Bahkan tidak jarang, saya diingatkan oleh beliau soal tugas-tugas yang luput dari ingatan, kadang juga beliau menghubungi via telpon kalau ada mata kuliah pagi. Apalagi kalau jadwalnya hari itu ada ujian. Sebab, sebagai seorang 'Nocturnal' saya sering lalai akan hal itu. Entahlah...
Akan tetapi, telah terjawab oleh waktu, tampaknya saya memang butuh porsi waktu yang lebih untuk menyandang gelar sarjana dibanding beliau. Saya harus menebus kelalaian demi kelalaian dengan mengikuti semester berjalan lagi kedepannya. Â Â
Meski diselimuti rasa kehilangan di hari ujian akhirnya. Walakin saya berbangga punya kawan seperti beliau. Perbedaan agama tidak menjadi sekat antara kami. Bahkan di awal-awal semester tidak jarang beliau dengan sukarela menunggui temannya yang sedang sembahyang, sembari duduk manis di teras masjid paling luar. Berbeda kultur dengan beliau juga tidak melunturkan pertemanan. Berbeda suku pun tetap masi bisa bersekutu baik dengan beliau. Â
Perangainya adalah "Bhineka tunggal ika..."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H