Lagu “Bangun Tidur” karya Pak Kasur, saya pikir kurang relevan lagi pada saat ini ya?. Perkembangan ponsel pintar di era-digital plus kemudahannya telah mengenalkan pola hidup baru di masyarakat kita. Dan telah menyingkirkan runtunan aktivitas mandi, menggosok gigi, bahkan sarapan pagi sebagai aktivitas awal setelah bangun tidur pagi.
Delloite Global Consumer melakukan survey di 30 negara, mencatat ada 61% responden akan memeriksa ponsel pintar selama kurang lebih lima menit ketika bangun tidur. Dan 96% responden membutuhkan waktu sekitar kurang dari satu jam untuk membuka notifikasi yang masuk di ponsel mereka setiap pagi. Tidak hanya setelah bangun tidur lho, menurut survey itu, sekitar 15 menit sebelum tidur, ada 75% orang di negara-negara itu juga akan memeriksa notifikasi ponselnya seperi email, pesan dan sosmed plus bertransaksi online.
Begitu dimanjanya kita dengan kemudahan yang ada di ponsel pintar kita. Tanpa disadari aplikasi-aplikasi yang disediakan dalam platform ponsel pintar yang kita punyai dapat memberikan manfaat positif yang luar biasa menunjang kehidupan kita.
Jika kita kita klik play store di ponsel yang berplatformandroid, kita dapat menemukan banyak aplikasi untuk diunduh. Menurut laporan Appfigures, Google store Play, pada akhir 2014 saja telah mempunyai jumlah aplikasi sebanyak 1.4 juta. Jumlah itu melampaui jumlah aplikasi App Store Apple yang hanya 1.21 juta aplikasi. Tentu hal ini mengindikasikan ponsel pintar platform android lebih banyak digunakan. Hal ini terjadi selalu mengikuti tren perkembangan penggunaan internet yang tinggi. Dan sepertinya Internet telah menjadi candu baru dalam memuaskan kebutuhan kita sehari-hari.
Pemerataan Distribusi Internet Di Indonesia Pembuka Pasar Baru Industri Kreatif E-Commerce
Mari kita agak fokus, dengan jumlah pengguna internet di Indonesia, dalam dua tahun terakhir ini saja. Assosiasi Penyelenggara Internet Indonesia (APJII) mencatat di Indonesia tahun ini penggunanya telah mencapai 132.7 juta pengguna atau 51.8% dari 256 juta penduduk Indonesia, dan 65% memang masih terkonsentrasi di pulau jawa. Jumlah tersebut melonjak 50.8% dibandingkan dengan survey APJIIsebelumnya sebanyak 88 juta di tahun 2014.
Menurut APJII, sebaran pengguna internet di Sumatra mencapai 20.7juta orang, di Sulawesi 8.4 juta orang dan Kalimantan 7.6 juta orang. Sedangkan pengguna di bali dan Nusa Tenggara sebanyak 6.1 juta orang, dan terakhir di Maluku dan Papua hanya 3.3 juta orang. Pemerataan pengunaan internet ke daerah daerah diakui masih tergantung dari penyediaan infrastruktur jaringan di wilayah timur Indonesia.
Lalu dari sisi perangkat, menurut APJII lagi, sekitar 69.9% pengguna meangkases internet melalui mobil gadget. Pengguna melalui jaringan internet rumah sebesar 17.7 juta, fasiltas kantor 14.9 juta dan fasiltas kampus 2.9 juta pengguna.
Melihat angka-angka tersebut, Indonesia merupakan pasar yang kuat dalam menjawab industry start-up digital/industry kreatif yang ada saat ini dan dimasa depan. Katakan saja, dalam transaksi online Indonesia bisa mencatatkan pelaku bisnisnya mencapai 16% dari penduduk Indonesia saat ini. Jika dibandingkan dengan India yang mencapai angka 14%, Indonesia masih dikatakan lebih baik. Namun masih kalah dengan Singapura di angka 24% yang penduduknya lebih sedikit.
Beruntungnya, dengan kondisi penetrasi internet yang belum merata ke pelosok negeri, ternyata Indonesia mulai dilirik banyak investor. Data dari Techlist menyebutkan pada kuartal pertama 2015, di asia tenggara ada 93 perusahaan startup digital yang memperoleh pendanaan. Dan 24 diantaranya merupakan startup asal Indonesia. Sebut saja MatahariMall mendapat investasi Rp 6.51 Trilyun. Lalu Gojek juga mendapatkan investasi Rp 2.8 Trilyun dari Northstar Group. Adalagi Tokopedia sebesar Rp 1.4 Trilyun dari Softbank dan sequoia Capital.
Haruskah Daerah Bisa Menjawab Peluang Industri Digital/Kreatif Itu ?