Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Antara Baby Blues dan Cuti Ayah yang Kurang

15 Juni 2024   11:35 Diperbarui: 15 Juni 2024   14:03 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ayah, Ibu dan Bayi (sumber: AI care)

Jika mau disurvei, kepada para calon ibu yang hendak melahirkan, pasti rata-rata mereka pasti yang diingat adalah ibu kandungnya, bukan suaminya. Namun, ketika pasca melahirkan, saya yakin yang ia butuhkan bukan hanya ibu kandungnya, tetapi support penuh dari sang suami.

Itu terjadi pada istri saya, adik perempuan saya dan rata-rata para ibu-ibu yang saya kenal mengalami sindrom yang sama. Memang dalam tradisi di Indonesia, pasca melahirkan, biasanya sang nenek banyak membantu anak perempuannya mengurusi cucunya yang baru lahir, tapi jauh dalam lubuk hati dari sang ibu baru, adalah support suami yang teramat dibutuhkan saat pasca melahirkan.

Secara psikologis, bisa saja saat hamil besar, sang calon ibu, teringat akan perjuangan dari ibu kandungnya ketika mengandungnya, dan sangat butuh dukungan psikologis dari ibu kandungnya. 

Namun setelah melahirkan, kestabilan hormon sang ibu baru bisa saja naik-turun untuk mengurusi bayinya, maka disinilah peran sang suami teramat dibutuhkan, baik kesigapannya maupun dukungan morilnya.

Data yang dilansir dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan 57 persen ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues atau depresi pasca melahirkan. Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kasus baby blues tertinggi di Asia. Maka sesuai judul artikel saya, sindrom Baby Blues layak bisa dikatakan sebagai fenomena.

Ilustrasi Ayah, Ibu dan Bayi (sumber: AI care)
Ilustrasi Ayah, Ibu dan Bayi (sumber: AI care)

Dikutip dari laman Mitra Keluarga, sindrom Baby Blues ini bisa mengakibatkan sang ibu baru tidak mampu mengurus diri sendiri karena mengalami kelelahan luar biasa pasca melahirkan. Kemudian merasa mudah tersinggung, mudah marah, dan cemas. 

Lalu kadang ia bisa mudah sedih, murung, cemas, menangis, sulit tidur, kewalahan mengurus bayi, bahkan ada kasus sang ibu yang tak mau menyentuh bayinya berhari-hari.

Penyebab utama dari sindrom baby blues sudah jelas karena ketidakstabilan hormon ibu pasca melahirkan. Namun, dari beberapa pakar psikolog mengungkapkan bahwa support system dari sekelilingnya yang mempengaruhi baby blues dari sang ibu bisa sangat parah atau tidak ada sama sekali. 

Dan menurut pengamatan saya dari melihat istri saya dan beberapa ibu yang baru melakukan persalinan, hal tersebut sangat benar sekali dan peran suami memang menjadi faktor yang paling utama yang dapat meredam sindrom baby blues pada istrinya yang baru melahirkan.

Kenapa saya katakan peran suami sangat vital dalam pemulihan istri pasca melahirkan, dikarenakan hanya suamilah, sang istri merasa nyaman ketika meminta bantuan untuk berganti pakaian, menuntun ke kamar mandi apabila istri belum bisa berjalan lancar dan pertolongan-pertolongan lainnya yang sifatnya pribadi dan hanya bisa dilakukan oleh suaminya. 

Apalagi jika sang istri melahirkan dengan proses cesar, tentunya jahitan pada bekas operasinya sangat menganggu pergerakannya dan sangat membuatnya stres, lagi-lagi disinilah peran utama suami sangat dibutuhkan ketimbang anggota keluarga lainnya.

Jika kita melihat data dari BKKBN, mengapa angka gejala baby blues di Indonesia cukup tinggi, menurut saya terdapat 2 faktor yang mempengaruhinya. 

