Beberapa hari ini saya ada riset iseng kecil-kecilan tentang pemilu kali ini, bukanlah penelitian yang serius atau komprehensif. Hanya sebuah sampling sederhana dari apa yang saya lihat di lingkungan sekitar.
Riset yang saya lakukan adalah mencatat semua nama calon legislatif (caleg) yang saya lihat pada spanduk, banner atau baliho pada sepanjang perjalanan menuju tempat kerja. Lalu dari kesemua nama tersebut, saya googling dan mencari tahu apakah mereka semua aktif menulis atau menuangkan ide gagasan tentang apa yang mereka perjuangkan lewat berbagai media.
Hasilnya, nihil. Tidak ada satu pun dari mereka yang aktif menulis di berbagai media, jika pun ada, itu pun hanya karya tulis skripsi ketika mereka kuliah. Kebanyakan yang ditemukan hanyalah laman sosial media mereka saja yang memuat janji-janji kampanye.
Penelitian sederhana ini saya lakukan berawal dari kejengahan dan kemuakan melihat gambar-gambar wajah yang tak dikenal yang berjanji-janji manis pada beberapa bulan terakhir di sepanjang jalan.
Saya hanya memotret betapa para caleg ini terus-menerus melakukan cara-cara kampanye yang sudah usang dan tidak efektif. Kebanyakan banner-banner para caleg hanya menampilkan wajah mereka yang sudah difilter dengan tangan mengepal pertanda siap berjuang, lalu tercantum nama dan nomor caleg mereka, kemudian ditambah janji-janji manisnya. So what gitu loh..
Ketika saya melihat banner-banner "sampah" itu, langsung terbersit dalam pikiran, mereka ini siapa? Sudah berbuat apa? Pendidikannya apa? Mereka itu apa tidak berpikir, memang orang di zaman sekarang masih mau memilih mereka dengan melihat sekilas wajah mereka yang full senyum palsu itu.
Mereka apa lupa ada peribahasa, 'tak kenal maka tak sayang', di mana mereka harus memberikan informasi sebanyak-banyaknya tentang apa yang selama ini mereka perjuangkan, sehingga akhirnya dapat memberikan alasan mengapa kita harus memilih mereka. Jika ini tidak mereka lakukan, maka kontestasi pemilu ini tak ubah layaknya ribuan caleg yang sedang melamar kerja tanpa melampirkan curriculum vitae yang komplet, tapi hanya memberikan pas foto saja kepada rakyat.
Dari riset saya tersebut, saya berharap paling tidak ada beberapa di antara mereka menuangkan ide, gagasan atau sesuatu yang pernah mereka lakukan dalam bentuk tulisan. Hal ini teramat penting, karena seorang legislator juga harus melek literasi, dalam hal ini aktif menulis.
Kita bisa melihat sejarah, para pahlawan-pahlawan pergerakan kemerdekaan kita yang berhasil memerdekakan Indonesia, melawan penjajah dengan ujung penanya. Kekuatan literasi itu sangat besar, lebih hebat dari dentuman meriam atau serangan militer, dan sejarah sudah membuktikannya dalam perjalanan kemerdekaan kita.
Sementara di zaman sekarang, sangat minim sekali para caleg ini yang melek literasi atau aktif menulis di berbagai media. Mohon maaf, kalau sekadar posting gagasan di sosial media tidaklah masuk hitungan. Paling tidak minimal menulis satu artikel saja di Kompasiana itu sudah cukup.
Terlebih lagi untuk caleg-caleg yang muda, cuma baru lulus kuliah, tidak pernah ikut organisasi kampus, hanya bermodal kekayaan orangtua, mereka sudah berani "nyaleg". Mereka kira pemilu ini adalah ajang melamar kerja setelah lulus kuliah. Hadeuh.
Maka dari itu, sangat penting sekali jika para caleg aktif menulis di berbagai media, agar kita bisa mengetahui apa sebenarnya yang ingin mereka perjuangkan. Berikut beberapa hal penting mengapa para caleg harus melek menulis.
Mengetahui Rekam Jejak
Para caleg bisa menulis serinci mungkin tentang rekam jejaknya selama ini lewat blog atau bahkan sosial media jika memungkinkan. Artikel-artikel yang memuat kegiatan-kegiatan positif kepada masyarakat adalah nilai plus bagi caleg jika mereka sudah pernah melakukannya.
Bisa saja memuat tentang pendidikannya, karya tulis atau tentang apa saja yang sudah mereka lakukan selama ini. Sebagai contoh caleg muda, harus mencantumkan kegiatan organisasi apa saja yang sudah mereka ikuti, jika tidak ada, jangan harap dia bisa dipilih.
Hal ini penting, karena pilihan politik adalah masalah rekam jejak masa lalu, bukan janji-janji manis belaka dengan latar belakang foto dengan tangan mengepal.
Personal Interest
Memang lewat postingan-postingan sosial media, sudah bisa terlihat personal interest dari si calon caleg. Namun, tak ada salahnya jika hal tersebut bisa dituangkan dalam bentuk artikel atau tulisan semi komprehensif.
Bisa saja menerangkan pandangannya tentang masalah atau fenomena sosial yang sedang trend di masyarakat. Dengan demikian, kita pun menjadi tahu arah pandangan si caleg tentang masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
Hal ini teramat penting bagi voter yang berkategori melek literasi, terutama yang di perkotaan. Dengan mengetahui tulisan-tulisan dari para caleg tentang pandangan atau opini permasalahan yang muncul di masyarakat, akan dapat membuat keterikatan secara tidak langsung antara si caleg dan si Voter, jika seandainya diantara keduanya ternyata memiliki kesamaan pandangan.
Melawan Kampanye Hitam dan Mis-informasi
Maraknya kampanye hitam dalam kontestasi pemilu dapat diredam oleh para caleg dengan membuat tulisan atau artikel yang sejelas-jelasnya tentang personal dirinya beserta visi misinya.
Jika isu-isu fitnah hanya dilawan dengan postingan-postingan atau statement belaka, dirasakan bagi masyarakat hanyalah pengalihan saja, berbeda jika dilawan dengan data dan informasi sudah tersaji lengkap dalam bentuk tulisan utuh, maka akan jelas mana fakta dan kebohongan.
Jika sedari awal para caleg sadar akan literasi, di mana mereka kerap memuat tulisan-tulisan tentang kiprahnya secara komplit, maka data atau informasi yang didapatkan oleh para calon pemilih tidaklah setengah-setengah, sehingga dapat meredam kampanye hitam di dalam pemilu.
Apa yang Ingin Diperjuangkan
Kekuatan pena adalah di atas segalanya, sudah berapa banyak para founding father kita yang dipenjara oleh tulisan-tulisan perjuangan politik mereka. Betapa hebatnya kekuatan literasi dalam mengubah bangsa dan berhasil membawanya menuju gerbang kemerdekaan.
Hal ini tentunya harus menjadi kesadaran intelektual bagi para caleg kita, bagaimana mereka memanfaatkan sarana literasi dalam membangun keterikatan dengan calon pemilih. Rakyat sudah bosan dengan jargon-jargon usang seperti 'bebas korupsi', 'bekerja untuk rakyat' dan jargon-jargon munafik lainnya.
Tunjukkanlah apa yang ingin diperjuangkan lewat kerja nyata atau gagasan yang dituangkan dengan tulisan lengkap di berbagai media. Karena lewat literasi akan terlihat kemampuan sang caleg secara utuh di dalam menjawab permasalahan-permasalahan sosial yang muncul di permukaan.
Pemilu diharapkan tidak hanya menjadi panggung literasi bagi para Kompasianer atau pengamat politik lainnya, tetapi juga para caleg juga bisa urun rembug di dalamnya, menuangkan ide, gagasan atau apa saja yang sudah dilakukan.Â
Para caleg harus sudah sadar bahwa jika mereka sadar akan melek literasi, maka secara tidak sadar akan mengubah rakyatnya menjadi lebih melek literasi dan menjadi pemilih yang cerdas. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H