Pada suatu video panjang yang ditayangkan oleh media Kumparan di Youtube dalam Talkshow InfoA1 yang menampilkan narasumber Menteri Investasi, Bahlil Lahdalia pada 28 Desember 2023, terpetik beberapa poin yang menarik untuk disimak. Dimana dalam video tersebut secara panjang lebar memperbincangkan tentang kasak-kusuk cawe-cawenya Pak Jokowi dalam Pilpres kali ini.
Salah satu poin menarik dalam video tersebut adalah terungkap bahwa Pak Jokowi awalnya mendorong pak Erick Thohir sebagai salah satu kandidat cawapres mendampingi pak Prabowo, namun seiring dinamika politik yang terjadi, Pak Prabowo justru mengajukan nama Gibran Rakabuming Raka sebagai kompatriotnya, dikarenakan disetujui oleh seluruh koalisi Indonesia Maju , walau pada awalnya Pak Jokowi menolaknya.
Jika informasi tersebut benar adanya, secara pribadi saya sangat menyayangkannya, dikarenakan kualitas Pak Erick Thohir sangat jauh lebih baik ketimbang sang putra presiden. Tapi karena rumus politik tidak seperti rumus matematika, dalam kondisi tertentu curriculum vitae menjadi tak penting.
Jujur, sebelum Pilpres ini bergulir, secara pribadi saya sangat bersemangat menyongsongnya, bagaimana tidak, untuk pertama kalinya, dimana menjelang pemilu diadakan, panggung politik kita disemarakkan bertaburnya tokoh-tokoh pejabat publik dalam usia emas berkualitas dalam radar pilpres seperti Erick Thohir, Ridwan Kamil, Tri Rismaharini, Khofifah Parawansa, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan masih banyak lagi. Mereka ini seperti Pak Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta sewaktu 10 tahun lalu, yang juga ikut kontestasi pemilu dalam usia sangat matang untuk memimpin bangsa, tidak terlalu sangat tua, tidak terlalu sangat muda.
Ibaratnya jika mengambil filosofi fase hidup dalam Tembang Macapat Jawa, yaitu Sekar Gambuh. Gambuh adalah salah satu tipikal macapat atau puisi Jawa yang berorientasi mengambil fase kehidupan manusia rentang usia 40an hingga 50an, dimana kebanyakan syair-syairnya bertemakan kebijaksanaan.
Rentang usia ini adalah usia dimana manusia dalam fase kemampuan berpikir terbaik dalam sepanjang hidupnya. Dimana kematangan intelektual berpadu dengan kematangan pengalaman di lapangan, plus kondisi fisik juga masih dalam keadaan prima. Makanya aturan KPU tentang Capres Cawapres sudah cukup jelas menetapkan usia yang layak dalam memimpin bangsa ini.
Namun tak dinyana, hingga akhirnya dari kesekian nama tersebut hanya nama Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo yang muncul sebagai kontestan. Bukannya mengecilkan nama-nama lainnya, tapi jika dilihat dari usia serta pengalaman menjabat sebagai pejabat publik, mereka berdua adalah nama-nama yang ideal untuk memimpin bangsa ini.
Artinya, jika seandainya presiden terpilih nanti bisa menjabat 2 kali periode alias 10 tahun, maka para golden generation ini rata-rata akan sudah berusia 60 tahunan pada kontes pemilu selanjutnya, sudah agak lewat usia emasnya. Mungkin secara pola pikir masih cukup matang, tapi kemampuan fisik sudah agak menurun. Jadi agak disayangkan, kalau kontestasi pilpres kali ini tidak banyak diisi para pejabat publik berusia matang rentang usia 40-50 tahunan.
Salah satu nama yang saya sayangkan, karena tidak ikut masuk dalam kontestasi Pilpres kali ini adalah pak Erick Thohir. Beliau bisa dikatakan tokoh yang terlihat sangat sibuk beberapa tahun terakhir ini, mulai dari mengambil alih PSSI, mereformasi BUMN, naturalisasi pemain timnas, kemudian menyelenggarakan event-event Internasional seperti KTT, Asian Games hingga Piala Dunia U – 17, dimana kesemuanya ada peran pak Erick Thohir sebagai tokoh sentralnya.
Saya tidak ingin menilai bagus atau tidak kinerjanya, tapi yang pasti beliau memang benar-benar kerja, kerja dan kerja. Bahkan mungkin, dari sekian banyak pekerjaan nasionalnya itu bisa saja ada beberapa yang menggunakan kocek pribadinya dalam pendanaannya, mengingat beliau adalah salah satu keluarga konglomerat Indonesia.
Meminjam istilah viral yang tersemat pada Pak Prabowo yaitu ‘Gemoy’, maka bisa saya pastikan sosok Gemoy justru sejatinya ada pada pak Erick Thohir. Perawakannya memang tidak terlalu tinggi, berbadan lebar, gempal tapi sangat lincah dan luwes. Ke-gemoyan-nya benar-benar terlihat nyata beberapa tahun terakhir ini ketika menjabat sebagai mentri BUMN.
Kebetulan saya warga Solo, sempat melihat langsung pak Erick Thohir sangat sibuk mengatur persiapan pernikahan putra atasannya di Mangkunegaran, Solo. Dari caranya mengarahkan para pihak yang berkepentingan, bisa terlihat kemampuan kepemimpinannya yang sangat matang. Pantas saja Massimo Moratti tunduk-tunduk saja dengan beliau ketika mengakusisi Inter Milan pada tahun 2013 atau Presiden FIFA, Gianni Infantino sampai manut-manut saja olehnya agar Indonesia bisa dua kali menjadi tuan rumah Piala Dunia kelompok umur, hal itu menunjukkan besarnya kemampuan diplomasinya.
Sosok Erick Thohir sebelum terjun ke dunia politik adalah seorang pengusaha konglomerat dalam berbagai bidang. Ia adalah pendiri Mahaka Group, sebuah induk perusahaan yang berfokus pada bisnis media dan entertainment.
Bisa dikatakan beliau juga tokoh olahraga tingkat Internasional, dimana di tahun 2013 membuat heboh dunia sepakbola, dengan mengakuisisi Inter Milan. Dia juga diketahui memiliki saham di beberapa banyak klub olahraga baik di dalam dan di luar negeri.
Ia adalah putra dari Teddy Thohir, petinggi Astra Internasional dan adik dari Garibaldi Thohir, konglomerat pendiri Adaro Group. Berlatang belakang keluarga konglomerat di berbagai bidang usaha, tak menjadikan dirinya hanya hanyut dalam dunia bisnis saja, tetapi juga berusaha mengabdikan segala apa yang dimilikinya untuk kemajuan negaranya.
Di tanah air, ia mulai dikenal ketika menjadi Ketua Pelaksana Asian Games XVII di Palembang, dan mulai melejit ketika menjadi salah satu tim sukses pemenangan Jokowi-Ma’aruf Amin pada Pilpres 2019, hingga akhirnya menghantarkannya menjadi menteri BUMN dalam kabinet Jokowi.
Pada beberapa kesempatan, dia berujar tidak tertarik bergabung dengan partai politik, dia hanya ingin berkontribusi banyak kepada tanah airnya dengan segala apa yang dia punya, namun tidak ingin terikat dengan partai politik.
Pada ajang pilpres tahun ini, dia menjadi bagian tim sukses Prabowo – Gibran, walau jauh-jauh sebelumnya, banyak pula santer terdengar beliau juga sangat dijagokan menjadi calon presiden, saya sendiri sering lihat spanduknya di jalanan, jadi cukup disayangkan beliau kembali menjadi tim pemandu sorak, karena posisinya digantikan anak bosnya yang mendadak menyalip di tikungan.
Saya bukanlah pemuja pak Erick Thohir, tapi saya juga harus jujur dan obyektif, kiprah beliau memang bukan kaleng-kaleng. Baik secara pemikiran, energi, finansial semuanya dia berikan dan  kerahkan pada setiap pekerjaan besarnya. Dikarenakan dia tidak terikat oleh Parpol, sangat membuat pergerakannya cukup lincah dan  luwes dalam setiap kebijakannya.
Semoga siapapun presidennya nanti, pak Erick Thohir bisa tetap masih bersliweran dalam jajaran kabinet pemerintahan, mengingat koneksi internasionalnya serta pengalamannya dalam mengelola perusahaan-perusahaan besar negeri ini masih sangat-sangat dibutuhkan. Karena pak Erick Thohir adalah sosok gemoy sebenarnya, yang padat berisi pemikiran serta tindakan nyatanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H