Pertama, tradisi di Indonesia kebanyakan ketika seorang ibu melahirkan, yang paling banyak membantu mengurusinya bukanlah suaminya, bisa saja oleh orangtuanya, saudaranya bahkan kadang mertuanya, padahal orang yang paling bisa membantu pemulihan gejala baby blues adalah sang suami. 

Kedua, apabila seandainya sang suami sangat support membantu pemulihan istri pasca melahirkan, tetapi sering terkendala waktu cuti yang sangat terbatas, saya sendiri sewaktu istri melahirkan, hanya diberikan cuti selama 2 hari plus 1 hari oleh kantor, sesuai dengan peraturan yang ada.

Faktanya di Indonesia, cuti ayah dalam mendampingi proses persalinan istrinya ditetapkan hanya selama 2 hari dan tetap mendapatkan upah. Hal ini tertuang dalam UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 93. Dalam aturan pasal 93 ayat 2 tertulis

"Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila : a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; b. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; c. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;"

Pada awal tahun ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mengusulkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai aturan pelaksana dari UU No. 20/2023 tentang ASN. Salah satu poin yang akan diatur adalah hak cuti pendampingan bagi ASN pria yang istrinya melahirkan yang akan ditambah jumlah harinya.

Kita bisa bandingkan dengan negara lain yang sudah menerapkan cuti Ayah dengan baik yaitu Jepang, Spanyol, Korea Selatan, negara-negara Skandinavia, dimana mereka menerapkan cuti ayah bisa lebih dari sebulan dan tetap mendapatkan upah. Ada seperti negara India dan Meksiko yang bisa memberikan cuti lebih dari dua minggu, tetapi hanya terbatas pada ASN.

Selama ini cuti pasca melahirkan hanya identik pada ibunya saja, padahal sang ayah sebenarnya juga harus diberikan porsi hari cuti yang juga banyak, untuk mendampingi istrinya yang sangat membutuhkan bantuan suaminya dalam pemulihan pasca melahirkan, jika selama ini hak cuti yang diberikan hanya selama 2 hari, dirasakan teramat kurang, sehingga tak ayal bisa saja berimbas pada tingginya angka sindrom baby blues pada Indonesia.

Lalu, solusi apa saja yang bisa menjadi perhatian kita agar sang suami dapat optimal dalam mendampingi istrinya pasca melahirkan, berikut ulasannya.

Revisi Cuti Ayah

Sangat disayangkan, pemerintah baru-baru ini hanya merevisi aturan cuti ayah hanya terbatas pada ASN, padahal yang namanya ayah tidak hanya berprofesi seorang ASN. 

Mindset pemerintah harus mengacu pada bahwa perkembangan bayi harus optimal mulai semenjak ibu hamil dan melahirkan, dan satu-satunya 'petugas' yang bisa membantu sang ibu dalam mengoptimalkan perawatan bayi adalah sang ayah, bukan perawat, bukan kakek neneknya, bukan kerabat lainnya.

Maka dari itu penting sekali harus direvisi UU Ketenagakerjaan menyangkut hak cuti ayah dalam mendampingi istrinya pasca melahirkan, di mana hak cuti yang semula hanya 2 hari, bisa ditambah lagi hingga beberapa minggu menyesuaikan keadaan.

Tugas suami, tidak hanya mengurus administrasi persalinan di rumah sakit atau mengurus akta kelahiran anaknya saja, tetapi seperti yang dikatakan bu Rini Wulandari, harus siap siaga dalam mendampingi istri pasca melahirkan. Oleh karena itu, dalam pendampingan tersebut dirasakan tak cukup hanya 2 hari saja, tetapi lebih dari itu.

Penyesuian Jam Kerja Ayah

Ada beberapa negara Skandinavia, seperti Swedia, Denmark atau Finlandia yang memberikan fleksibiltas jam kerja bagi para ayah sedang mendampingi istri pasca melahirkan. 

Hal ini teramat penting, karena yang dituju bukanlah sekedar mendampingi istrinya, tetapi agar supaya sang bayi benar-benar optimal diperhatikan oleh orangtuanya.

