Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Musim Berburu Buku Pelajaran di "Bu-Sri" Dimulai

24 Juli 2024   18:37 Diperbarui: 25 Juli 2024   00:32 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kawasan kios buku Bu-Sri yang tampak rindang (sumber: dokpri)

Bagi warga Solo dan sekitarnya ketika Tahun Ajaran Baru tiba, pasti tak asing dengan suatu tempat yang namanya "Bu-Sri".

Nama tersebut bukan brand warung soto, bukan warung bakso atau bahkan kerabatnya Pak Jokowi. Nama "Bu-Sri" merupakan dari singkatan "Mburi Sriwedari", atau jika diartikan terletak di belakang taman hiburan rakyat Sriwedari, Surakarta.

Bu-Sri adalah sekumpulan lapak atau kios penjual buku-buku loak, bekas, duplikat hingga baru, pokoknya surganya mencari berbagai macam buku di Solo. Waktu jaman dulu, bisa ada puluhan lapak kios berjajar, namun sekarang tampak hanya belasan saja, dan terus berkurang jumlahnya setiap waktu.

Dikarenakan letaknya berada di belakang (Mburi dalam bahasa Jawa) sepanjang pagar luar selatan dari Taman Hiburan Sriwedari, makanya dinamakan kios "mburi Sriwedari" atau disingkat "Mburi Sriwedari".

Namanya yang unik dan ikonik, membuatnya sangat lekat bagi para pemburu buku di kota Solo.

Sekadar informasi, Taman Hiburan Rakyat Sriwedari adalah kompleks taman yang didirikan pada tahun 1887 oleh raja terbesar Kasunanan Surakarta, Pakubowono X. Persis terletak di jantung kota Solo atau Surakarta. Di dalam Taman Sriwedari, terdapat Gedung Kesenian Wayang Orang, telaga, taman satwa, permainan anak, kios kesenian dan lainnya.

Baiklah, kembali ke topik "Bu-Sri", sebagaimana judul artikel ini, di mana jika tahun ajaran baru telah tiba, para orang tua wali murid di daerah Solo sekitarnya biasanya mulai berburu mencari buku pelajaran bagi anaknya di area "Bu Sri" ini, termasuk saya.

Sebenarnya di zaman sekarang, cukup dengan memesan buku-buku tersebut melalui sistem online pun sudah bisa dan mudah. Tetapi entah kenapa 'berburu buku' secara manual di Bu-Sri selalu menarik untuk dilakukan setiap tahun.

Saya menjadi teringat artikel mbak Dina Amalia tentang Book Sniffer, di mana sensasi mengendus aroma bau buku yang khas, ternyata juga terjadi saat hunting buku di Bu-Sri memang memiliki kesan tersendiri.

Kawasan kios buku Bu-Sri yang tampak rindang (sumber: dokpri)
Kawasan kios buku Bu-Sri yang tampak rindang (sumber: dokpri)

Biasanya kadang selain mencarikan buku pelajaran untuk anak saya, saya juga sekalian berburu buku-buku lawas yang dijajakan di kios-kios Bu Sri dari ujung ke ujung. Sekilas Bu-Sri mirip kios-kios buku lawas di Kwitang Jakarta atau kios buku belakang stadion Diponegoro Semarang.

Kebetulan sewaktu saya masih sekolah, ibu saya juga mencarikan buku pelajaran untuk saya saat tahun ajaran baru tiba di kios-kios "Bu-Sri" ini, dan tradisi itu saya turunkan kepada anak saya.

Memang kebanyakan untuk buku pegangan yang dijajakan untuk keperluan pelajar dan mahasiswa adalah buku duplikasi atau bajakan, namun keberadaan buku-buku berharga miring ini memang selalu dituju bagi pelajar atau mahasiswa yang mencari referensi buku tetapi sedang berkantong tipis. Keadaan ini harusnya menjadi perhatian bagi pemerintah untuk fokus menyediakan buku gratis pegangan untuk para pelajar kita.

Jajaran kios Bu-Sri bisa dibilang ada sepanjang sekitar 500 M membentang di jalan Kebangkitan Nasional, Sriwedari, Laweyan, Surakarta kerap ramai saat musim tahun ajaran tiba. Namun ketika saya menemui beberapa penjual, beberapa tahun ini sudah menurun drastis penjualannya.

Faktornya jelas, kalah dengan para penjual buku online, serta mungkin saja minat baca buku konvensional sudah agak mulai berkurang, di mana sekarang banyak kaum muda yang lebih suka menghabiskan waktu dengan bermain game mobile atau sosial media ketimbang membaca buku.

Kawasan Bu-Sri selalu siap melayani dan melengkapi keperluan anak-anak sekolah dari jenjang TK hingga perguruan tinggi dengan beragam buku yang harganya jauh lebih miring dibandingkan toko buku modern di sekitaran Solo. Tetapi, masa kejayaan Bu- Sri agaknya mulai memudar, sekitar beberapa tahun terakhir.

Banyak di antara pedagang yang juga berjualan secara online, namun itu pun dirasakan tak terlalu signifikan peningkatannya. Para pedagang pun menuturkan tren peningkatan justru pada buku-buku agama dan mushaf Al-Qur'an yang kerap diborong.

Tak jarang saya kadang menemukan buku-buku langka di kios-kios Bu-Sri, seolah seperti menemukan harta karun literasi yang tak ternilai harganya.

Bagi para pembaca sekalian yang kebetulan mampir ke Solo, lalu nonton pementasan Wayang Orang di Sriwedari, jangan lupa menyempatkan diri 'hunting' buku di belakang taman hiburan ini, dijamin bisa betah berjam-jam mencari buku-buku lawas atau majalah yang sudah tak terbit lagi, sambil bersniffing ria.

Lokasinya lumayan cukup rindang, karena cukup banyak pepohonan di sekitar taman Sriwedari, pelayanan para pedagangnya juga cukup ramah dan sigap, buka dari jam 10 pagi hingga jam 8 malam.

Semoga kios-kios buku lawas seperti Bu-Sri di Solo atau Kwitang di Jakarta tidak tergerus zaman, karena merekalah salah satu benteng terakhir ketersedian literasi untuk dapatkan buku-buku dengan harga terjangkau, karena buku di Indonesia masih dianggap kebutuhan sekunder. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun