Memang jika kita melihat catatan-catatan dari korespondensinya, besar keinginannya untuk mendirikan sekolah wanita, dan hal tersebut didukung oleh suaminya, namun hal tersebut urung terwujud, kemungkinan karena Kartini sudah meninggal terlebih dahulu pada saat pasca melahirkan.
Jika kita sekarang sering melihat sekolah-sekolah yang memakai nama Kartini di berbagai kota, banyak menganggap sekolah tersebut didirikan oleh beliau. Faktanya  Kartini School atau Sekolah Kartini adalah sekolah khusus untuk perempuan yang didirikan oleh Yayasan van Deventer pada tahun 1912 di Semarang, kemudian cabangnya menyebar di berbagai kota dan faktanya lagi adalah Kartini sudah meninggal, ketika sekolah perempuan ini didirikan, artinya Kartini tidak pernah melihat sekolah ini semasa hidupnya.
Pendirian sekolah perempuan yang didirikan Yayasan Van Deventer sekitar awal abad 20, adalah merupakan bentuk dari politik etis pemerintah Hindia Belanda yang mendapat tekanan dari kaum humanis Belanda untuk memperhatikan nasib kaum perempuan inlander.
Besar kemungkinan, tokoh politik etis Hindia Belanda saat itu Van Deventer dan Abendanon hendak menggandeng Kartini untuk mewujudkan program-program perbaikan kaum perempuan inlander, dengan seringnya mereka berkorespondensi tukar pikiran karena begitu cerdasnya pemikiran Kartini saat itu, namun sayang Kartini sudah meninggal terlebih dahulu, sebelum program itu diwujudkan, untuk mengenang hal tersebut maka didirikanlah sekolah-sekolah perempuan oleh pemerintah Hindia Belanda yang menggunakan nama 'Kartini'.
Salah Kaprah Buku 'Habis Gelap Terbitlah Terang'
Fakta utama adalah buku Habis Gelap Terbitlah Terang bukanlah buku komprehensif yang ditulis oleh Kartini seperti yang diyakini banyak orang tetapi merupakan kumpulan surat yang ditulis oleh Kartini, kemudian dibukukan. Kumpulan korespondensi tersebut dialihbukukan oleh J.H. Abendanon dengan judul Door Duisternis Tot Licht pada tahun 1911 Sementara pada tahun 1922, dibuatlah buku terjemahan melayunya oleh Bagindo Dahlan Abdullah, Zainudin Rasad, Sutan Muhammad Zain, dan Djamaloedin Rasad yang populer dengan nama empat sekawan.
Mekanisme proses pengumpulan korespondensi surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini kepada rekan-rekannya di Eropa dilakukan setelah Kartini meninggal dunia oleh J.H. Abendanon. Fakta yang perlu kita ketahui adalah Abendanon saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang sebenarnya memiliki arti "Dari Kegelapan Menuju Terang", bukan Habis Gelap Terbitlah Terang. Â Buku ini dicetak sebanyak beberapa kali, dan sangat laris pada awal abad 20, besar kemungkinan tokoh-tokoh nasional kita seperti Soekarno, Hatta, Agus Salim membaca buku ini.
Pada 1938, Â penulis generasi pujangga baru, Armijn Pane menyusun buku roman Habis Gelap Terbitlah Terang diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Buku terjemahan ini dicetak sebanyak sebelas kali, namun lebih menonjolkan kisah roman gubahan Armijn Pane berdasarkan surat-surat Kartini.
Fakta yang menarik lagi adalah, hingga kini belum ditemukan surat asli dari Kartini yang dikumpulkan oleh Abendanon, kemungkinan disimpan di Belanda. Sehingga muncul kontroversi, bisa jadi buku Door Duisternis Tot Licht adalah rekaan dari pemerintah Hindia Belanda atau bisa saja tulisan-tulisan Kartini sudah diedit sedemikian rupa demi kepentingan untuk mendapat simpati dari bangsa Inlander saat jaman kolonial.
Kenapa Harus Pakai Baju Adat
Pada saat zaman orde baru, gerakan Dharma Wanita yang diinisiasi oleh ibu negara, Tien Soeharto mulai melakukan banyak program, seperti pendirian Gedung Wanita, Persatuan Istri-istri pegawai hingga salah satunya adalah menjadikan hari kelahiran Kartini sebagai simbol perayaan emansipasi wanita.
Entah bagaimana ceritanya, setiap Hari Kartini tiba yang dicanangkan pemerintah, disambut dengan penggunaan kebaya plus sanggul konde khas 'Kartini' oleh para pegawai instansi pemerintahan dan swasta. Saya tidak tahu apa hubungannya memakai kebaya dengan semangat emansipasi wanita, dan kenapa saat itu memilih hari kelahiran Kartini sebagai hari perwujudan semangat kemajuan wanita.
Seiring berjalannya waktu, perayaan Hari Kartini semakin salah kaprah, dimana anak-anak sekolah dianjurkan untuk mengenakan pakaian daerah saat perayaan berlangsung, bahkan hingga dilombakan, sekali lagi apa korelasinya anak-anak mengenakan pakaian daerah saat hari Kartini, kenapa tidak pada saat Hari Kemerdekaan atau Hari Sumpah Pemuda yang lebih mengena nilai-nilainya.