Saya sewaktu kelahiran anak saya, setiap waktu kerja telah usai, langsung 'teng go' pulang menuju rumah, bukan hanya sekedar kangen anak yang baru lahir, tetapi ingin membantu istri yang belum pulih betul pasca melahirkan serta tentunya gantian shift merawat jabang bayi. 

Saya masih ingat, istri agak baby blues untuk memegang kepala jabang bayi, di usia sekitar 3 bulan, saya rutin memberikan minyak kemiri pada rambut anak saya, karena istri belum berani pegang bagian kepala, walhasil rambut anak saya sekarang tebal, hitam dan bagus pertumbuhannya.

Seandainya ada penyesuian jam kerja pada ketenagakerjaan Indonesia terutama para ayah yang sedang mendampingi istri pasca melahirkan, tentunya akan sangat membantu apabila tidak ada ijin pemberian cuti.

Penyuluhan Manajemen Pasca Melahirkan untuk Calon Ayah

Penanganan baby blues teramat penting utamanya adalah agar ibu bisa optimalkan memberikan ASI secara eksklusif. Jika ibunya stres dan depresi pasca melahirkan, maka akan sulit ASI bisa keluar untuk diberikan kepada jabang bayi.

Maka penting BKKBN bisa melakukan terobosan-terobosan dalam mengkampanyekan bahkan melakukan penyuluhan manajemen pasca melahirkan bagi para calon ayah. 

Materi-materinya menyangkut tentang apa saja yang harus dilakukan sang ayah dalam mengkondisikan suasana istri pasca melahirkan, mulai dari mau dilahirkan di rumah sakit mana, menyiapkan baju, peralatan serta perlengkapan yang diperlukan, manajemen stress hingga mengurus segala kelengkapan administrasi. 

Punya anak memang repot, makanya seperti tagline iklan minyak kayu putih, "buat anak kok main-main", artinya harus sepenuh jiwa ketika seseorang mendapat amanah anak di dunia.

Para calon ayah harus diberikan pemahaman bahwa seorang ibu yang baru saja melahirkan memiliki ketidakstabilan emosi akibat hormon yang naik turun, maka diperlukan sosok suami yang bisa mendampingi dan membantu apa saja yang bisa diberikan untuk menurunkan stress pada istrinya.

Tunjangan Kelahiran

Pada beberapa negara maju, nilai tunjangan kelahiran sangatlah tinggi bahkan sampai diberikan paket-paket khusus dari pemerintah seperti kotak bayi, pakaian bayi dan segala macam keperluan bayi. 

Insentif seperti itu tentulah sangat membantu mood bagi sang ibu yang senang diberikan hadiah dari pemerintah berupa uang tunjangan kelahiran dan paket khusus keperluan bayi.

Pada negara kita, tunjangan kelahiran biasanya diberikan oleh perusahaan atau instansi di mana ia bekerja, jangan tanya nilainya, semua tergantung perusahaannya, ada yang besar, ada yang pula kecil. 

Jika kita merujuk pada kampanye pada calon presiden terpilih Prabowo-Gibran yang akan memberikan makan gratis pada ibu hamil dan melahirkan, mungkin bisa diperluas pada tunjangan-tunjangan kepada keluarga yang baru saja memiliki anak berupa diskon potongan membeli susu dan lainnya.

Dengan demikian sang ayah pun dapat mengondisikan segala sesuatunya dengan baik dalam mengendalikan stress ibu melahirkan, dikarenakan banyak kemudahan yang diterimanya dalam bentuk tunjangan-tunjangan tersebut.

Momen anak kita yang baru saja lahir, adalah sesuatu yang tak bisa diputar balik kembali, maka dari itu seyogyanya sang suami bisa punya banyak waktu mendampingi istri pasca melahirkan, agar anak tersebut dapat tumbuh kembang sesuai yang didoakan oleh orangtuanya. Semoga Bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun