Sebagai contoh, jika dia sedari muda dia aktif dalam kegiatan karang taruna ataupun aktivis lingkungan hidup, maka akan sangat mudah kiranya mendapat simpati dari masyarakat sekitar. Atau mungkin seorang pengusaha yang memang punya kebiasaan filantropi membantu perbaikan jalan atau fasilitas umum, maka hal kebaikan tersebut pasti akan terekam dengan baik di mata masyarakat.
Namun apabila, si caleg tiba-tiba 'dadakan' mau 'nyaleg', tetapi track record sebelum tidak pernah melakukan kontribusi nyata bagi masyarakat. Maka akan teramat sulit untuk membangun image, karena banyak pemilih yang tak begitu mengenal si caleg ini. Branding Image tidak bisa dibangun semalam, maka dari itu janganlah pernah mencoba nyaleg, jika sebelumnya tak pernah berkontribusi idealis dan nyata kepada masyarakat.
Jika sudah demikian, kebanyakan para caleg 'dadakan' bermain kotor dengan money politik. Strategi serangan fajar, black campaign biasanya menjadi solusi kotor bagi para caleg instan ini, kita berharap ini tidak terjadi pemilu kali ini.
Mengetahui Siapa Voter-nya
Layaknya kita sedang berpidato, we have to know the audience. Kita harus tahu segmentasi pemilih kita, dengan terlebih dahulu mengetahui arah branding si caleg tersebut.Â
Si caleg harus mengetahui siapakah dirinya dan bisa memperikirakan siapa voter yang berpeluang besar bisa memilihnya.
Maka dari itu, si caleg akan bisa memilih fokus kampanye pada wilayah-wilayah di Dapil-nya yang kiranya memiliki peluang kantung-kantung suara baginya.Â
Sebagai contoh, jika branding image-nya adalah seorang aktivis muda bidang lingkungan hidup, maka dia akan mapping wilayah-wilayah mana yang cukup banyak kaum mudanya, sehingga ketika berkampanye, maka yang dihadapinya kebanyakan adalah audience yang 'sejiwa' dengannya.
Para voter  'sejiwa' yang sudah sepaham dengan visi misi calegnya, biasanya akan militan secara mandiri untuk mem-promosikan 'jago' calegnya ke khalayak yang lebih luas.Â
Jika seorang caleg dalam berkampanye tidak memperhatikan hal ini alias hanya random campaign, maka yang terjadi adalah pengeluaran biaya kampanye yang tidak sedikit dan tidak efektif.
Berikan Solusi, Bukan Janji
Kita tidak menampik, menebar janji-janji yang muluk bisa membuai para voter, namun seiring berjalannya waktu para pemilih lama kelamaan menjadi lebih cerdas dan selektif. Para caleg harus mampu mempresentasikan masalah-masalah yang timbul di sekitarnya, dan juga mampu memberi solusi cerdas untuk menyelesaikannya.
Lalu apakah perbedaan 'janji kampanye' dengan 'memberikan solusi'. Perbedaannya adalah dalam janji terkadang tidak memuat penyelesaian masalah yang konstruktif, hanya sekedar jargon-jargon pemanis dalam orasi. Sementara memberikan solusi adalah memuat hal-hal konkret dan konstruktif di dalam menjawab masalah-masalah yang muncul di masyarakat.