Menurut informasi sesepuh di daerah tersebut, dahulunya bangunan rumah dari kakek dari Mr Soepomo tersebut berbentuk seperti bangunan Belanda atau bergaya Eropa. Namun ketika markas KODIM 0726 Sukoharjo pindah ke kawasan tersebut, bangunan cagar budaya tersebut dibongkar, dan dibangun dengan bangunan modern dan dijadikan tempat Koperasi dari KODIM 0726 Sukoharjo.
Mungkin sebagian dari kita tidak mengetahui seluk beluk dari perjuangan dari Mr Soepomo dalam perjuangan pergerakan kemerdekaan bangsa kita. Kontribusi bisa dikatakan sangatlah besar, cuma mungkin kurang dikenal tenggelam oleh tokoh-tokoh lain yang lebih terkenal, berikut ringkasan singkat dari kisah Mr. Soepomo
Latar Belakang
Soepomo juga dilahirkan berasal dari kalangan bangsawan Jawa. Kakek dari pihak ayahnya adalah Raden Tumenggung Rekso Wardono yang merupakan  Bupati Anom Sukoharjo atau Wedana. Sementara kakek dari pihak ibunya yakni Raden Tumenggung Wirjodiprodjo merupakan seorang Bupati Nayaka Sragen.
Beliau  dilahirkan pada 22 Januari 1903, di Sukoharjo tepatnya di rumah kakeknya KRT Rekso Wardono, dan menghabiskan masa kecilnya di Sukoharjo. Kemudian beliau  memulai pendidikannya pada tahun 1917, ketika ia terdaftar di Europeesche Lagere School (ELS) di Boyolali, kemudian lulus pada tahun 1920, dan melanjutkan studinya ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Surakarta.
Soepomo muda sangat tertarik sekali dengan dunia Hukum, sesuatu yang agak kurang lazim bagi anak bangsawan di jaman itu, karena kebanyakan anak priyayi ingin menjadi Dokter Jawa. Hingga akhirnya pada tahun 1923, ia pindah ke Batavia untuk belajar hukum di Bataviasche Rechtsschool.
Selepas lulus dari sana, beliau kemudian bekerja di pengadilan negeri di Surakarta. Hingga akhirnya beliau berhasil berangkat ke Belanda untuk melanjutkan pendidikan Hukumnya. Beliau mendaftar di Universitas Leiden, dan belajar hukum secara intensif di bawah bimbingan Cornelis van Vollenhoven, ahli hukum terkemuka Belanda pada jaman itu.
Perjuangan Awal
Gebrakan perjuangannya di bidang hukum dimulai pada tahun 1927, dengan tesisnya yang berjudul "Reformasi Sistem Agraria di Wilayah Surakarta", yang berisi uraian tentang kritik sistem agraria di wilayah Vorstenlanden Surakarta yang dirasakannya bentuk ketidakadilan pemerintah Hindia Belanda dalam mengatur sistem agraria di sana dan menuntut perlu adanya reformasi agrarian.
Setelah menyelesaikan  studi hukum di Belanda, dia langsung kembali ke tanah air. Hal yang pertama dilakukan adalah menikahi wanita pujaan hatinya yaitu Raden Ajeng Kushartati, yang merupakan putri Pangeran Ario Mataram dan Gusti Kanjeng Ratu Alit di Surakarta, bangsawan keraton. Dari pernikahannya, beliau dikaruniai 3 anak.
Setelah itu beliau bertugas  menjadi pegawai pengadilan di Yogyakarta, kemudian dipindahkan ke Departemen Kehakiman di Batavia. Saat bertugas di Departemen Kehakiman, ia mengambil pekerjaan sampingan sebagai dosen tamu di Rechtshoogeschool.
Perjuangan pergerakannya dimulai ketika beliau  bergabung dengan asosiasi pemuda Jong Java, dan menulis sebuah makalah progresif yang berjudul "Perempuan Indonesia dalam Hukum", yang ia presentasikan bersama dengan  Ali Sastroamidjojo pada Kongres Perempuan 1928. Semenjak itu, ia mulai dekat dengan para tokoh founding father seperti Soekarno, Moh Hatta, Agus Salim dan lain-lain