Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dialekta Pendidikan Rabindranath Tagore dan Ki Hajar Dewantara

2 Mei 2024   11:33 Diperbarui: 2 Mei 2024   11:56 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ki Hajar Dewantara dan Tagore (sumber: okezone news)

"Guru jangan hanya memberi pengetahuan yang perlu dan baik saja tetapi harus juga mendidik si murid akan dapat mencari sendiri pengetahuan itu dan memakainya guna amal keperluan umum. Pengetahuan yang baik dan perlu itu yang manfaat untuk keperluan lahir batin dalam hidup bersama" (Ki Hajar Dewantara)

Pada akhirnya pendidikan bertujuan bagaimana siswa akan menjadi manusia yang dapat menjalani hidupnya dengan penuh makna, bukan sekedar bisa makan dan minum atau bertahan hidup semata. Tagore dan Ki Hajar Dewantara memberikan filosofi bahwa peserta didik harus dibekali kemampuan dalam menapaki kehidupan dengan kesungguhan serta bagaimana menjadi manusia yang bermanfaat bagi sekitarnya.

Ilmu yang didapatkan oleh peserta didik harus benar-benar secara holistik dapat diterapkan sepenuhnya pada kehidupan nyata, bukan sekedar teori semata. Nilai-nilai seperti budi pekerti dan moral adalah hal yang paling ditekankan oleh kedua filsuf ini, agar ilmu yang diterima bisa bermakna dalam kehidupan.

Pendidikan Inklusif dan Merdeka

"Dimana pikiran tanpa rasa takut dan kepala terangkat tinggi, disitulah pengetahuan" (Rabindranath Tagore)

"Maksud pengajaran dan pendidikan yang berguna untuk kehidupan bersama adalah memerdekakan manusia sebagai anggauta persatuan (rakyat)" (Ki Hajar Dewantara)

Pendidikan untuk semua, itulah cita-cita utama dari Tagore dan Ki Hajar Dewantara bagi bangsanya masing-masing. Keduanya berangkat dari bangsa yang terjajah, dimana kaum pribumi tidak menerima pendidikan yang layak dan setara sebagaimana yang diterima kaum kulit putih sang penjajah.

Jika di India, Tagore mendirikan sekolah Shriniketan untuk semua golongan rakyat, maka di Hindia Belanda, Ki Hajar Dewantara juga mendirikan sekolah yang berfilosofi sama, yaitu Taman Siswa, sebuah taman pendidikan yang berbasis kearifan lokal. Keduanya sama-sama menggunakan pendekatan inklusif dalam pembelajarannya, tidak membeda-bedakan suku, agama atau latar belakang peserta didik. Sungguh sesuatu yang progresif di masa itu, dimana sekolah-sekolah yang didirikan masih berdasarkan warna kulit.

Marilah pada momen Hari Pendidikan Nasional, kita sungguh-sungguh mewujudkan cita-cita Ki Hajar Dewantara, yaitu pendidikan yang memerdekakan manusia seutuhnya lahir dan batin. Semoga Bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun