Maka idealnya kegiatan parade musik keliling membangunkan sahur dilaksanakan sekitar 1 jam sebelum masuk waktu subuh, sebagai contoh apabila waktu subuh menunjukkan pukul 04.30, maka pelaksanaannya baru bisa dimulai pada pukul 03.30.
Waktu selama satu jam dirasakan durasi yang cukup bagi warga sekitar dalam mempersiapkan hidangan sahur, serta bersiap-siap untuk melaksanakan shalat subuh.
Hindari Suara Yang Terlalu Keras
Ada video viral yang mempertunjukkan sekelompok pemuda yang melakukan parade musik keliling membangunkan sahur dengan cara menggunakan sound system komplit yang diarak dengan kendaraan pick up, dan yang membuat geleng-geleng kepala adalah suara musik yang dihasilkan mungkin hampir setara dengan pertunjukkan musik di atas panggung, sehingga efeknya justru sangat berisik dan memekakkan telinga.
Tentunya hal tersebut justru malah menimbulkan kemudharatan ketimbang kebermanfaatan, dengan perkembangan teknologi sekarang, level kebisingan sebenarnya sudah bisa diukur, dimana menggunakan ukuran satuan desibel (db), yaitu ukuran tingkat kebisingan suara, dimana smartphone di jaman sekarang, sudah ada aplikasi yang bisa mengukur tingkat kebisingan suara yang dihasilkan.
Sebagai contoh, dilansir dari wikipedia, standar kebisingan dari alat musik adalah sekitar 100-150 db, artinya apabila tingkat kebisingan yang dihasilkan alat musik yang digunakan untuk membangunkan sahur sudah lebih dari 100 db, maka secara umum bisa dikatakan cukup memekakkan telinga untuk sekedar membangunkan orang tidur dan malah justru menganggu dalam suasana dini hari.
Shalawat Atau Musik Islami
Pernah suatu ketika saya sahur di tempat saudara, dan mendengar alunan parade musik keliling membangunkan sahur dari remaja setempat, namun saya justru merasa risih, karena lagu yang dimainkan mereka justru lagu dangdut koplo percintaan, sungguh tentunya tidak mencerminkan suasana bulan Ramadan yang islami.
Nomor-nomor lagu dari Opick, Haddad Alwi, Maher Zain atau tembang shalawat Habib Syech tentunya bisa menjadi pilihan dalam parade musik keliling, karena lirik-liriknya penuh nuansa dakwah serta menghidupkan suasana Ramadan yang sejuk.
Secara tidak langsung, lagu-lagu Islami atau Shalawat yang disenandungkan sewaktu parade musik keliling membangunkan sahur, justru bisa menjadi media dakwah jika dimainkan dengan apik dan mendapat apresiasi dari warga setempat, pernah pengalaman pribadi, rombongan parade saya sering diberi kue atau gorengan dari para warga yang rumahnya kami lintasi.
Perkara membangunkan sahur dengan parade musik keliling di kampung-kampung bukanlah masalah boleh atau tidak boleh, tetapi lebih ke aspek etika atau adab, karena di dalam Islam, sesuatu yang berlebihan haruslah dihindari. Momentum Ramadan di nusantara memang sangat unik, tradisi yang berkembang harus kita jaga baik dengan tetap berpegang pada syariat. Semoga Bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H