Minggu Sore aku menemani Tuhan bermain catur, berkat sedikit pengalaman melawan catur di komputer dengan jurus undo, aku beranikan diri memajukan bidak-bidak hitamku. Baru memajukan 3 pion, lawanku sudah memajukan ratu, berhasrat ingin cepat membunuhku.
Di sela neuron-neuron pada otak berpikir untuk melangkahkan para bidak, aku melepaskan pertanyaan pada Tuhan:
"Kemarin ada toko membuka lowongan kerja, mencari pegawai dengan syarat tidak beragama x..."
"Wah... Itu rasis!!" jawabnya
"Tapi ini justru untuk toleransi, karena karyawan x sudah terlalu banyak. Bagaimana ketika mereka merayakan perayaan keagamaan, siapa yang menjaga toko? di sisi lain toko harus tetap dibuka demi pelayanan kebutuhan saat perayaan nanti"
"Ow.. Gitu, bagus lah" jawabnya
Terkadang memang nilai dari ucapan terlalu dini untuk diberi keputusan salah dan benar, sehingga yang seharusnya benar diberikan label sesat.
Aku melanjutkan pertanyaan terkait dengan "cinta" dan bertanya:
"Apakah takdir mempengaruhi cinta?"
Tuhan menjawab, bahwa cinta memang dipengaruhi oleh takdir, artinya ada kausa prima yang menentukan cinta itu, yaitu Tuhan sendiri.
Dan akhirnya akupun memahami bahwa LGBT adalah takdir yang diberikan dengan indahnya.
"Skak!!!"
Akhirnya aku berhasil mengalahkan Tuhan dalam permainan catur Sore ini. Bersiap malam nanti melawan Tuhan-tuhan lainnya dalam permainan catur. Yaitu setiap orang yang merasa dirinya paling benar layaknya Tuhan.
16/05/2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H