Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Relevansi Trilogi Politik Etis Deventer di Zaman Kekinian

12 Juni 2024   14:22 Diperbarui: 12 Juni 2024   14:49 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekolah Dokter Jawa jaman Politik Etis (sumber SMAN 13 Semarang)

Secara  terbuka Deventer mengungkapkan keadaan yang teramat menyedihkan, bahkan ia sangat berani dengan tegas menyalahkan kebijakan pemerintah Kerajaan Belanda. Tulisan itu sangat terkenal, dan tentu saja mengundang banyak reaksi pro-kontra. Sebuah tulisan lain yang  juga terkenal adalah yang dimuat oleh De Gids juga (1908) ialah sebuah uraian tentang Hari Depan Insulinde, yang menjabarkan prinsip-prinsip etis dan proposal yang harus dilakukan pemerintah terhadap tanah jajahannya.

Saya termasuk orang yang membaca sejarah secara obyektif, artinya mencari jalan tengah, berusaha tidak pro kepada yang sifatnya personal. Termasuk dalam mengkaji sejarah Bangsa Asing  ketika menjajah Nusantara, sebenarnya tak sepenuhnya buruk seperti yang kita pahami hingga kini.

 Entah seperti apa pulau Jawa tidak dibangun jalan Anyer-Panarukan oleh Deandels, mungkin kita tak bisa melihat jalur pantura yang kita lihat sekarang. Entah apa jika Raffles tidak mengumpulkan tradisi oral bangsa ini melalui karya monumentalnya History of Java, mungkin kita tak banyak tahu masa lalu nenek moyang kita. Dan kita tak tahu bangsa ini jadinya, seandainya aktivis humanis Van Deventer tidak menderas pikirannya bagi kemajuan bangsa ini melalui Trilogi Politik Etis.

Mau tidak mau, saya sebagai bangsa Indonesia mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Tuan Van Deventer, sebagai pencetus awal Politik Etis di Hindia Belanda, walau dalam pelaksanannya masih banyak diskriminasi kelas sosial, namun tak pelak dampak Politik Etis di Hindia Belanda justru kelak membuat bangsa ini bersatu menuju kemerdekaan.

Melalui politik etis, lahirlah para bapak founding father kita seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, kemudian bermunculan ekonomi agraria yang hingga kini masih menyangga bangsa ini serta jalur transportasi yang menghubungkan seluruh Bandar di Nusantara.

Hal yang menarik perhatian saya adalah sebelum Van Deventer mencetuskan Trilogi Politik Etis, dia melakukan riset mendalam tentang Nusantara, bisa dikatakan dia adalah peneliti pertama tentang Nusantara yang sangat komprehensif hingga detail angka-angkanya, mulai dari pusat-pusat ekonomi, jalur perdagangan, distribusi hingga karakteristik masyarakat pribumi. Semuanya ia ungkapkan melalui artikel-artikelnya yang bernas di jaman itu.

Hingga akhirnya beliau menyimpulkan ada tiga hal yang perlu ditekankan oleh Pemerintah Hindia Belanda dalam memajukan ‘Insulinde’, yaitu Educatie (pendidikan), Irigatie (Irigasi/pertanian) dan Emigratie (emigrasi penduduk /pemerataan ekonomi). Ketiga aspek tersebut benar-benar dipresentasikan oleh Van Deventer melalui riset panjang tentang kondisi riil di lapangan.

Pada artikel kali ini saya akan mengkaji relevansi ketiga aspek tersebut yang masih bisa kita gunakan sebagai tolak ukur dalam pembangunan negara kita saat ini. Jaman bisa berubah, tetapi saya melihat apa yang ditelurkan oleh Van Deventer memang benar adanya, dan sudah terbukti melalui rentang jaman, dimana ketiga aspek tersebut yang akhirnya bisa menyatukan bangsa sebesar Indonesia ini.

Educatie (Pendidikan)

Van Deventer mungkin menyadari bahwa sebenarnya bangsa Nusantara adalah bangsa yang hebat, hanya saja mereka sangat rendah literasinya. Maka dari itu hal pertama yang harus digenjot saat itu adalah memberikan pendidikan seluas-luasnya kepada masyarakat pribumi. Namun, pada prakteknya pendidikan yang dijalankan belum maksimal, karena pendidikan saat itu baru bisa menyentuh kaum ningrat bangsawan.

Walau demikian, tak lama dari digaungkannya sekolah-sekolah untuk pribumi seperti MULO, STOVIA, NIAS dan lain-lain, melahirkan para kaum intelektual awal bangsa ini, yang kelak nantinya memerdekakan bangsa ini, saat invasi Bangsa Jepang berakhir.

Lalu, apakah untuk saat ini aspek pendidikan harus tetap menjadi lokomotif utama pembangunan seperti yang digaungkan Van Deventeer seabad lebih lalu. Jawabnya HARUS !, karena hingga kini aspek pendidikan masih dianggap beban biaya ketimbang investasi masa depan oleh sebagian besar dari kita. Lihat saja kasus kenaikan UKT beberapa waktu lalu, yang mencerminkan betapa perhitungannya kita untuk ‘mbayari’ anak-anak bangsa untuk belajar menuntut ilmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun