Mohon tunggu...
Satria Zulfikar Rasyid
Satria Zulfikar Rasyid Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Seorang mahasiswa juara bertahan di kampus! Bertahan gak wisuda-wisuda.. mau wisuda malah didepak!! pindah lagi ke kampus lain.. Saat ini bekerja di Pers Kampus. Jabatan Pemred Justibelen 2015-2016 Forjust FH-Unram Blog pribadi: https://satriazr.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bully Zaskia Soal Pancasila, Sudah Terapkan Pancasila Belum?

24 April 2016   13:59 Diperbarui: 24 April 2016   14:02 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lagi-lagi nilai-nilai yang terkandung di atas jarang sekali kita lakukan. Persatuan justru terkikis akibat perbuatan kita, media yang konon katanya adalah pilar ke-4 bangsa ini, justru masuk dalam pusaran politik praktis, dipecah belah karena kepentingan golongan, sehingga melahirkan pemberitaan yang tidak sehat, dan justru opini media (yang katanya opini publik) mampu menarik masyarakat dalam dua poros yang berbeda, berlawanan, dan jauh dari persatuan.

Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, memiliki maksud yaitu:  

  1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama;
  2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain;
  3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama;
  4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan;
  5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah;
  6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah;
  7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan;
  8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur;
  9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama;
  10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

Apakah benar musyawarah betul-betul untuk kepentingan negara dan warga negara?, apakah ketika terjadi rapat di Senayan membahas revisi undang-undang KPK adalah untuk kepentingan negara dan rakyat?, apakah rakyat menghendaki direvisinya UU KPK yang menyebatkan hilangnya kekuatan pemberantasa korupsi?, jika tidak, tentu kita bisa bertanya DPR mewakili rakyat atau mewakili siapa?,   jika mewakili rakyat, tentu tidak akan melahirkan produk legislasi yang bertentangan dengan kepentingan rakyat. Jangan salahkan warga negara yang tidak menghapal Pancasila, bahkan DPR sendiri berkelakuan kontradiktif dari nilai Pancasila, bahkan ada juga yang tidak hafal terkait fungsi DPR (legislasi, anggaran, pengawasan).

Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, memili arti yaitu:

  1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan;
  2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama;
  3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban;
  4. Menghormati hak orang lain;
  5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri;
  6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain;
  7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah;
  8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum;
  9. Suka bekerja keras;
  10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama;
  11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Keadilan nampaknya menjadi suatu polemik yang sulit terwujudkan. Bahkan banyak hakim yang terjerat korupsi, hal itu karena jual beli keadilan. Banyak kasus pengangkatan PNS berbasis kekeluargaan, bahkan hingga pasukan abu-abu yang mencari rezeki di jalanan dengan tidak adil. Itu semua dikarenan degradasi moral terhadap nilai-nilai Pancasila.

Lantas cukup beranikah kita menghujat orang yang tidak menghafal Pancasila? jika nilai-nilai di atas belum kita terapkan? ingat! suatu nilai kebaikan itu bukan ditentukan dari menghafal, tapi implementasi yang kongkrit dan bermanfaat. Sekaliber Nabi pun tidak akan menghina orang yang tidak menghafal kitap suci, lantas apa dasar kita menghakimi orang yang tidak menghafal Pancasila. Mungkin pantas untuk kita menghujat, jika nilai-nilai Pancasila di atas telah kita terapkan secara kaffah (sempurna). Sanggupkah kita?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun