Mohon tunggu...
Muhammad Satria
Muhammad Satria Mohon Tunggu... Penulis - Menambah Pengalaman dengan Menulis

Saya menulis apa saja yang saya harap bisa berguna.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Covid Bisa "Hilang" Asal Media Bisa "Diam"

11 Juli 2021   14:58 Diperbarui: 11 Juli 2021   15:29 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image source: freepik.com

Teknologi informasi dan komunikasi telah berkembang begitu cepat. Sejak ditemukannya radio dan televisi, suatu informasi atau berita dapat dengan cepat tersebar ke seluruh dunia. Meskipun cepat, hal itu masih sulit dilakukan, mengingat hanya segelintir orang yang memiliki akses terhadap kedua bentuk media tersebut. Memasuki tahun 2000-an, barulah radio dan televisi mulai tersaingi dengan kemunculan media sosial.

Melalui media sosial, semua orang (tanpa terkecuali) dapat menyebarkan buah pikiran atau informasi yang diketahuinya bukan hanya dengan cepat, melainkan juga dengan sangat mudah, mengingat media sosial besar seperti Facebook, Instagram, dan Twitter tidak mematok biaya kepada para penggunanya. 

Oleh karena itu, arus persebaran informasi semakin deras dan berita semakin tidak tersaring. Dampaknya, beberapa tahun ke belakang diciptakan UU ITE untuk melawan persebaran berita palsu atau berita hoax. 

Memang, berita hoax bukan satu-satunya alasan diciptakannya UU ITE, namun berita hoax merupakan salah satu permasalahan yang cukup sering dibahas. Hal tersebut tentu sangatlah bagus dan harus terus dilanjutkan. Tetapi, di saat-saat kritis seperti ini, rasa-rasanya bukan hanya berita hoax yang harus kita kurangi, melainkan juga berita yang berpotensi besar menciptakan ketakutan dan kepanikan di masyarakat.

Tanpa perlu membaca jurnal ilmiah yang tebal dan mungkin sulit dipahami, kita semua sudah tahu bahwa stres mengakibatkan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh melemah, tubuh kita dapat dengan mudah terserang penyakit. Tentu, kesulitan ekonomi dan rasa bosan selama hidup di tengah pandemi menjadi beberapa faktor utama. 

Namun, pemberitaan media yang berpotensi besar menciptakan ketakutan dan kepanikan juga tidak kalah buruknya terhadap kestabilan jiwa, sekalipun berita tersebut adalah fakta. Beberapa orang mungkin beranggapan bahwa berita mengerikan berguna untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat atau sebagai bentuk peringatan terhadap masyarakat yang mulai mengendurkan protokol kesehatan. Tetapi jika kita ingat kembali, di awal merebaknya pandemi banyak sekali berita yang menampilkan tumbangnya orang-orang di tengah jalan akibat virus Corona. Apakah berita mengerikan tersebut membuat orang semakin waspada? Kalau iya, tentu pandemi sudah berakhir saat ini. Kenyataannya, kita masih berjuang. Lantas, berita apa yang seharusnya diangkat?

Berita yang seharusnya diangkat adalah berita-berita yang memberikan harapan, misalnya, berita mengenai kebijakan di Amerika Serikat yang memperbolehkan warganya yang sudah divaksin untuk tidak mengenakan masker di beberapa tempat. Kemudian, berita mengenai kebijakan sebagian negara Eropa yang memperbolehkan warganya yang sudah divaksin untuk menyaksikan acara-acara olahraga secara langsung, seperti datang ke stadion untuk menyaksikan pertandingan sepak bola atau ke sirkuit untuk menyaksikan balap. 

Di Indonesia sendiri memang belum ada kebijakan semacam itu, namun media justru malah jangan memberitakan, misalnya, efek samping yang parah atau bahkan kematian pada sebagian orang akibat divaksin. Berita menakutkan seperti itu sangatlah kontraproduktif dan pada akhirnya membuat masyarakat kita takut untuk divaksin, padahal vaksinasi penting untuk menciptakan herd immunity sehingga kita dapat kembali hidup normal. 

Atau, kalau memang ingin memberitakan kematian akibat vaksinasi dengan tujuan mengedukasi, maka jangan hanya sekadar memberitakan kematiannya, melainkan juga beritakan hal-hal yang berpotensi menyebabkan kematian tersebut dan langkah-langkah pencegahannya, misalnya, pentingnya untuk jujur ketika tenaga kesehatan bertanya mengenai penyakit bawaan yang kita punya sebelum dilakukan vaksinasi.

Selanjutnya, tayangan penguburan jenazah terinfeksi Covid-19 yang dibumbui musik-musik menyedihkan sehingga menambah kesan suram juga tidak perlu diproduksi, apalagi dengan pengemasan sedemikian rupa sehingga membuat masyarakat semakin takut dan sedih. 

Sejak dahulu kala, prosesi pemakaman selalu menjadi peristiwa yang menyedihkan. Semua orang sudah tahu tentang itu. Tidak perlu kita bersusah payah menambah suasana duka tersebut. Mari kasihani keluarga korban yang mungkin teringat kembali kepada anggota keluarganya yang sudah meninggal akibat Covid-19 karena melihat tayangan tersebut. 

Masyarakat yang masih hidup juga pasti sangat tertekan menyaksikannya. Sebagai gantinya, mari perbanyak tayangan-tayangan positif seperti tayangan kegiatan para penyintas Covid-19 di fasilitas isolasi pemerintah, Wisma Atlet misalnya. Di sana mereka rutin melakukan senam bersama diiringi musik-musik meriah yang membuat suasana menjadi hidup dan gembira. Masyarakat pun merasa tenang melihat tayangan seperti itu dan optimis bahwa kita bisa melewati pandemi ini.

Kita harus belajar dari media Jepang dalam meliput peristiwa menyedihkan, bencana alam misalnya. Media Jepang menghindari penayangan berita para korban yang mati mengenaskan. Media Jepang justru berfokus pada keberhasilan tim penyelamat. Oleh karena itu, ketika saya bilang media harus "diam", bukan berarti media bungkam, melainkan mulai meminimalisir berita menakutkan seputar Covid-19. Mari lebih selektif dalam memberitakan pandemi yang sudah 1,5 tahun menyiksa kita ini. 

Dengan demikian, masyarakat menjadi optimis dan pada akhirnya kita berhasil mencapai herd immunity sehingga bisa kembali hidup normal. Covid pada akhirnya akan "hilang". Ya, tentu, bukan benar-benar hilang dari dunia ini, melainkan bertransformasi menjadi penyakit yang tidak lagi begitu berbahaya sebagaimana influenza yang pernah semengerikan Covid di awal abad ke-20.

Pandemi masih ada.

Tetap waspada namun jaga mental kita.

#StopKetakutan #TebarkanHarapan #TebarkanKebahagiaan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun