Beberapa minggu terakhir, angkringan depan sekolah dimana biasa saya nongkrong selalu panas membahas ajang debat calon presiden 2024. Bapak-bapak dan mas-mas saling argumen tentang topik-topik di dalam debat tersebut, masing-masing punya hipotesa yang saya rasa lebih tajam ketimbang para capres yang tampil dalam ajang debat.
Sekelebat bicara tentang 'ajang debat', ingatan ini kembali masa perkuliahan dahulu, jelek-jelek gini saya sewaktu masih berstatus mahasiswa sering mengikuti ajang lomba debat bahasa Inggris tingkat mahasiswa, sebagai buktinya saya lampirkan foto artikel majalah kampus tahun 2007 yang memuat keikutsertaan saya mewakili Universitas Islam Sultan Agung Semarang mengikuti ajang debat bahasa Inggris yang berlangsung pada perhelatan PIMNAS tahun 2007 di Universitas Lampung.
Potongan artikel lama itu masih saya simpan baik-baik, karena memuat kenangan perjuangan keras agar bisa lolos ke jenjang nasional dalam perhelatan PIMNAS pada saat itu. Jujur, saya sebenarnya tidaklah begitu mahir berbahasa Inggris, cuma modal pede tingkat akut saja. Awalnya di Kampus, saya sering ikut lomba pidato dan presentasi bahasa Inggris tingkat kampus saja, dan alhamdulillah semuanya juara.
Kemudian dosen menawari untuk ikut lomba seleksi tim debat bahasa Inggris tingkat kampus, sebagai persiapan lomba ajang debat bahasa Inggris tingkat Kedungsapur dan tingkat Propinsi, hingga akhirnya bisa mewakili di ajang PIMNAS.
Alhamdulillah untuk tingkat kampus, saya berhasil mengalahkan banyak kandidat, dan akhirnya masuk dalam tim debat bahasa Inggris bersama kedua rekan lainnya mewakili kampus. Di tingkat eks Karesidenan, kalau tidak salah ingat, tim kami masuk ke dalam 8 besar. Kemudian di tingkat propinsi, saya agak lupa posisinya, tapi yang jelas, kami lolos ke PIMNAS, karena banyak kampus yang kami kalahkan di babak awal hingga 8 besar.
Di ajang PIMNAS, kami hanya bisa sampai ke babak kedua saja, saya ingat salah satu lawan kami adalah dari UGM dan kami benar-benar dihabisi babak belur oleh mereka. Anak-anak UGM saat itu saya akui benar-benar tajam dalam menjelaskan mosi debat dan sangat kaya akan data-data ketika mengajukan proposal dalam debat.
Dalam artikel ini, saya tidak berpanjang lebar tentang kisah waktu jaman mahasiswa dulu ketika mengikuti ajang lomba debat bahasa Inggris, tetapi mencoba mengkaitkan pengalaman ketika mengikuti lomba debat dengan membandingkannya pada ajang debat pilpres 2024.
Secara umum, memang ada perbedaan format mekanisme debat yang digunakan sewaktu saya dulu mengikuti kompetisi debat mahasiswa dengan debat pilpres. Format yang digunakan kebanyakan dalam lomba debat mahasiswa adalah sistem parlemen inggris, dengan menggunakan 4 faksi atau 4 kamar, dengan 2 faksi mengusung afirmatif dan 2 faksi kontra terhadap mosi, lumayan agak ribet saya jelaskan di sini tentang tata caranya, mungkin saya jelaskan di artikel yang lain.
Sementara debat capres 2024 menggunakan sistem debat konvensional yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa menyesuaikan aturan-aturan yang sudah ditetapkan KPU dan jumlah peserta debat, namun secara umum tetap mengunakan kaidah-kaidah debat yaitu ada penyampaian afirmasi mosi dalam topik debat, sanggahan mosi, menjawab sanggahan mosi dan pernyataan simpulan.
Namun yang menjadi catatan, debat pilpres bisa dikatakan sama halnya ajang lomba debat mahasiswa, yaitu bersifat kompetitif, harus saling adu gagasan terbaik dalam menyelesaikan masalah dan memang harus menjatuhkan pendapat lawan. Berbeda dengan debat-debat pada rapat kelurahan atau rapat warga RT, dimana tujuan debat mencari sudut pandang baru dalam menyelesaikan masalah, lebih ke arah diskusi.
Maka dari itu, seyogyanya para kandidat Capres memanfaatkan momentum debat untuk memenangkan hati rakyat, karena lewat forum inilah akan terlihat karakter-karakter calon pemimpin bangsa mampu menjelaskan dengan singkat gagasannya dalam membenahi bangsanya serta mampu mempertahankan argumennya dengan cara-cara cerdas serta kenegarawanan.
Untuk memenangkan debat capres, memang tidak ada ukuran yang pasti, semua orang pasti akan berpendapat masing-masing. Pendukung asli 'die hard' sudah pasti tidak akan melihat substansi calon jago capresnya, dan selalu menganggap capresnya memenangkan debat. Namun hal  yang perlu diperhatikan adalah para pemirsa debat yang benar-benar menjadikan forum debat sebagai acuan dalam menentukan pilihan, disinilah yang menjadi perhatian utama bagi capres, yaitu wajib memenangkan debat.
Lalu bagaimana cara memenangkan debat dengan elegan dan berwibawa, berikut beberapa strategi yang biasa digunakan untuk memenangkan suatu ajang debat.
Kuasailah Data dan Informasi Valid Sebanyak-banyaknya
Berdasarkan pengalaman saya mengikuti lomba debat, peserta debat yang paling banyak mempunyai data dan informasi berkaitan topik atau mosi debat, biasanya dia yang paling menguasai panggung debat, dan yang paling besar kemungkinannya untuk memenangkan debat.
Dalam perlombaan debat mahasiswa atau pelajar, biasanya setelah juri mengumumkan mosi atau topik yang akan didebatkan, masing-masing tim peserta dipersilahkan diskusi dengan masing-masing anggota tim debatnya untuk menyusun argumennya selama 10-15 menit, termasuk di dalamnya mencari data informasi untuk mendukung argumen kita, karena jaman dulu belum ada smartphone yang bisa enak googling, jadi referensi data murni dari wawasan dalam otak kita.
Sementara dalam debat Pilpres kali ini, sudah barang tentu setiap para Capres wajib mengetahui data informasi tentang topik atau tema yang akan didebatkan. Apalagi sebelum debat dimulai, tema debatnya sudah diumumkan terlebih dahulu, sungguh suatu hal yang bodoh jika sang Capres jika tidak mempersiapkan dengan baik data informasi valid tentang tema yang akan didebatkan.
Para peserta debat Capres tidak sekedar hanya mempunyai catatan data saja, tetapi 'menguasai' seluk beluk data informasi tersebut sampai ke akar-akarnya dan sebisa mungkin sebanyak-banyaknya, dan bisa menyajikannya dalam bentuk kualitatif yang bisa disampaikan ke khalayak publik.
Dengan data dan informasi yang valid, para peserta debat biasanya akan lebih percaya diri dalam berargumen, serta lebih lancar berbicara ketika menyampaikan mosi atau sanggahan. Waktu debat itu sangat terbatas, maka jika kita banyak mempunyai data informasi, maka dengan mudah kita menaklukkan waktu yang terbatas itu, karena apa yang dibicarakan tidak hanya berhenti pada retorika yang kita bangun.
Bermental Baja dan Tenang
Ketika mengikuti ajang kompetisi apapun, kita memang harus dituntut mempunyai mental yang kuat serta memiliki ketenangan ketika beradu dengan lawan. Apalagi kompetisi debat, sudah menjadi barang wajib untuk memiliki mental dan ketenangan yang sangat luar biasa.
Anda harus siap dihajar lawan debat anda, dimana lawan anda akan mematahkan argumen anda sampai ke akar-akarnya. Intinya anda tidak boleh baperan, mudah tersinggung atau tersulut emosi, ketika argumen-argumen anda dibantah oleh lawan debat anda, karena memang itulah konsep dasar debat.
Pada debat Pilpres di tahun-tahun terdahulu, debat-debat yang diselenggarakan masih tergolong 'santun', masih 'ewuh pekewuh' atau 'gak enakan' dengan lawan debat. Jadi terkesan cuma ajang menyampaikan retorika normatif saja. Namun di debat Capres 2024, sudah mulai terlihat aura kompetisi debat yang sesungguhnya, maka tak heran jika ada Capres yang tak siap mental hadapi serangan lawan, menjadi emosian dan baperan hingga akhirnya tidak fokus pada substansi yang ingin disampaikan.
Ada aturan juga tentang etika dalam debat, dimana peserta debat tidak boleh membuat gestur-gestur tertentu ketika debat berlangsung, seperti gestur mengejek, gerakan seperti menari atau gerakan provokatif entah ditujukan kepada lawan debat atau ke audience, jika debat dihadiri penonton.
Ada juga aturan memang waktu saya lomba debat dulu, memang harus menjelaskan kata-kata singkatan yang tidak umum, kemudian tidak boleh menggunakan kata-kata slang yang tidak umum jarang digunakan, tidak boleh kata-kata bernada SARA, tidak boleh kata-kata ejekan dan diusahakan kata-kata yang digunakan adalah diksi-diksi yang mudah dimengerti serta komprehensif.
Penulis berharap, para pemirsa debat Capres 2024 harus benar-benar 'jujur' dalam menonton debat capres kali ini. Seorang pemimpin bangsa akan sangat terlihat 'telanjang' dalam debat Capres kali ini, mana yang baperan reaktif, mana yang tetap kalem serta tenang jika sedang diserang oleh lawan debatnya, melalui dasar itulah hati nurani kita akan tergugah memilih calon pemimpin bangsa kita yang bijaksana dan kenegarawanan.
Konsentrasi Tingkat Tinggi
Mendengar, mendengar dan mendengar, itulah tiga kata yang selalu didengungkan pelatih debat saya ketika melatih saya dalam persiapan lomba debat. Peserta debat harus sangat mencermati mosi atau topik debat yang dibacakan oleh moderator atau panelis serta harus jeli cermat mendengar mosi atau sanggahan lawan debat, tiap kata per katanya.
Ketika mendapat giliran menyampaikan mosi, bangunlah mosi tersebut dengan hipotesa yang terstruktur dan komprehensif, sehingga bagi siapa saja yang mendengarnya akan paham dan mengerti apa yang anda sampaikan, hindari narasi-narasi tendesius, tetap dalam konsentrasi penuh. Bangun kalimat-kalimat dengan berdasarkan data-data informasi valid, karena mosi yang dibangun dengan data informasi akurat, akan membuat lawan debat sulit mencari celah untuk menyanggah atau menyerang argumen yang anda bangun.
Ketika mendapat giliran menyanggah mosi lawan debat tetapi anda tidak mempunyai daya ingat tinggi, maka catatlah hal-hal penting yang disampaikan oleh lawan debat, catatlah hal-hal blunder dari lawan yang bisa dimanfaatkan untuk balik menyerang argumen lawan, maka dari itu proses mendengar dengan seksama adalah hal yang krusial dalam debat.
Dalam dua sesi debat terakhir, saya apreasiasi KPU menyediakan podium bagi peserta debat pilpres, fungsi podium bukan untuk gagah-gagahan, tetapi sebagai tempat untuk mencatat hal-hal penting yang bisa digunakan oleh para peserta debat, saya mencatat ada 2 capres yang memanfaatkan podium untuk mencatat selama debat berlangsung.
Strategi dan Persiapan Matang
Sekali lagi, KPU menyatakan forum ini adalah forum debat, bukan presentasi, bukan halal bihalal, bukan rembugan, bukan sambutan pak RT pas 17an. Maka manfaatkanlah seluas-luasnya forum debat untuk 'membunuh' lawan politik anda, tetapi tentunya dengan cara elegan dan komprehensif. Maka dari itu diperlukan strategi persiapan 'Vini Vidi Vici' yang matang.
Apalagi ini adalah forum debat politik untuk meraih kekuasaan, ya sah-sah saja untuk menyerang habis-habisan lawan debat. Ibaratnya kalau politik jaman Julius Caesar dan Marc Anthony, masing-masing harus membunuh beneran lawan politiknya untuk melegimitasi kekuasaan Imperium Romawi, maka kalau di jaman demokrasi negeri kita saat ini, 'membunuhnya' lewat cara serangan-serangan sindiran dalam forum debat capres, maka manfaatkanlah untuk menghabisi lawan politik anda dengan kecerdasan dan kemampuan public speaking yang di atas rata-rata.
Sama halnya seperti olahraga sepakbola, di dalam debat juga ada istilah bertahan dan menyerang. Bertahan memiliki arti bagaimana kita berusaha mempertahankan mosi yang dibangun lewat tentunya data-data informasi yang dirangkum dengan retorika logika yang bisa diterima semua pihak. Sementara menyerang memiliki arti kita mengkritik mosi yang dibangun lawan debat, dikarenakan tidak memiliki pondasi data informasi yang kuat.
Budaya kita adalah budaya timur, tidak begitu familiar dengan sistem debat dalam membuat sudut pandang politik, maka tak heran ada beberapa pihak yang merasa ter'dzolimi', jika jagoan capresnya diserang habis-habisan. Lambat laun, masyarakat akan mulai terbiasa apa maksud dan kaidah dalam debat para calon pemimpin bangsa tersebut, maka dari itu mari kita ciptakan dan semarakkan pemilu kali ini pemilu yang cerdas berkarakter, bukan pemilu yang baperan. Salam Literasi. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H