Tidak dapat dipungkiri lagi bahan bakar solar menjadi tumpuan bagi perekonomian di Kaltimtara. Bentuk geografis Kaltim memberikan hambatan dalam pendistribusiannya, meskipun pasokan cukup, kendala infrastruktur akses jalan kerap menjadi alasan bagi kelangkaan jenis BBM ini. Selain sebagai bahan bakar energy listrik, penyaluran BBM Solar oleh Pertamina sangat dibutuhkan untuk menunjang kebutuhan bahan bakar system transportasi darat dan air. Dimana akibat kelangkaan solar, akan berpengaruh terhadap harga harga pokok di pedalaman Kaltim. Sehingga stok BBM ini harus terus dijaga, dalam menunjang roda ekonomi masyarakat Kaltimtara.
Ketika harga minyak dunia murah saat ini dikarenakan produksi minyak melimpah di pasar dunia, penyaluran BBM solar saat ini dapat dikatakan aman. Namun kedepan, ketika produksi minyak mulai payah dan disusul dengan kenaikan harga yang tinggi, tentu saja akan memberikan doble effek terhadap ancaman krisis energy listrik dan juga inflasi harga kebutuhan pokok masyarakat, yang dapat memperlambat putaran roda ekonomi Kaltimtara.
Sudah saatnya, kita memikirkan alternative  cara untuk memberikan prioritas terhadap penyaluran Solar bagi peruntukan utamanya. Jika dikaitkan dengan hal sebelumnya, sudah tepatlah kita untuk mendahulukan penyaluran solar untuk hal yang lebih pokok seperti penguatan distribusi solar terhadap usaha transportasi bagi stabilitas inflasi di Kaltimtara. Itu artinya, harus ada upaya pengalihan tehnologi dengan menggunakan bahan bakar alternative lainnya bagi pembangkit tenaga listrik di Kaltimtara.
Batubara sebagai solusi?
Kejayaan ekonomi Kaltimtara yang ditopang oleh SDA di tahun 1990 – 2000-an telah menjadi kenangan manis bersama. Hal tersebut dilihat dari pertumbuhan ekonomi Kaltim yang mencapai 5.71 %, dimana konsumsi batubara dalam negeri digunakan untuk keperluan ekspor. Namun saat ini, dikarenakan perlambanan ekonomi dunia, bisnis batubara di Kaltimtara anjlok, dan membuat potensi batubara Kaltim yang berlimpah menjadi musibah. Lihat saja, di akhir tahun 2015 kemarin, pertumbuhan ekonomi Kaltim mengalami kontraksi menjadi minus 0.85%, dimana tahun sebelumnya di 2014 bisa mencapai pertumbuhan 2.02%.
Saya kira moment ini sangat tepat jika ada upaya dari pemerintah, untuk menggairahkan kembali potensi eksploitasi batubara Kaltim dengan mengalihkan tehnologi pembangkit energy listrik yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar utama. Tentu hal tersebut mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dengan mengganti PLTD yang menjadi andalan pada system Mahakam menjadi PLTU yang berbahan bakar batubara. Dengan demikian system hulu dan hilir pasar batubara Kaltim menjadi jelas, dan membuat pelaku usaha pertambangan kembali hadir untuk mengangkat keterpurukan ekonomi Kaltimtara yang dirasakan saat ini.
Harapan itu ada..dan Saatnya Ekonomi Kaltimtara berputar lagi
Program listrik 35.000 ribu watt Presiden Jokowi, memberikan angin segar terhadap pembangunan pembangkit energy listrik baru di kaltim. Yakni, rencana proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Kaltim 3 (1x200 MW) dan PLTU Kaltim 6 (1 x 200 MW). Selain, PLTU Teluk Balikpapan 2x110 MW yang masih belum selesai pengerjaanya, bisa menjadi usaha efektivitas penyaluran BBM solar bagi kebutuhan alat transportasi dalam membawa hasil kebutuhan pokok ke seluruh pelosok kaltimtara.
Jika momen efektivitas pendistribusi BBM solar ini terlaksana, bisa jadi akan membawa ekonomi ke arah yang lebih baik lagi dari saat ini. Kita bisa bayangakan, penyaluran BBM solar tidak lagi menjadi prioritas penyuplai bahan bakar pembangkit tenaga listrik. Dimana pemerintah, telah menupayakan perlahan mengganti semua pembangkit listrik di kaltim dengan PLTU yang membutuhkan batubara sebagai bahan bakar utamanya. Dengan skema ini, maka geliat bisnis batubara bisa dirasakan kembali, dimana pangsa pasar hulu dan hilir telah terbentuk dengan adanya pembangunan infrastruktur PLTU di Kaltim. Masalah pengangguran dan penciptaan lapangan kerja baru akan tercipta kembali, dalam memutar roda ekonomi dari yang kecil hingga yang besar.