 2017   22:18 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir Yang menggenangi Salah Satu Fasilitas Pendidikan Di Samarinda, Mei Lalu I Dokpri

Menjawab bencana banjir, seolah masyarakat kami hafal jika kondisi sama-rendah itulah penyebab-nya. Percaya apa tidak, namun saya fikir lekatnya cerita orangtua dulu seharusnya bisa menjadi pemacu untuk membuat lingkungan kita lebih baik lagi dan tidak banjir lagi.

Tumpukan Sampah Di Sungai Karag Mumus I https://www.facebook.com/groups/1651081261811731/?multi_permalinks=1875656116020910%2C1873314386255083&notif_t=group_activity&notif_id=1499154028780935
Tumpukan Sampah Di Sungai Karag Mumus I https://www.facebook.com/groups/1651081261811731/?multi_permalinks=1875656116020910%2C1873314386255083&notif_t=group_activity&notif_id=1499154028780935
Banyak faktor memang yang mengundang banjir di Samarinda, selain faktor tata kota yang dikaitkan dengan masalah menjamurnya aktivitas pertambangan, misalnya. Namun faktor kebiasaan sadar bencana juga masih belum lihai dipraktekan masyarakat kami.

Buktinya. Apakah kita tepat membuang sampah pada tempatnya? Kita bisa cek di sungai karang mumus, yang setiap hari menghasilkan tumpukan sampah berserakan plus sampah yang ada di got jalan pemukiman penduduk.

Lainnya, kita bisa menjumpai dengan mudah pemukiman kumuh warga di sepanjang bantaran sungai karang mumus yang sulit untuk move-on. Tanpa disadari, aktivitas warga telah mendesak aliran sungai untuk meluapkan airnya ke jalan-jalan raya. Pernahkah kita sadari jika kitalah yang ternyata menjadi pemain sekaligus korbannya, dari bencana banjir itu.

Pemukiman Warga Di Bantaran Sungai Karang Mumus I Dokpri
Pemukiman Warga Di Bantaran Sungai Karang Mumus I Dokpri
Sebagian kecil masalah tadi menguji kesadaran bencana dalam mencegah dan mengatasinya. Nah, dari titik inilah sebenarnya gerakan penyadaran itu dibangun. Dan melibatkan orang banyak untuk mengakhiri takdir bencana banjir di Samarinda yang me-legenda, dengan tindakan positivewarganya untuk activemembuang sampah pada tempatnya dan juga menjauhi tempat tinggal yang rawan bencana banjir.

Radio Peramu Cerita Legenda Dan Potensi Bencana Buat Sadar Bencana

Radio kini bak amoeba, membelah diri di tengah kepungan media audio-visual. Radio bermunculan dengan segmen pendengar yang beragam. Ada radio berita, dangdut, jazz, pop, talk-show, komunitas dan lain-lain. Dalam konteksmarketing, segmentasiini saya yakin menjadi peluang untuk melemparkan produk mereka kepada segmen komunitas/pasar yang jelas.

Artinya apa? Radio berpeluang menjadi media yang efektive untuk menjangkau pendengar dengan retensi resiko bencana, dan melemparkan produk edukasisadar bencana dengn tepat. Semua berpulang dari program siar radio yang apik, yang mampu 'menarik kuping' pendengar untuk sadar bencana.

Radio kinibisa ditemukan dimana-mana. Di restaurant, mobil, kantor, rumah, smartphone, dengan kualitas suara FM yang jernih, dan tak terbatas jangkauannya. Siaran relay kerjasama beberapa radio lintas daerah atau dengan streaming via internet, adalah solusi mudah menemukan radio favoritkita, dimana saja kita berada.

Namun hadirnya pilihan hiburan lain melalui televisi yang menawarkan fasilitas audio-visual, telah mengepung kehadiran radio di era-2000an. Sinetron menjadi predator sandiwara radio, dengan memamerkan tokoh-nya yang berkarakter kuat, menjadikan kehadiran sandiwara radio maju-mundur. Walaupun harus diakui banyak juga cerita sandiwara radio yang pernah sukses didaur ulang kembali dalam bentuk sinetron dan mendapat attensi yang tinggi pemirsa.

Menurut saya, Indonesia kaya akan kisah Legenda nan-seksi. Dari kisah legenda tadi, terselip hal positiveyang menjadi kepercayaan masyarakat daerah untuk setia merawat alam untuk diteladani. Dan melahirkan apa yang kita kenal dengan kearifan lokal dalam mengelola alam kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun