Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Ketika Kakek Bersepeda ke Situs Perjanjian Giyanti

9 Juli 2024   17:38 Diperbarui: 9 Juli 2024   17:38 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ayah saya menunjukkan infografis di lokasi situs Monumen Perjanjian Giyanti (dokpri)

Ayah saya menunjukkan infografis di lokasi situs Monumen Perjanjian Giyanti (dokpri)
Ayah saya menunjukkan infografis di lokasi situs Monumen Perjanjian Giyanti (dokpri)

Lokasinya sangat terawat karena sudah lama resmi dijadikan lokasi Cagar Budaya serta sering diadakan prosesi kirab oleh para abdi dalem setempat. Kita pun bisa melihat infografis lengkap yang disediakan pengelolanya, yang berisi info sejarah situs tersebut, suatu hal yang patut ditiru pada situs-situs sejarah lainnya.

Perjanjian Giyanti dalam bahasa Jawanya disebut Prajanjn ing Janti, dan dalam bahasa Belanda disebut Verdrag van Gijanti, dan diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia menjadi  "Perjanjian di Janti" adalah sebuah perjanjian antara VOC dengan Pangeran Mangkubumi. Perjanjian tersebut secara resmi membagi kekuasaan Kesultanan Mataram kepada Sunan Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi.

Sejarah Latar Belakang

Perjanjian ini tidak lain imbas dari geger  Perang Takhta Jawa Ketiga yang berlangsung pada tahun 1749-1757. Geger dimulai ketika Sunan Pakubuwana II, sunan alias susuhunan Mataram, mendukung Geger Pecinan melawan Belanda. Namun pada tahun 1743, sebagai imbas dari pemulihan kekuasaannya, sang sunan terpaksa menyerahkan pantai utara Jawa dan Madura yang strategis kepada Perusahaan Hindia Timur Belanda, akibat kehabisan dana dan sering kalah di Pantura.

Sementara politik boneka terjadi ketika Sunan Pakubuwana III didukung Kompeni menggantikan takhta setelah wafatnya Sunan Pakubuwana II, namun ia harus menghadapi pemberontakan saingan ayahnya, Pangeran Sambernyawa.

Kemudian pada tahun 1749, Pangeran Mangkubumi, adik Sunan Pakubuwana II, yang tak senang dengan kedudukannya yang lebih rendah dari kakaknya, lalu bergabung dengan Pangeran Sambernyawa dalam menentang Pakubuwana III yang pro VOC.

Kemudian kompeni VOC mengirim bala bantuan pasukan untuk membantu Pakubuwana III untuk melawan pemberontaka.  Namun pada tahun 1755, Pangeran Mangkubumi membelot dari Pangeran Sambernyawa lalu menerima tawaran perdamaian di Giyanti, yang menyebabkan Mataram terbagi menjadi dua bagian.  Pangeran Sambernyawa sendiri baru menandatangani perjanjian dengan VOC pada tahun 1757 melalui Perjanjian Salatiga, dimana ia mendapatkan hak untuk memerintah sebagian siti lungguh atau status "tanah apanase" atau enclave di wilayah nagara agung Mataram bagian timur, dan  kemudian bergelar sebagai Adipati Mangkunegara I.

Isi Perjanjian

Secara umum isi Perjanjian Giyanti adalah pembagian Kesultanan Mataram menjadi dua bagian, yakni Kasunanan Surakarta di bawah kepemimpinan Sunan Pakubuwana III dan Kesultanan Yogyakarta di bawah tampuk kepemimpinan Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwana I. Pada periode sebelumnya Keraton Surakarta telah didirikan  terlebih dahulu pada kurun waktu kekuasaan Sunan Pakubuwana II sebagai pengganti Keraton Kartasura yang diluluhlantahkan lantaran pada Geger Pecinan di bawah kepemimpinan Sunan Amangkurat V.

Sangat disarankan bagi kaum muda untuk bisa berkunjung ke situs Monumen Perjanjian Giyanti, yang memiliki nilai sejarah tinggi, sebagai Napak tilas perjalanan bangsa ini yang penuh lika-liku. Semoga Bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun