Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Bolehkah Membangunkan Sahur dengan Musik Keliling?

19 Maret 2024   04:09 Diperbarui: 19 Maret 2024   04:28 990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Orkes Musik Keliling Bangunkan Sahur (sumber: Pemkab Blora)

Sewaktu masih aktif menjadi remaja masjid kampung, terkadang saya diajak oleh beberapa teman untuk keliling membangunkan sahur warga kampung pada saat bulan Ramadan. Memori yang tak terlupakan di masa muda, walau hanya bermodal kentongan, ember cat bekas dan peralatan seadanya, kami semua merasa senang sekali bisa memeriahkan suasana Ramadan yang semarak di kampung tercinta.

Kegiatan ini bisa dikatakan jamak terjadi di banyak kampung-kampung di seluruh Indonesia, tradisi membangunkan sahur dengan musik keliling sudah cukup mengakar dalam beberapa dekade terakhir. Bahkan dalam beberapa waktu terakhir, banyak variasi-variasi yang dilakukan para pemuda-pemuda kampung di seluruh nusantara dalam memainkan musik membangunkan sahur, ada yang memakai alat musik angklung, adapula yang memakai perkusi lengkap, bahkan ada sampai memakai sound system yang komplit dengan dentuman sound yang memekakkan telinga.

Fenomena tradisi ini memang pada akhirnya menimbulkan pro kontra pada masyarakat, ada yang merasa terbantu dengan adanya musik keliling karena bangun sahurnya jadi lebih mudah, namun adapula yang merasa terganggu dengan berisiknya alunan musik keliling yang dimainkan pada waktu dini hari.

Pada zaman Rasulullah, tradisi membangunkan sahur kepada warga sekitar, ternyata juga sudah dilaksanakan, hanya saja metodenya yang berbeda, dimana cara yang digunakan adalah melakukan azan dua kali, yaitu azan pertama yang dilakukan Bilal bin Rabah yang menandakan waktu dimulainya azan, kemudian azan kedua yang dilakukan Ibnu Ummi Maktum merupakan azan waktu subuh.

Perihal tersebut termaktub dalam kutipan hadis, "Sesungguhnya Bilal mengumandangkan azan di malam hari, makan dan minumlah kalian hingga Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan azan." Salim bin Abdullah berkata, "Abdullah bin Ummi Maktum adalah seorang laki-laki buta, ia tidak mengumandangkan azan hingga dikatakan padanya, 'Subuh telah tiba, Subuh telah tiba'." (Hadits Shahih Riwayat Malik).

Lalu bagaimanakah adab atau etika yang baik dalam membangunkan sahur dengan tradisi musik keliling, berikut kiranya hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan tradisi tersebut.

Kesepakatan Warga Sekitar

Tradisi membangunkan sahur dengan parade musik keliling adalah kegiatan yang dilakukan di tempat umum, seyogyanya sebelum hal tersebut dilakukan, maka pihak remaja kampung setempat yang hendak melaksanakannya wajib hukumnya untuk mendapat kesepakatan dari warga setempat.

Pihak takmir masjid, remaja masjid dan perwakilan warga non-muslim harus duduk bersama terlebih dahulu menentukan batasan-batasan atau aturan yang bisa disepakati, agar nantinya tidak terjadi konflik kesalahpahaman yang bisa timbul akibat kegiatan yang sebenarnya mempunyai niat baik yaitu membangunkan orang untuk sahur.

Banyak beredar video viral warga yang resah dengan adanya keberadaan parade musik keliling membangunkan sahur, hal tersebut kemungkinan akibat tidak terjalinnya komunikasi antara warga dengan para remaja melaksanakan kegiatan tersebut.

Dilakukan 1 jam sebelum waktu Subuh

Sungguh sangat tidak beretika jika kegiatan musik keliling dilakukan jam 2 dini hari, dimana kebanyakan warga masih terlelap tidur atau adapula yang melakukan shalat tahajud, sehingga tentunya sangat menganggu.

Maka idealnya kegiatan parade musik keliling membangunkan sahur dilaksanakan sekitar 1 jam sebelum masuk waktu subuh, sebagai contoh apabila waktu subuh menunjukkan pukul 04.30, maka pelaksanaannya baru bisa dimulai pada pukul 03.30.

Waktu selama satu jam dirasakan durasi yang cukup bagi warga sekitar dalam mempersiapkan hidangan sahur, serta bersiap-siap untuk melaksanakan shalat subuh.

Hindari Suara Yang Terlalu Keras

Ada video viral yang mempertunjukkan sekelompok pemuda yang melakukan parade musik keliling membangunkan sahur dengan cara menggunakan sound system komplit yang diarak dengan kendaraan pick up, dan yang membuat geleng-geleng kepala adalah suara musik yang dihasilkan mungkin hampir setara dengan pertunjukkan musik di atas panggung, sehingga efeknya justru sangat berisik dan memekakkan telinga.

Tentunya hal tersebut justru malah menimbulkan kemudharatan ketimbang kebermanfaatan, dengan perkembangan teknologi sekarang, level kebisingan sebenarnya sudah bisa diukur, dimana menggunakan ukuran satuan desibel (db), yaitu ukuran tingkat kebisingan suara, dimana smartphone di jaman sekarang, sudah ada aplikasi yang bisa mengukur tingkat kebisingan suara yang dihasilkan.

Sebagai contoh, dilansir dari wikipedia, standar kebisingan dari alat musik adalah sekitar 100-150 db, artinya apabila tingkat kebisingan yang dihasilkan alat musik yang digunakan untuk membangunkan sahur sudah lebih dari 100 db, maka secara umum bisa dikatakan cukup memekakkan telinga untuk sekedar membangunkan orang tidur dan malah justru menganggu dalam suasana dini hari.

Shalawat Atau Musik Islami

Pernah suatu ketika saya sahur di tempat saudara, dan mendengar alunan parade musik keliling membangunkan sahur dari remaja setempat, namun saya justru merasa risih, karena lagu yang dimainkan mereka justru lagu dangdut koplo percintaan, sungguh tentunya tidak mencerminkan suasana bulan Ramadan yang islami.

Nomor-nomor lagu dari Opick, Haddad Alwi, Maher Zain atau tembang shalawat Habib Syech tentunya bisa menjadi pilihan dalam parade musik keliling, karena lirik-liriknya penuh nuansa dakwah serta menghidupkan suasana Ramadan yang sejuk.

Secara tidak langsung, lagu-lagu Islami atau Shalawat yang disenandungkan sewaktu parade musik keliling membangunkan sahur, justru bisa menjadi media dakwah jika dimainkan dengan apik dan mendapat apresiasi dari warga setempat, pernah pengalaman pribadi, rombongan parade saya sering diberi kue atau gorengan dari para warga yang rumahnya kami lintasi.

Perkara membangunkan sahur dengan parade musik keliling di kampung-kampung bukanlah masalah boleh atau tidak boleh, tetapi lebih ke aspek etika atau adab, karena di dalam Islam, sesuatu yang berlebihan haruslah dihindari. Momentum Ramadan di nusantara memang sangat unik, tradisi yang berkembang harus kita jaga baik dengan tetap berpegang pada syariat. Semoga Bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun