Untuk menyukseskan  3ends, adalah pekerjaan besar yang harus dikerjakan bersama sama semua pihak baik pemerintah dan masyarakat, karena banyak factor lain yang menyebabkannya. Seperti modus kejahatan Narkoba, masalah Psikologi, dan konsumsi Miras. Namun dalam konteks kekerasan perempuan dan anak, Kementrian PP dan PA telah melakukan sosialisasi tentang gerakan tersebut di beberapa kota secara massive.
Masih Mencari Formula Yang tepat ?
Semua daya upaya untuk mendukung program Three Ends dirasa telah maksimal, namun faktanya masih minim untuk menggerus tingginya angka kasus kekerasan perempuan dan anak di Indonesia. Untuk membantu keberhasilan gerakan 3ends ini, Â saya memiliki tiga langkah (3steps) yang bisa ditempuh dan bersifat mendasar.
1. Penguatan aturan hukum, selama ini menurut saya, dari banyak kasus yang terjadi sepertinya pelaku dan calon pelaku belum merasa takut dan jera terhadap ancaman pidana tindakan kekerasan  tersebut. Dimana vonis hukuman para pelaku yang ada rata rata mendapatkan vonis hukuman jauh dari ancaman maksimal. Sehingga pelaku yang telah menjalani hukuman dan keluar dapat berpotensi mengulangi perbuatannya lagi.
Kedua, harus adanya penguatan kembali tentang syarat batas usia perkawinan yang matang secara psikology dan ekonomi, meskipun  MK telah mementahkan UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, dimana MK menolak menaikkan batas minimal menikan bagi perempuan dari 16 tahun menjadi 18 tahun. Hal ini penting untuk mematangkan rencana pernikahan bagi paslon muda dalam menghindari kasus penelantaran anak akibat perceraian muda. Artinya mungkin harus dicoba lagi, dalam meramu aturan pernikahan di luar usia minimal, bisa juga faktor ekonomi dan pendidikan. Sehingga rasionalitas dalam semua tindakan ketika berumah tangga menghasilkan perbuatan yang positif.
2. Penguatan internal keluarga, penguatan keharmonisan rumah tangga dirasakan dapat menciptakan rasa menyayangi terhadap istri dan anak anak didalam keluarga. Penguatan ini, didasarkan atas pemahaman dalam mengelola keharmonisan rumah tangga dan mengerti atas hak dan kewajiban suami dan istri serta anak anak mereka.
Utamanya adalah, orang tua memberikan  kepastian tersedianya akses anak anak dalam pemenuhan hak dasar mereka yakni hak bermain dan hak belajar. Dengan ketegasan penguatan di dalam internal keluarga, dapat otomastis menularkan rasa menyayangi antar keluarga di lingkaran terdekat mereka. Dengan model seperti ini, akan menciptakan fase proses pencegahan terhadap kekerasan perempuan dan anak di lingkaran keluarga terdekat. Dan juga, adanya kepekaan terhadap keluarga dalam menyampaikan usaha usaha tindakan kekerasan yang terjadi di sekitar mereka kepada pihak yang berwenang, sebagai langkah preventive dan juga solutive sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Dan ini bisa dimulai dari keluarga kita sendiri di rumah.
Pembekalan penguatan terhadap generasi muda bisa dilakukan dengan memahamkan aturan hukum yang berlaku bagi pelaku kekerasan perempuan dan anak. Dengan demikian mereka secara individu akan terbatasi oleh aturan hukum untuk melakukan hal tersebut.