Saya tidak tahu pasti, apakah saya adalah seorang kader atau simpatisan Nahdlatul Ulama (NU) atau bukan. Apakah hanya karena suka mendengar shalawatan dari Habib Syech atau suka ikut undangan tahlilan di RT, bisa dianggap sebagai 'penganut' NU. Di sisi lain, apakah karena saya sering ikut kajian rekan-rekan Muhammadiyah atau jika ada keluarga yang sakit selalu merujuk ke Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, lantas dapat dilabeli sebagai kader Muhammadiyah.
Gambaran di atas adalah anekdot masyarakat Islam di Indonesia yang majemuk tetapi masih mampu berharmonisasi dalam NKRI. NU dan Muhammadiyah seolah kadang seperti rivalitas untuk mendapatkan pengaruh umat Islam Indonesia, tetapi entah bagaimana perjalanannya, justru keduanya berhasil membangun kedamaian peradaban Islam di Indonesia yang tidak ada duanya di dunia.
Pada artikel ini saya akan menitikberatkan pada transformasi organisasi pada NU, karena kebetulan saat ini bertepatan dengan momen Hari Lahir Nahdlatul  Ulama yang jatuh pada 31 Januari. NU didirikan tepat 101 tahun yang lalu di pondok Pesantren Tebuireng, Jombang oleh KH Hasyim Asy'ari, dimana mulanya didirikan sebagai bentuk ijtihad para ulama Nusantara berdakwah dalam pondasi kearifan lokal, merakyat serta harmonisasi hingga akhirnya kini bertransformasi menjadi organisasi Islam terbesar di dunia yang bergerak di berbagai bidang, dimana diperkirakan memiliki anggota hingga 95 juta jiwa.
Dikutip dari Nuonline, pada tanggal 29/01/2024 diselenggarakan  Halaqah Nasional Strategi Peradaban Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Bantul, DI Yogyakarta, dimana dalam kesempatan tersebut  Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menyampaikan lima strategi NU dalam mencapai cita-cita transformasi konstruksi organisasi.
Pada artikel ini saya akan memberikan sedikit tanggapan atau opini dari 5 strategi transformasi NU yang disampaikan oleh Gus Yahya. Berikut kelima lima strategi transformasi tersebut.
Digitalisasi Tata Laksana Organisasi
Gus Yahya menuturkan dibutuhkan tata laksana organisasi, termasuk strategi digitalisasi organisasi. Menurutnya, digitalisasi merupakan upaya fundamental sebagai strategi tata laksana organisasi.
Menurut saya hal ini merupakan yang sangat urgen yang harus dilakukan NU sesegera mungkin. Walau secara struktur mulai dari pusat hingga ranting, sudah cukup baik, namun diperlukan upaya digitalisasi secara menyeluruh untuk mengoptimalkan kepengurusan di dalam pergerakannya.
Sebagai contoh kasat mata, dimana klaim sebagai ormas Islam yang anggotanya hingga puluhan juta, harus bisa digitalisasi secara organisasional. Sehingga ormas yang sedemikian besar ini dapat dikontrol terdesentralisasi dengan baik.
Saya kadang mengikuti pengajian-pengajian haul atau shalawatan di daerah Surakarta sekitarnya, dan memang selalu ramai tumpah ruah, namun saya kadang bertanya dengan para jemaah yang hadir dari jauh, apakah mereka mempunyai kartu keanggotaan NU, kebanyakan dari mereka tidak memilikinya. Dan hal inilah yang menjadi PR bagi NU untuk segera mendigitalisasi tata laksana organisasinya.
Kualitas Sumber Daya Manusia
Tranformasi kedua, Gus Yahya mengatakan"Kita harus melakukan perbaikan kapasitas sumber daya pengurus. Pengurus itu harus lebih baik kapasitasnya. Maka kita bangun sistem pelatihan kader,"