Alasan terakhir adalah jika kita terlalu percaya pada hasil survey pilpres yang dikeluarkan beberapa lembaga survey adalah membuat kita sulit untuk berpikir jernih dan obyektif ketika menjatuhkan pilihan dalam pilpres.
Bagi orang yang berintelektualitas tinggi, mungkin sama sekali tidak menggunakan hasil survey sebagai parameter dalam memilih, tetapi untuk masyarakat awam, yang semula ingin memilih memakai hati nurani, bisa menjadi berubah pendiriannya ketika melihat hasil survey jagoan calon presidennya jeblok jumlahnya, sehingga besar kemungkinan bisa golput atau pindah ke calon lain, hanya gara-gara terlalu berpegang dengan hasil survey.
Saya sendiri ada melihat lembaga survey yang mempunyai hasil memenangkan calon jagoan saya, tetapi saya pun tak percaya penuh dengan hasil survey tersebut.Â
Karena parameter memilih bagi saya cukup sederhana, yaitu rekam jejak pengalaman masing-masing capres-cawapres ketika menjadi pejabat publik, saya menilai siapakah yang paling lama berpengalaman dalam melayani rakyat, saya tidak menilai prestasinya bagus atau tidak, punya keburukan atau tidak, karena itu sifatnya subjektif dan penuh perdebatan tidak penting.
Ibaratnya seperti karyawan yang melamar ke perusahaan, dimana kita sebagai rakyat cukup melihat Curicullum Vitae si Capres yaitu pernah kerja sama rakyat itu jadi apa dan berapa lama, sudah cukup itu saja. Jika menuntut yang ideal, semuanya mungkin tidak bisa dipilih, maka dalam memilih saran saya, seobjektiflah dan sesederhanalah dalam menggunakan parameter. Makin simpel, makin logislah kita dalam memilih.
Tidak ada yang salah jika kita mempercayai hasil survey pilpres yang dirilis oleh beberapa lembaga survey, karena mereka pun sudah menggunakan metode statistik yang benar. Namun permasalahannya, bukan masalah pada benar atau salah, tetapi bisa atau tidak menggunakannya sebagai dasar kita dalam memilih siapa calon pemimpin bangsa kita, karena memilih itu pakai kebenaran hati, bukan kebenaran nisbi. Semoga Bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H