Banyak orang dewasa yang menyukai tayangan video pendek seperti TikTok, YouTube Shorts, Reels, dan lainnya. Media ini menampilkan ribuan video pendek rata-rata 1 menitan yang kesemuanya berjalan terus, tanpa harus diklik alias berantai.
Memang mengasyikan melihat tayangan berbagai video pendek yang genrenya dimana  algoritmanya menyesuaikan kepribadian kita. Sekilas mungkin bagi orang dewasa hal yang demikian masih dapat dikontrol penggunaannya dan sebatas sekedar hiburan di waktu senggang.
Tapi tahukah anda tayangan video pendek berantai tersebut ternyata berdampak tidak baik bagi perkembangan anak.
Dilansir dari Mail Online, ethicist dari Oxford University dan ilmuwan teknologi James Williams mengungkapkan, "Itu seperti kita membuat anak-anak hidup dalam imajinasi di toko permen, lalu di kehidupan nyata kita memerintahkan mereka untuk mengabaikan semua permen yang ada dan meminta mereka menyantap sayuran,".
Memang benar pernyataan tersebut, dimana anak ketika berkembang belum bisa sepenuhnya membedakan antara kenyataan yang ada dengan dunia imajinasinya.
Keberadaan tayangan video pendek berantai yang ditonton oleh anak sudah jelas sangat membuat mereka adiksi, dikarenakan dopamin yang dihasilkan dari senangnya mereka menonton video-video pendek tersebut, membuat mereka scroll berbagai video tersebut hingga berjam-jam, efeknya jauh lebih berbahaya ketimbang bermain game terlalu lama.
Di era kini, banyak orang tua yang memperbolehkan anaknya mempunyai smartphone sendiri, dengan dalih agar mereka tenang dan tidak menganggu aktivitas orang tuanya, namun tanpa disadari ada dampak negatif dari bebasnya mereka melihat beberapa hal di smartphonenya, termasuk tayangan-tayangan video pendek.
Konten video pendek seperti Skibidi Toilet, joget-joget tak jelas sering menghampiri smartphone mereka, dan entah mengapa kebanyakan teradiksi menontonnya berjam-jam, padahal isinya tak berisi muatan edukasi sama sekali.
Tentunya sebagai orang tua yang bijak, kita harus menghindari hal ini, berikut beberapa dampak negatif dari tayangan video pendek berantai seperti YouTube Shorts, Tik Tok, Reels dan lainnya bagi perkembangan anak beserta tips dalam mengatasinya.
Daya Konsentrasi Lemah
Pada tayangan video pendek berantai, biasanya para pengguna dengan cepat menscrool berpindah ke video pendek lain, untuk mencari video yang disukainya, hal seperti ini tentunya tak baik bagi perkembangan anak dalam hal konsentrasi.
Anak yang terbiasa menscrool video pendek, akan membuat daya tahan konsentrasinya menjadi lemah, karena tidak terbiasa melihat tayangan yang kurang disukainya hingga habis, padahal tayangannya tersebut tak lebih dari 1 menit.
Akhirnya berimbas pada daya tahan konsentrasinya ketika belajar, dimana jika ada pelajaran yang tak disukainya, dia pasti juga men-skip materi tersebut, karena dia tidak mau fokus pada materi pelajaran tersebut.
Solusinya adalah apabila ia masih menyukai menonton video-video pendek, maka aturlah algoritma pada smartphonenya, fokuskan pada konten-konten edukasi dan yang kiranya mendukung pembelajarannya, walau awalnya ia tak menyukainya, tapi lama kelamaan algoritma akan mengarahkan kepada tampilan konten yang ia sukai, tetapi tetap dalam mode algoritma yang telah anda tentukan.
Daya Paham Lemah
Tak pelak, video pendek sudah jelas menampilkan materi yang sangat singkat terhadap suatu topik, istilahnya materi yang ditampilkan adalah sesuatu yang instan dan dangkal makna, tentunya hal ini kurang baik bagi pemahaman anak, jika mendapat informasi hanya kulitnya saja.
Saya ada murid yang suka bercerita apa saja, bahkan dia bisa tahu tentang NAZI dan sejarah perang dunia II, sangat unik untuk ukuran anak Sekolah Dasar bisa tertarik hal tersebut, tetapi ketika saya bertanya lebih dalam tentang PD II, ternyata dia tak tahu banyak. Setelah saya telusuri, dia mengetahuinya dari YouTube Shorts, dimana ia hanya sekelumit mengetahuinya, akhirnya saya meminjamkan buku tentang perang dunia II untuk mempelajari lebih lanjut, bagaimanapun buku adalah media terbaik untuk memahami sesuatu.
Alangkah lebih baik, jika mereka diarahkan untuk menonton video-video durasi panjang pada YouTube yang sifatnya edukasi, agar mereka bisa memahami sesuatu yang sifatnya lebih komprehensif, tapi tentunya diawali dengan ketertarikan dalam membaca.
Jangan sampai mereka dalam mencari referensi terus-terusan melihat video pada sosial media, walau sampai akhir jaman, keberadaan buku adalah tetap sebagai jendela dunia, untuk pemahaman yang lebih komprehensif dan bijaksana.
Berpikir Instan
Anak-anak yang terbiasa menonton video-video pendek tersebut lama kelamaan pola pikirnya akan menjadi instan dan tidak memahami arti pentingnya proses dalam kehidupan nyata.
Keadaan dimana tangan dengan mudahnya menggeser scroll tiap videonya menjadikan mereka pribadi yang suka serba instan di depan mata mereka. Video pendek berantai pada prinsipnya sebenarnya seperti "pemaksaan" bagi penggunanya untuk menonton video yang sebenarnya tak mau ditonton, dan secara psikis bisa menyebabkan adiksi untuk terus menontonnya.
Bahaya dari dampak terbiasa melihat tayangan instan ini, adalah ketika mereka menghadapi dunia nyata, mereka seolah tak bisa menerimanya dan tak mengerti tentang arti sebuah proses dalam mencapai sesuatu.
Dari banyak perbincangan para orang tua, solusi screen time tak selamanya efektif, bahkan menghapus aplikasinya pun juga bisa disiasati mereka. Maka solusi paling tepat adalah anda pun sebagai orang tua juga memberi contoh, ketika anda mengingatkan screen time pada anak, maka pun anda juga demikian, ajaklah ke kegiatan yang sifatnya fisik, sehingga energinya habis untuk pengembangan kinestetiknya.
Terpapar Konten Negatif
Sekitar tahun lalu, saya pernah membuat artikel yang berjudul "Bahaya Konten Skibidi Toilet Pada Anak", dimana konten artikel tersebut lumayan booming dan mendapat respon cukup baik dari para orang tua.
Isi artikel tersebut memuat tentang banyaknya konten-konten berbahaya bagi anak yang berseliweran pada video pendek berantai seperti YouTube Shorts dan lainnya. Bukan tak mungkin kadang algoritmanya ngawur, dimana video pendek yang ditampilkan terselip konten dewasa seperti pornografi bisa saja dilihat oleh anak kita.
Tentunya hal tersebut harus menjadi perhatian bersama, mengingat konten-konten berbahaya tersebut sudah pasti akan mempengaruhi tumbuh kembang anak, dan kita harus mengatasinya.
Untuk masalah ini, sudah pasti mendampingi dan mengawasi sudahlah barang tentu hal yang wajib yang harus dilakukan setiap hari. Perhatikan selalu konten-konten yang sering mereka tonton, terkadang ada konten terlihat seperti animasi biasa, tapi ternyata isinya tak layak dikonsumsi oleh anak-anak, dan faktanya banyak orang tua yang tak tahu menahu.
Pernah saya tanyakan ke banyak orang tua, apakah mereka tahu "Skibidi Toilet", kebanyakan mereka tidak mengetahuinya, padahal banyak anak-anak mereka yang memperagakan adegan-adegan tak lazim dari konten tersebut dalam keseharian, sungguh hal ini harus sudah menjadi perhatian kita bersama.
Alangkah baiknya sebenarnya untuk ukuran anak Sekolah Dasar sebaiknya dihindarkan dari hiburan tayangan video pendek, arahkanlah mereka untuk membaca buku atau menonton video durasi panjang yang sifatnya edukasi ataupun hiburan yang mendidik, agar anak-anak kita bertumbuh kembang dengan bermartabat. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H