Tidak bisa dikatakan tua, tidak juga muda, apalagi remaja..
Mencoba mengingat kembali apa-apa yang sudah didapatkan dan apa saja yang sudah tertinggal serta hilang.
Sudah tak bisa berpacu layaknya kuda, namun semakin matang layaknya begawan turun gunung.
Di persimpangan keraguan, apakah hidup ini sudah sesuai fitrah-nya atau keluar dari jalur semestinya.
Status Quo tak bisa menjamin kenyamanan berpikir, hanya syukur yang bisa dipegang kata-katanya.
Roda kebutuhan pada masa puncak-puncaknya, dimana hegemoni kebendaan ditimbang-timbang apakah layak untuk dimiliki.
Tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar, yang ada adalah kita itu sendiri.
Teman-teman mulai mengerucut, siapa yang senapas dengan kita dan siapa yang tak suka kita bersinar.
Masa dimana bermimpi pintu Doraemon bisa hadir di depan mata, dan ingin mengulang masa terbaik kala SMA.
Mencoba menolak takdir angka usia, walau Fourtwnty berkata "kita pasti tua"
Tanggung jawab semakin berat, semakin banyak kepala yang harus dibahagiakan lewat karya dan karsa kita.
Kesibukan menjadi kenikmatan tiada tara, dan seolah tak ingin ada tanggal merah pada Kalender yang tergantung di Kamar.
Meretas dan mendefinisikan kembali makna bahagia bersama orang-orang tercinta, agar tak bosan dalam kerutinan.
Cobalah untuk duduk untuk merenung sebentar, tak perlu rokok mengepul atau kopi pahit yang menemani. Pikirkan "sesuk meh ngopo..?"
Sadari Elegi Paruh Baya......
NB : Buat Bapak-Bapak yang sudah rutin 10 tahun lebih bayar uang sampah lingkungan, arisan RT, Takjilan di Masjid, Jadi Panitia 17-an, kurban dan panitia-panitia ribet lainnya... tetap semangat membahagiakan orang-orang tercinta.