Nah betapa susahnya menjalankan kebijakan pada saat itu atau mungkin saat ini, bagi Jokowi-Jk dengan kuncian hak budgeting mereka. Atas nama ‘cek and balancer’ sebagai tugas DPR akan menjadi daya tawar mereka dalam menentukan kebijakan bersama. Dan mau tidak-mau kebijakan bagi-bagi kursi yang sebelumnya haram bagi Jokowi-Jk menjadi halal.
Setidaknya akankah ‘karma’ ini terjadi lagi pada pemerintahan Sandi-Anis. Dimana koalisi gemuk PDIP-Nasdem-Golkar-Hanura-PPP-PKB yang berjumlah 68 kursi dan mayoritas di DPRD DKI akan kembali menyulitkan dan mengunci kebijakan Anis-Sandi seperti pemerintahan Ahok?. Fenomena itu lagi-lagi menjadi tafsir bebas apakah ini sebuah Karma Politik buat Gerindra? Atau juga rasa sakit hati koalisi paslon Badja?
Bisa jadi, apalagi kepentingan di 2019 pun menjadi pertimbangan dalam menjegal kepemimpinan Anis-Sandi. Apakah 55% rakyat Jakarta akan membela Sandi-Anis atas perlakuan anggota DPRD DKI? jawabannya belum tentu, namun dinamika itu pasti ada. Ormas-ormas merekalah yang mungkin akan bertugas dalam melakukan berbagai aksi jalanan kemabli. Namun segala macam aksipun akan merugikan pihak eksekutive dalam melancarkan roda ekonomi selanjutnya. Dan inilah kegemaran semua elemen oposisi.
Karma memang kejam, sekejam politik bermain. Poltik selalu penuh dengan puji dan caci. Jika tidak lihai berpolitik yang ada adalah sakit hati ataupun jumawa menafisrakan puji dan caci dalam setiap maneuver politik.
Dan akan banyak inspirasi dari Pilgub Jakarta ini bagi saya. Pilgub Jakarta bagi saya sebuah kelas inspirasi yang menghadirkan inspirator bang Anis dan Ahok. Pilgub ini mengajarkan kepada kita jika kata kata bijak itu memang perlu dijaga, semua hal yang keluar dari mulut  pelayan daerah harus mengutamakan kesopanan dan dramatisasi tentunya. Masyarakat kita masih melihat itu dalam menilai itu untuk memberikan penilaian positif.  Sehingga bagi anak anak kita yang memiliki cita-cita menjadi pelayan public seperti kepala daerah bahkan presiden maka poleslah dahulu tampilan luar yang meyakinkan. Soal tampilan dalam biarlah menjadi rahasia kita dengan Tuhan. Dan bang Anis paling cocok untuk saat ini di mata rakyat Jakarta menjadi pelayan eksekutive disana, menurut saya.
Dan sebaliknya, yang mempunyai sesorang ataupun anak kita memiliki sifat tegas dan kasar dalam hal positif, blak-blakan dan tanpa basa basi mungkin lebih cocok menjadi pelayan public di legislative ya. Karena debat adalah skill utama yang dibuuthkan di parlemen. Menurut saya akan jadi aneh jika anggota dewan adalah seorang yang lemah lembut dan irit bicara. Ahh, mungkin koh Ahok harus menjadi anggota dewan saja lagi, untuk memastikan semua produk kebijakan pemerintah menjadi layak dieksekusi. Â
Ahh, mempercayai karma memang tidak ada salahnya. Urusan percaya apa tidak, tergantung pada masing-masing individu. Untuk menghindari karma mungkin salah satunya, harus memperhatikan dan memfilter semua tanduk tanduk kita selama bersosialisasi kepada semua umat manusia di muka bumi ini tanpa adanya unsur RASIS tentunya. Saya iyes soal itu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H