Bandung - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berkesempatan menyambut kehadiran peserta dan delegasi Konferensi Internasional tentang Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah Ulayat di Indonesia dan Negara di Tingkat ASEAN dalam sesi Welcoming Dinner, Rabu (04/09/2024). Pada kesempatan ini, ia juga membicarakan soal gagasan, solusi, serta inovasi yang bisa digunakan dalam pendaftaran tanah ulayat.
"Saya mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah hadir untuk mengikuti kegiatan Konferensi Internasional Tanah Ulayat yang akan berlangsung esok hari (Kamis, 05/09/2024). Saya berharap forum ini akan menjadi tempat berkumpulnya gagasan, tempat bertemunya berbagai perspektif, dan tempat munculnya solusi inovatif untuk tantangan-tantangan yang ada," ungkap Menteri AHY di The Trans Luxury Hotel, Bandung.
Konferensi Internasional ini tidak hanya membahas hak atas tanah masyarakat adat ke depan, namun juga sebagai usaha untuk menguatkan hubungan antar negara dan komunitas. "Malam ini, kita berkumpul bukan hanya sebagai perwakilan bangsa dan lembaga, baik nasional maupun internasional, tetapi sebagai komunitas yang dipersatukan oleh tujuan bersama," ujar Menteri AHY.
Dalam kesempatan Welcoming Dinner tersebut, Menteri AHY mengharapkan para delegasi yang hadir dapat saling terhubung, sharing dan meletakkan pondasi serta dasar yang diyakini akan menjadi pertemuan puncak yang produktif dan bermakna. "Mari bersama-sama, kita dapat memberikan dampak yang jangka panjang," singkatnya.
Welcoming Dinner tersebut diikuti oleh sejumlah delegasi yang berasal dari Negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, Timor Timur, Thailand, Laos, serta Filipina. Kegiatan ini juga dihadiri oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama Kementerian ATR/BPN.
Permasalahan Tanah Ulayat
Tanah ulayat merupakan tanah yang menurut hukum adat dimiliki secara komunal oleh masyarakat adat. Status kepemilikan bersama ini lantas memperbolehkan masyarakat adat untuk manfaatkan dan mengambil segala sumber daya alam yang dimiliki tanah ulayat demi kelangsungan hidup bersama, bagi anak kemenakan.
Masalah yang sering timbul adalah masalah konflik batas tanah ulayat dengan lahan industri kehutanan yang kerap terjadi gesekan antara masyarakat adat dan pihak masyarakat lainnya. Tentunya kedepannya, permasalahan ini bisa diselesaikan dengan musyawarah mufakat dengan mengedepankan menghormati hak-hak adat Ulayat.
Penguasaan serta pengelolaan wilayah adat oleh masyarakat hukum adat kerap kali dibenturkan dengan persoalan kepastian hukum. Keadaan ini menggambarkan bagaimana begitu rentannya nasib masyarakat hukum adat dalam menguasai dan mengelola wilayahnya. Hal ini diperparah dengan ketiadaan aturan khusus mengenai masyarakat hukum adat. Dampaknya kerap terjadi pelanggaran hak-hak masyarakat hukum adat.
Semoga kedepannya permasalahan konflik pertanahan di tanah Ulayat dapat terselesaikan dengan baik, sebagai wujud menghormati nilai-nilai kearifan lokal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H